Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ulama kontroversial artinya ulama yang banyak dibicarakan atau dibantah oleh para ulama terdahulu. Contohnya diuraikan dalam tulisan pada http://ummatipress.com/2010/03/06/kepulan-asap-dari-api-wahabi/
Begitupula dengan ulama Ibnu Taimiyyah yang menjadi panutan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab juga merupakan ulama kontroversial atau ulama yang banyak dibicarakan atau dibantah oleh para ulama terdahulu sebagaimana contohnya yang diuraikan dalam tulisan pada http://www.facebook.com/media/set/?set=a.326602040738235.82964.187233211341786&%3Btype=3 atau http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf
Mereka semula dikenal bermazhab Hambali sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ Namun pada kenyataannya mereka berdua lebih bersandarkan kepada muthola’ah (menelaah) kitab dengan akal pikiran mereka sendiri dibalik perpustakaan dengan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat atau memahami dengan metodologi “terjemahkan saja” yakni dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja.
Mereka menolak makna majaz (kiasan) atau makna yang tersirat sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/06/23/makna-majaz/
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui tidak mau mempelajari ilmu fiqih sebagaimana informasi yang disampaikan oleh ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ
(ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).
Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat al-Najdiyyah, kumpulan fatwa-fatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang di-tahqiq oleh Ulama Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontemporer, ada pernyataan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kitab fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan jin. (Al-Durar al-Saniyyah, juz 3 hal. 56).
Padahal untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak cukup dengan arti bahasa. Diperlukan kompetensi menguasai alat bahasa seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’).
Apalagi jika ingin menetapkan hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil syar’i diperlukan penguasaan ilmu ushul fiqih. Penjelasan tentang hal ini telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/10/07/tak-cukup-arti-bahasa/
Oleh karena dengan metodologi “terjemahkan saja”, ulama Ibnu Taimiyyah terjerumus kekufuran dalam i’tiqod yang mengakibatkan beliau diadili oleh para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat madzhab dan diputuskan hukuman penjara agar ulama Ibnu Taimiyyah tidak menyebarluaskan kesalahapahamannya sehingga beliau wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia atau uraian dalam tulisan pada http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2011/12/kisah-taubatnya-ibnu-taimiyah-di-tangan.html
Mereka boleh jadi mengikuti pola pamahaman Fir’aun bahwa setiap yang ada pasti punya tempat sebagaimana yang telah disampaikan dalam tuisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/14/terhasut-aqidah-firaun/
Bagi para pengikut ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tentu mereka akan berupaya membantah dan menampilkan pendapat-pendapat para ulama terdahulu tentang kebaikan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab seperti yang tercantum pada
http://arrahmah.com/read/2011/11/24/16530-siapa-cela-wahabi-siapa-puji-wahabi.html
http://abangdani.wordpress.com/2011/08/11/menjawab-tuduhan-idahram-siapakah-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pujian-ulama-terhadap-beliau/
Contoh mereka menuliskan
***** awal kutipan *****
Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (Penulis Kitab Nailul Authar, Yaman).
Ketika sampai berita kematian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah pun merangkai bait-bait syairnya,
“Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan, Rujukan utama orang-orang pilihan yang mulia. Ilmu-ilmu agama nyaris hilang bersama wafatnya, Wajah kebenaran pun hampir lenyap tertelan derasnya arus sungai.” (Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 60)
***** akhir kutipan *****
Imam Asy-Syaukani adalah ulama yang belajar fiqih atas mazhab Al Imam Zaid yang diakui oleh kaum Syiah sebagai pendiri mazhab Zaidiyyah namun pada akhirnya Imam Asy-Syaukani dengan kompetensinya melakukan ijtihad sendiri.
Salah satu ulama Zaidiyyah, Imam Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H) menegaskan bahwa: “Syi’ah Zaidiyah terpecah kepada tiga golongan, yaitu: Batriyah, Jaririyah, dan Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte Zaidiyah kepada: Shalihiyah, Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan Shalihiyah pada dasarnya sama dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte Sulaymaniyah sebenarnya adalah Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut merupakan golongan-golongan Syi’ah Zaidiyyah pada era awal. Ketiga sekte inipun tidak berafiliasi kepada keturunan Ahlu Bait sama sekali. Mereka hanyalah sekedar penyokong berat imam Zaid ketika terjadi revolusi melawan Bani Umayah, dan mereka ikut berperang bersama imam Zaid”.
Menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya (Jihad as-Syi’ah), ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi’ah Zaidiyyah di masa pemerintahan Abbasiah. Dan mayoritas dari mereka ikut serta dalam revolusi imam Zaid. Dan ketiga sekte tersebut dianggap paling progresif dan popular serta berkembang pesat pada masa itu. Dan setelah abad kedua, gerakan Syi’ah Zaidiyah yang nampak di permukaan hanyalah sekte Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi’ah Zaidiyah lainnya.
Pada hakikatnya mereka tidak lagi mengikuti pendiri mazhab Zaidiyyah, mereka mengikuti hasil ijtihad imam-imam mereka sendiri.
Namun apakah Imam Asy Syaukani benar-benar memuji ulama Muhammad bin Abdul Wahhab ?
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Ad Dawa’ul Ajil fi Daf’il Aduwwis So’il X cetakan Maktabah As Sunnah Al Muhammadiyah ditahqiq oleh Syaikh Hamid Al Al Faqqi halaman 53 sangat bertentangan dengan apa yang mereka sampaikan
Berikut kutipannya :
قال الشوكاني في ( الدواء العاجل في دفع العدو الصائل ) ط مكتبة السنة المحمدية بتحقيق حامد الفقي ص53 ما صورته :
.. فكرت في ليلة من الليالي في هذه الفتن التي قد نزلت بأطراف هذا القطر اليمني …….(إلى أن قال ):
هذا حال من هو بعيد عنها لم تطحنه بكلكلها ، ولا وطئته بأخفافها ، وأما من قد وفدت عليه وقدمت إليه ، وخبطته بأشواظها ، وطوته بأنيابها ، وأناخت وقرت بناحيته كالقطر اليماني وما جاوره فيالله كم من بحار دم أريقت !!! ومن نفوس أزهقت !!! ومن محارم هتكت !!! ومن أموال أبيحت !!! ومن قرى ومدائن طاحت بها الدوائح ، وصاحت عليها الصوائح بعد أن تعطلت وناحت بعرصاتها المقفرات النوائح ، فلما تصورت هذه الفتنة أكمل تصور ، وإن كانت متقررة عند كل أحد أكمل التقرر ، ضاق ذهني عن تصورها ، فانقلبت إلى النظر في الأسباب الموجبة لنـزول المحن وحلول النقم ، من ساكني هذا القطر اليمني على العموم … )) اهـ .
Penjelasan Asy Syaukani di atas menggambarkan kegelisahan beliau, andai fitnah Muhammad bin Abdul Wahab melanda Yaman, betapa banyak darah tertumpahkan, harta yang dirampok, dan hak-hak manusia yang dirampas
Begitupula mereka menyampaikan pujian dari Al-Imam Al-Amir Muhammad bin Ismail Ash-Shon’ani (Penulis Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Marom, Yaman). Beliau berkata dalam bait-bait syairnya,
“Muhammad (bin Abdul Wahhab) adalah penunjuk jalan kepada sunnahnya Ahmad (shallallahu ‘alaihi wa sallam), Aduhai betapa mulianya sang penunjuk dengan yang ditunjuk. Sungguh telah mengingkarinya semua kelompok (sesat). Pengingkaran tanpa dasar kebenaran dan tanpa pijakan.” (Diwan Ash-Shon’ani, hal 128-129, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239.)
Ketika da’wah Ulama Muhammad bin Abdul Wahab sampai ke Yaman, Al Amir ash Shon’ani menulis sya’ir untuk memuji beliau. Sya’ir yang cukup masyhur itu beliau tulis pada tahun 1163 hijriyah
Sya’ir pujian ini diawali dengan:
“Salam atas najd, dan orang yang tinggal di sana, sekalipun hanya salam dari negeri yang jauh…“
Gubahan bait-bait Ash Shon’ani ini sangat masyhur dan tersebar kemana-mana. Maklum, Al Allamah Ash Shon’ani dikenal sebagai ulama besar yang zuhud, wara’ dan alim. Karangannya yang amat masyhur adalah Subulus Salam, syarh kitab Bulughul Marom
Setelah qasidah itu tersebar kemana-mana, para ulama menegur Ash-Shon’ani, beliau pun diam mempertimbangkan. Apakah aku telah memuji orang yang salah?
Adalah Syaikh Marbad bin Ahmad At Tamimi, yang atas kehendak Allah menyingkap tabir, datang ke Yaman, bertemu dengan Imam Al Amir Ash shon’ani, dan menjelaskan semua. Bahkan sebelumnya, juga datang dari najd bernama Syeikh Abdurrahman An Najdi menjelaskan tentang ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
Kedatangan dua ulama Nejd ini telah mengungkapkan kenyataan di hadapan Iman Ash Shon’ani.
Kemudian ditulisnya qasidah lain sebagai koreksi atas pujiannya dulu, beliau juga menjelasknnya dalam kitabnya berjudul ” Irsyadu Dzawil Albab Ila Haqiqati Aqwali Muhammad bin Abdil Wahab” atau “Mahwul Haubah fi Syarhi Abyatit Taubah”. Kitab ini sangat masyhur di Yaman, hingga para santri ibtida’ pun bila ditanya kitab itu, mereka langsung paham
Dalam kitab itu beliau tulis :
“Aku meralat kembali apa yang pernah kutulis untuk Muhammad bin Abdul Wahab an Najdi, benarlah pada dirinya terdapat perbedaan dengan apa yang kuyakini.
Pada mulanya, aku mengira dia baik, andai aku dapat menjumpainya, mengambil nasehatnya yang dapat mencerahkan manusia demi menggapai petunjuk. Ternyata perkiraanku meleset, namun harapanku untuk mendapat kebaikan tak jadi soal, karna dzon pada dasarnya tidak membuahkan petunjuk.
Telah datang padaku, dari Nejd, Syeikh Marbad, beliau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam berbagai tulisannya, Muhammad bin Abdul Wahab telah dengan sengaja mengkafirkan banyak orang. Dia mencampur-adukkan hujjah-hujjah yang rapuh bagai rumah laba-laba. Dia juga banyak menumpahkan darah muslimin, janjinya pun tak dapat dipegang.
Sungguh, Allah dalam surat Al Bara’ah telah ada perintah untuk berlepas diri dari mereka berikut kekufuran serta pembangkangannya. Mereka (muslimin) adalah saudara kami, demikian Allah menyebut mereka, dengarkanlah apa yang dikatakan Tuhan Yang Maha Tunggal.
Demikian pula sebaik-baik utusan melarang takfir, mengapa lelaki Najd ini tak jua berhenti. Tidak, mereka tidaklah kafir, selagi mereka menegakkan sholat
Jelaskanlah padaku, jelaskan..
Mengapa darah mereka kau tumpahkan, apa alasanmu merampok harta mereka dengan sengaja?
Padahal mereka telah terjaga, terlindungi dengan syahadah, tak ada Tuhan selain Allah, Pemilik Keagungan”
Tentang kedatangan Syeikh Marbad At Tamimi ini, Ash Shon’ani juga menuturkan :
Telah datang kepadaku, seorang alim dari Najd bernama Marbad bin Ahmad At Tamimi. Dia tiba bulan Shofar tahun 1170 H dan tinggal di negeri kami selama 8 bulan. Dia kembali ke negerinya bulan Syawal tahun 1170 bersama dengan jamaah haji. Dia mengabariku, bahwa bait-bait qasidahku telah disampaikan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, namun dia hanya diam tak menjawab
Sebelumnyanya, pernah datang juga kepadaku, Asy Syaikh al Fadhil Abdurrahman An Najdi. Dia bercerita kepadaku tentang Muhammad bin Abdul Wahab banyak hal. Suka menumpahkan darah, perampokan, pembunuhan dan tudingan kafirnya pada umat nabi Muhammad di mana-mana. Aku diam memikirkan apa yang disampaikan Syaikh Abdurrahman, hingga datanglah Marbad at Tamimi membawa beberapa pernyataan Muhammad bin Abdul Wahab
Semua menjadi jelas bagiku, tampaknya Muhammad bin abdul Wahab ini orangnya baru mengenal syari’at baru setengah, tak melihat secara teliti. Tak mau belajar dari orang yang telah berjasa padanya (syeikh Abdul wahab) membimbingnya dan mengajarinya ilmu yang bermanfaat.
Sebaliknya, dia malah mempelajari tulisan Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan bertaklid buta pada keduanya, padahal mereka berdua tidaklah layak ditaklidi.
Saat telah jelas bagiku tentang pribadi Muhammad bin Abdul Wahab, dan telah kulihat ucapan-ucapannya, bagaimana ketika bait-baitku telah sampai padanya, dia berusaha mengelak dari apa yang kusampaikan, kulihat tanggapannya atas perkataanku, adalah jawaban yang jauh dari keinsafan. Semua telah kujelaskan semua pada Syaikh Marbad, bahkan banyak kunukil pula ucapan Ibnul Qoyyim dan Al Jauzi
Wallahu a’lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Sumber bahan tulisan : http://kullubidatin.blogspot.com/2012/10/pujian-imam-ash-shonani-penyusun-kitab.html