Pertanyaan:
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Mohon maaf sebelumnya Mohon bantuan jawabannya. BUKAN UNTUK DITIRU, TAPI DIPAHAMI SESUAI HUKUM ISLAM :
Si A ingin memajukan usahanya, dan berinisiatif meminjam uang pada si B 1.000.000. Sebagai tambahan modal.Si B memberi hutang dengan HP seharga 1.000.000. Dan bilang agar si A menjualnya. Si A menerima HP itu sebagai hutang 1.000.000. Si A ingin menjual HP tersebut. namun setelah berkeliling beberapa hari si A tidak kunjung menemui pembeli. Setelah 10 hari, bertemulah si A dan si B. Dan setelah si A bercerita tentang tidak menemukan pembeli HP. Karena kasihan, Akhirnya si B bersedia membeli HP tersebut dengan harga 800.000. Dan si A menjual HP tersebut pada si B. dengan harga 800.000. Sampai keesokan hari, si A tidak sempat menggunakan uang 800.000 itu. Dan kebetulan si B mendatangi si A untuk menagih hutang. Dengan terpaksa si A melunasi separuh dari hutangnya itu yaitu 500.000. Sehingga si A mempunyai hutang 500.000 Bolehkah transaksi seperti di atas ? Jika tidak kenapa ? Terima kasih. [Ibnu Al-Ihsany].
Sama tidak dengan praktek begini? si A hutang hp pada si B dengan dihargai 1 juta, dengan tempo 1 th. karna yang dibutuhkan si A adalah duit nya. maka si menjual hp tersebut pada si B lagi, dan oleh si B hp tersebut dibeli 800 ribu (hutang pokok tetap 1 juta) apakah sah aqad seperti itu, maka jawabnya sah, dengann catatan aqad nya dipisah antara pas mau ngutang, dan pas mau jual, dalam artian aqad nya seperti ini.. hp kamu saya hutang 1 tahun 1 juta, ok, sah, setelah serahterima maka mengadakan aqad lagi, hp saya ini saya jual sama kamu (B) kamu berani berapa? si B bilang 800 ribu. si A ok lalu terjadi serah terima, maka hukumnya sah, yang pertama masuk pada qirad, yang ke 2 masuk pada aqad buyu’ yang sah. [Ulilalbab Hafas].
Ya, mirip, cuma bedanya aqad yang kedua Si B yang langsung menawarkan untuk membeli dengan harga 800.000.
Jawaban atas pertanyaan
Wa’alaikum salam Wr. Wb
Praktek di atas adalah Bai’u al-‘Inah (menjual kembali barang yang sudah dibeli secara berhutang kepada pemilik barang yang semula menghutanginya). Mengenai transaksi model begini Imam Syaf’i berpendapat boleh (sah) seraya makruh. Sedangkan Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad berpendapat tidak boleh. Wallohu a’lam. [Brojol Gemblung].
الميزان الكبرى الجزء الثاني ص 70 :
ومن ذلك قول الشافعي بجواز بيع العينة مع الكراهة ـــ إلى أن قال ـــ مع قول أبي حنيفة ومالك وأحمد بعدم جواز ذلك. إهـ
الأنوار الجزء الثاني ص 229 :
وليست العينة من المناهي المحرمة ولا المكروهة إن لم يعتد، وهي أن يبيع شياء مؤجلا ويقبضه ثم يشتريه نقدا بأقل من ذلك. إهـ
ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﻭﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻤﻔﺘﻴﻦ 3/419 :
ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻨﺎﻫﻲ ﺑﻴﻊ ﺍﻟﻌﻴﻨﺔ – ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﻬﻤﻠﺔ ﻭﺑﻌﺪ ﺍﻟﻴﺎﺀ ﻧﻮﻥ – ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻊ ﻏﻴﺮﻩ ﺷﻴﺌﺎ ﺑﺜﻤﻦ ﻣﺆﺟﻞ ، ﻭﻳﺴﻠﻤﻪ ﺇﻟﻴﻪ ، ﺛﻢ ﻳﺸﺘﺮﻳﻪ ﻗﺒﻞ ﻗﺒﺾ ﺍﻟﺜﻤﻦ ﺑﺄﻗﻞ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺜﻤﻦ ﻧﻘﺪﺍ . ﻭﻛﺬﺍ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻊ ﺑﺜﻤﻦ ﻧﻘﺪﺍ ﻭﻳﺸﺘﺮﻱ ﺑﺄﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﺟﻞ ، ﺳﻮﺍﺀ ﻗﺒﺾ ﺍﻟﺜﻤﻦ ﺍﻷﻭﻝ ، ﺃﻡ ﻻ ، ﻭﺳﻮﺍﺀ ﺻﺎﺭﺕ ﺍﻟﻌﻴﻦﺓ ﻋﺎﺩﺓ ﻟﻪ ﻏﺎﻟﺒﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ، ﺃﻡ ﻻ . ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻓﻲ ﻛﺘﺐ ﺍﻷﺻﺤﺎﺏ ، ﻭﺃﻓﺘﻰ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﺃﺑﻮ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﺍﻻﺳﻔﺮﺍﻳﻴﻨﻲ ، ﻭﺍﻟﺸﻴﺦ ﺃﺑﻮ ﻣﺤﻤﺪ : ﺑﺄﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﺻﺎﺭ ﻋﺎﺩﺓ ﻟﻪ ، ﺻﺎﺭ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻛﺎﻟﻤﺸﺮﻭﻁ ﻓﻲ ﺍﻷﻭﻝ ، ﻓﻴﺒﻄﻼﻥ ﺟﻤﻴﻌﺎ .
Wallohu a’lam. Semoga bermanfaat.
Sumber Baca Disini
Silahkan baca juga artikel terkait.