901. MAKALAH: Kita Tidak Perlu Khawatir Lagi Akan Bid’ah

Kaum muslim pada generasi sekarang seharusnya tidak perlu khawatir lagi akan bid’ah. Tidak perlu lagi membicarakan tentang bid’ah. Sungguh keterlaluan mereka yang menghujat saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah , karena mengatakan saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah sama saja telah mengkafirkannya. Hal ini telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/15/seluruhnya-ibadah/ atau pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/03/ahli-bidah-sebenarnya/
Dalam beberapa tulisan sebelumnya telah kami sampaikan tentang empat gerakan yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi dalam rangka ghazwul fikri (perang pemahaman) melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan atau melalui ulama yang “dibentuk” atau dipengaruhi oleh mereka yakni
1. Paham anti mazhab, umat muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab
2. Pemahaman secara ilmiah, umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan metodologi “terjemahkan saja”  hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminologis) namun kurang memperhatikan  nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll
3. Paham anti tasawuf untuk merusak akhlak kaum muslim karena tasawuf adalah tentang Ihsan atau jalan menuju muslim yang Ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah.
4. Paham Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme (SEPILIS) disusupkan kepada umat muslim yang mengikuti pendidikan di “barat”
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Mereka yang menyibukkan diri  mendiskusikan, membahas tentang bid’ah atau dalam kutbah jum’at masih menyampaikan “Kullu bid’atin dholalah” , boleh jadi karena mereka korban fitnah atau ghazwul fikri (perang pemahaman) alias hasutan yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi untuk tidak mempercayai hasil jerih payah pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat.
Mereka menyibukkan diri dengan mengulangi kembali apa yang telah dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat namun sayangnya mereka belum berkompetensi seperti kompetensi Imam Mazhab yang empat dan bahan ijtihad mereka terbatas pada hadits yang telah dibukukan sedangkan kita tahu bahwa hadits yang telah dibukukan hanya sebagian saja dan sebagian lagi dalam bentuk hafalan para penghafal hadits yang tidak lagi kita dapat temukan. Hadits-hadits yang  tidak dibukukan merupakan bagian bahan ijtihad dan istinbat para Imam Mazhab yang empat.
Timbul kekhawatiran akan bid’ah dikarenakan mereka “menelusuri” kembali masa generasi Salafush Sholeh. Kekhawatiran terhadap bid’ah pada generasi  Salafush Sholeh  adalah ketika itu perkara syariat belum lagi dibukukan. Para Imam Mazhab yang empat lah yang menelusuri Al Qur’an dan mengumpulkan hadits-hadits dan berijtihad dengannya sehingga dapat menetapkannya kedalam 5 hukum perkara (istinbat) yakni wajib (fardhu), sunnah (mandub), haram, makruh, mubah.
Pada masa sekarang tidak ada lagi yang perlu ditelusuri dalam masalah perkara syariat yakni syarat sebagai hamba Allah meliputi menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa).
Tidak ada lagi yang perlu ditelusuri untuk ditetapkan sebagai kewajibanNya (ditinggalkan berdosa). Fatwa-fatwa yang timbul pada masa kini adalah dalam perkara larangan (dikerjakan berdosa) dan pengharaman (dikerjakan berdosa) itupun merupakan turunan dari apa yang telah ditetapkanNya.
Setelah para Imam Mazhab yang empat menyampaikan ijtihad dan istinbat mereka dalam kitab fiqih maka tidak perlu lagi buang-buang waktu diskusi, ceramah atau khutbah membahas tentang bid’ah.
Imam Mazhab yang Empat telah menguraikan dalam kitab fiqih, batas agama atau perkara syariat  yakni apa saja kewajibanNya (ditinggalkan berdosa) yang harus dijalankan oleh seorang muslim dan apa saja laranganNya (dikerjakan berdosa) dan apa saja yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa) yang harus dijauhi seorang muslim.
Kita tidak perlu mengulangi lagi apa yang dtelah dilakukan oleh Imam Mazhab yang empat. Kita hanya tinggal menjalankan saja segala perkara syariat yang telah dijabarkan oleh Imam Mazhab yang empat, segala perkara yang wajib dijalankan dan wajib dijauhi mulai kita bangun tidur sampai tidur kembali,
Jika menghadapi sesuatu yang baru atau sesuatu yang tidak pernah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah dan diluar  amall ketaatan atau diluar perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) atau perkara diluar dari apa yang telah diwajibkanNya, pegangan kita adalah jika tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits maka termasuk amal kebaikan dan sebaliknya jika bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits maka termasuk keburukan (sayyiah).
Imam Asy Syafi’i ~rahimahullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)
Bahkan al- Imam Nawawi membaginya dalam 5 status hukum.
أن البدع خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة
“Sesungguhnya bid’ah terbagi menjadi 5 macam ; bid’ah yang wajib, mandzubah (sunnah), muharramah (bid’ah yang haram), makruhah (bid’ah yang makruh), dan mubahah (mubah)” [Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim, Juz 7, hal 105]
Bermacam-macam matan/lafaz sholawat, matan/lafaz dzikir, untaian doa dan dzikir (ratib) walaupun tidak pernah dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah, selama matan/lafaznya tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka hal itu perkara baru (bid’ah) yang mahmudah / hasanah.
Amal kebaikan atau amal sholeh yang mereka perbincangkan telah diuraikan dalam beberapa tulisan.
Bahkan kitapun dapat mendatangi Rasulullah dan mendapatkan untaian doa dan dzikir dari Beliau atas izin Allah Azza wa Jalla dengan sarana yang dikehendakiNya seperti melalui mimpi. Sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/16/suasana-bathin/
Dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/15/seluruhnya-ibadah/ telah kami sampaikan bahwa seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala karena itulah tujuan kita diciptakanNya.
Firman Allah ta’ala yang artinya
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan atau perkara syariat adalah ibadah yang menjadi syarat sebagai hamba Allah yakni menjalankan kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi larangaNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal ketaatan = perkara syariat = urusan agama = “urusan kami” yakni perintahNya  dan laranganNya
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, , “sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Agama telah sempurna atau telah selesai segala perkara yang ditetapkanNya atau diwajibkanNya atau telah selesai segala perkara yang wajib dijalankan manusia dan wajib dijauhi manusia ketika Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam di utus.
Kami menyampaikan kategorisasi ibadah kedalam amal ketaatan dan amal kebaikan berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh para Imam Mazhab yang empat. Mereka umumnya mengkategorisasikannya kedalam 5 hukum perkara yakni wajib (fardhu), sunnah (mandub), haram, makruh, mubah. Lebih detail lagi ada fardu ‘ain, fardu kifayah, sunnah muakad, sunnah ghairu muakad, dan sebagainya. Semua itu kami kerucutkan menjadi dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan.
Kategorisasi yang kami sampaikan ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla dalam beberapa ayat yang semakna, contohnya yang artinya,
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (QS Al Baqarah [2]:110)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Al Baqarah [2]: 277)
Allah Azza wa Jalla menyampaikan amal ketaatan meliputi orang-orang beriman yang menjalankan kewajiban mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan melakukan amal kebaikan (amal shaleh)
Begitupula dengan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah, contohnya
Beliau menjawab: ‘Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung silaturrahim dengan keluarga.“ Ketika dia pamit maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintahkan kepadanya niscaya dia masuk surga’. Dan dalam suatu riwayat Ibnu Abu Syaibah, Jika dia berpegang teguh dengannya. (HR Muslim 15)
Amal ketaatan yangi dicontohkan oleh Rasulullah adalah mendirikan sholat, menunaikan zakat dan amal kebaikan yang dicontohkan adalah menyambung silaturrahim dengan keluarga.
Orang yang menjalankan amal ketaatan atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imron [3]:31 )
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
“dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalankan amal kebaikan atau mereka yang mengungkapkan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Muslim yang menjalankan amal ketaatan (muslim yang beriman) dan menjalankan amal kebaikan (muslim yang sholeh) niscaya mereka akan masuk surga
Balasan bagi muslim yang menjalakan amal ketaatan (orang beriman) dan menjalankan amal kebaikan (beramal saleh) sebagaimana yang disampaikan firmanNya yang artinya
[2:82] Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
[4:122] Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah
[11:23] Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga; mereka kekal di dalamnya
Janji Allah ta’ala bagi mereka yang beriman (mukmin) dan mengerjakan amal saleh, masuk surga tanpa hisab
“….Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Al Mu’min [40]:40 )
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (QS An Nisaa’ [4]:124 )
Amal ketaatan adalah segala perkara atau ibadah yang diwajibkanNya yakni wajib dijalankan (ditinggalkan berdosa) dan wajib dijauhi (dikerjakan berdosa)
Amal kebaikan adalah perkara yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan dan banyak macam amal kebaikan dan boleh kita pilih mana yang kita akan lakukan
Dalam sebuah haditas Qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (amal ketaatan), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia” (HR Muslim 6021) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=61&ayatno=89&action=display&option=com_bukhari
Bilal ra memperjalankan dirinya kepada Allah ta’ala atau mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan amal kebaikan berupa selalu menjaga wudhunya dan menjalankan sholat selain sholat yang telah diwajibkan (selain sholat dalam amal ketaatan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal ketika shalat Shubuh: “Hai Bilal, katakanlah Kepadaku apakah amalanmu yang paling besar pahalanya yang pernah kamu kerjakan dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar derap sandalmu di dalam surga? ‘ Bilal menjawab; ‘Ya Rasulullah, sungguh saya tidak mengerjakan amal perbuatan yang paling besar pahalanya dalam Islam selain saya bersuci dengan sempurna, baik itu pada waktu malam ataupun siang hari. lalu dengannya saya mengerjakan shalat selain shalat yang telah diwajibkan Allah kepada saya.” (HR Muslim 4497) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=109&action=display&option=com_muslim
Jadi tidak perlu lagi berteriak “berantas bid’ah”, “tegakkan syariat”
Ulama sufi, Syaikh Ibnu Athoillah mengatakanJanganlah kamu merasa bahwa tanpamu Syariat Islam tak kan tegak. Syariat Islam telah tegak bahkan sebelum kamu ada.  Syariat Islam tak membutuhkanmu, kaulah yg butuh pada Syariat Islam”
Syariat Islam telah tegak oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan telah diuraikan oleh para ahli fikih yang dipimpin oleh pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid mutlak) alias Imam Mazhab yang empat sehingga sudah jelas bagi kaum muslim batasan agama atau perkara syariat atau amal ketaatan. 
Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensive atau tidak menyeluruh sehingga kaum muslim mencukupkannya pada Imam Mazhab yang empat.
Oleh karenanya para hakim agama, para mufti  atau mereka yang akan berfatwa sebaiknya berpegang pada pendapat atau pemahaman Imam Mazhab yang empat sebagaimana yang dicontohkan oleh mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana contoh yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Andaikan Niqab ( Cadar / Purdah)  sebuah perkara syariat atau kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa maka akan bertentangan dengan larangan menutup muka ketika ihram bagi kaum wanita. Adalah hal yang mustahil dalam perkara syariat ada yang saling bertentangan.
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Mufti Profesor Doktor Ali Jum`ah menegaskan : ” bawah fatwa yang di keluarkan oleh Lembaga Fatwa Mesir dan Lembaga Riset Islam yang terdiri dari ulama besar di seluruh dunia menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan termasuk auratnya perempuan, sebagaimana juga pendapat mayoritas ulama islam dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Imam Mardawi al-Hanbali mengatakan bahwa pendapat yang sahih didalam mazhab Hanbali adalah muka dan telapak tangan tidak termasuk aurat “.
Mufti melanjutkan : ” Bahwa fatwa ini bukan saja dimulai oleh mereka, bahkan Imam Auza`i, Imam Abu Tsur , Atha`, Ikrimah, Sa`id bin Jubair, Abu Sya`tsa`, ad-Dhahak, Ibrahim an-Nakha`i juga berpendapat seperti itu, sementara diantara para sahabat yang berpendapat seperti itu adalah Umar, Ibnu Abbas,
Dan Mufti juga menegaskan bahwa pemakaian Niqab merupakan satu kebiasaan menurut mayoritas ulama, hal ini merupakan kebebasan seseorang yang ingin memakainya atau tidak memakainya, kecuali jika bersangkut paut dengan adriministarasi seperti membuat pasport, kartu kependudukkan, identitas diri, bekerja di lembaga kesehatan, unit keamanan dan sebagianya maka boleh bagi pemerintah melarang menggunakan Niqab ketika urusan tersebut dilaksanakan”.
Mufti menambahkan : ” Beginilah keputusan ulama umat dari zaman dahulu sampai sekarang jika bersangkut paut sesuatu yang Mubah (boleh) maka negara boleh membatasinya sesuai dengan maslahah dan mudhrat .
Keputusan mufti  Profesor Doktor Ali Jum`ah  yang berpegang kepada imam/pemimpin ijitihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat  diperangi oleh “orang-orang beriman” yang  mengada-adakan dalam urusan agama yakni mengada-adakan kewajiban yang tidak diwajibkanNya, mengada-adakan larangan yang tidak dilarangNya, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya.  Keadaan seperti ini telah disampaikan oleh Rasulullah.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-adakan di dalam agama (mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah telah menyampaikan ciri-ciri mereka yang tidak lagi mentaati imam, kesepakatan jumhur ulama (as-sawad al a’zham).  Mereka yang membentuk sekte, pemahaman mereka yang keluar dari pemahaman jumhur ulama.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir telah menceritakan kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani, ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan; Orang-orang bertanya Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu sendiri.
Maka aku bertanya ‘Hai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi?
Nabi menjawab ‘Tentu’.
Saya bertanya ‘Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi?
‘Tentu’ Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan.
Saya bertanya ‘Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu?
Nabi menjawab ‘Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.
Saya bertanya ‘Adakah steelah kebaikan itu ada keburukan?
Nabi menjawab ‘O iya,,,,, ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu.
Aku bertanya ‘Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!
Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita.
Saya bertanya ‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?
Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka!
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu.
(Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Ciri-ciri mereka yang membentuk sekte, pemahamannya menyelisihi pemahaman jumhur ulama dicirikan oleh Rasulullah dengan perkataan,Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita
Berkata Ibnu Hajar rohimahulloh dalam Fathul Bari XIII/36: “Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab”.
Sedangkan Al Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya berarti penutup badan. Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim yang artinya “Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia” (Riwayat Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah memerintahkan kita untuk meninggalkan sekte (sempalan) , pemahaman yang menyelisihi pemahaman jumhur ulama dan berpegang pada pemahaman jumhur ulama sebagaimana hadits yang lain
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (pemahaman jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Kita paham bahwa yang berselisih pemahaman adalah para ulama , oleh karenanya sunnah Rasulullah adalah mengikuti as-sawad al a’zham atau mengikuti pemahaman jumhur ulama atau mengikuti pemahaman berdasarkan kesepakatan banyak ulama.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah Sawadul A’dzam.
Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jamaah, karena Alloh tidak akan mengumpulkan umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.
Oleh karenanya sebaiknya isi kutbah / ceramah adalah bagaimana kita memperjalankan diri hingga sampai (wushul) pada Allah Azza wa Jalla atau mendekatkan diri kepadaNya. Bagaimana mengupayakan agar umat muslim dapat selalu merasa diawasi/dilihat oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik adalah bagaimana mengupayakan agar umat muslim dapat melihat Allah ta’ala dengan hati atau dengan kata lain bagaimana mengupayakan umat muslim berakhlak baik, berakhlak baik terhadap Allah Azza wa Jalla dan berakhlak baik terhadap sesama manusia dan ciptaanNya yang lain.
Mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Wassalam
 
Zon di Jonggol,  Kab Bogor 16830

Pos terkait