Assalamua’laikum. Selain para Nabi Allah apa ada manusia yang bisa menjadi perantara do’a ? Dan bagaimana hukumnya jika kita mmpercayai seseorang memiliki kemampuan untuk mnjadi perantara do’a kita ? Karena di lingkungan masyarakat sini banyak kyai /ustadz yang dianggap bisa memperlancar do’a. Wassalam. [Vi Chania].
JAWABAN :
Wa’alaikum salam Wr.Wb. Ada. bertawasul itu bisa dengan nabi, shahabat, wali, ulama, orang shaleh, amal shaleh, tapi jangan beranggapan mereka punya kemampuan untuk menyampaikan do’a, melainkan kita berdo’a semoga dengan kemuliaan mereka, do’a kita diqobul Alloh.
Sewaktu kita belum bisa bersama Allah, maka hendaklah kita bertawassul(menyambung) dengan orang yang bisa bersama Allah. Ulama ahli Sunnah waljama’ah berpendapat di perbolehkannya bertawassul. Yang dinamakan tawasul yaitu: Segala sesuatu yang Allah jadikan untuk lebih dekat denganNya,atau untuk mencapai tujuan denganNya. Alangkah baiknya memandang tawasul dari 2 pandangan,yaitu: pandangan hakekat dan syariat.
Pandangan hakekat yaitu : memandang semua dari Allah, yang mengijabah do’a kita,rizki kita, hidayah kita, ilmu kiita, dll.
Pandangan Syariat yaitu : Memandang semua dari Allah,dengan memandang sebab-sebabnya.
Kita harus meyakini segalanya dari Allah, akan tetapi kita juga harus memahami untuk mendapatkan dari Allah, ada sebab dan wasilahnya, contoh : kita meyakini hidayah dari Allah,tapi ada sebabnya, seperti kita mengaji pada ulama atau bertadabbur dengan Al-Quran. Kita faham yang memberikan kita kenyang, sehat, derajat dll semua dari Allah, tapi ada wasilahnya, seperti makan, berobat,dan berusaha. Jika kita meyakini yang memberikan ijabah adalah wali atau yang memberikan kesuksesan adalah ulama, yang menaikan jabatan adalah atasan, yang memberikan pekerjaan adalah ijasah/keahlian kita, maka itu semua akan menyebabkan kita kufur. Maka ahli sunnah waljama’ah berpendapat bahwa kita meyakini semua dari Allah akan tetapi ada syariat, sebab dan wasilahnya,semua itu adalah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, dan termasuk Sunnatullah yang tidak bisa dirubah….
Dalam shahih Bukhari, Anas bin Malik RA menceritakan, bahwa dahulu jika terjadi paceklik “Umar bin Khaththab RA” meminta hujan kepada Allah SWT dengan bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthalib. Sayyidina Umar berkata dalam Doanya:
“Ya Allah, sesungguhnya dahulu ketika berdo’a kami bertawassul dengan Nabi-Mu, engkaupun menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang kami berdoa kepada-Mu dengan bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. (HR Bukhari).
Betul, tawassul pada selain NABI seperti para AULIYA’ DAN SHALIHIN hukumnya boleh asalkan tidak berkeyaqinan bahwa orang yang dijadikan tawassul punya pengaruh, karena yang memberi manfa’at dan bahaya hanya ALLAH.
Sedangkan bila dalam tawassul tersebut mempercayai bahwa orang yang dijadikan tawassul punya pengaruh maka tidak boleh / kufur. [Jen Mustatir Al Miski, Maman Fathur Rohman, Ghufron Bkl, Maz ‘Athok].
LINK ASAL :