921. MAKALAH : Bukti pemahaman mereka berdasarkan akal pikiran mereka sendiri

Apakah mereka bisa bersatu menegakkan ukhuwah Islamiyah ?
Mengapa diantara mereka saling mensesatkan atau saling mentahdzir ?
Apakah benar mereka mengikuti Rasulullah maupun Salafush Sholeh ?
Silahkan simak informasi seputar perselisihan diantara mereka
*****awal kutipan*****
Komentar 01:  Apakah para pencela itu ingin menghalangi umat ini dari manhaj Salafush Sholeh ? Siapakah anta wahai para pencela sunnah ? Apa yang telah kalian berikan kepada ummat Islam ? Semoga Allah menjaga radio rodja beserta orang-orang yang berusaha mengajak ummat Islam kepada sunnah
Komentar 02 :  Mereka memulyakan benda mati (maksudnya radio rodja) sangat berlebihan, salah satu bentuk perbuatan mendekati kekufuran.
*****akhir kutipan*****
Apa yang dialami oleh mereka membuktikan bahwa  apa yang mereka pahami adalah semata-mata berdasarkan akal pikiran mereka sendiri sehingga saling bertentangan satu dengan yang lainnya
Andaikan apa yang dipahami oleh mereka bersumber dari lisannya ulama-ulama yang sholeh yang tersambung kepada lisannya Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pastilah tidak akan bertentangan karena apa yang disampaikan oleh Rasulullah adalah apa yang diwahyukanNya dan seluruh yang berasal dari Allah Azza wa Jalla , pastilah tidak bertentangan
Al Qur’an adalah firmanNya yang disampaikan melalui malaikat Jibril.
As Sunnah adalah apa yang diwahyukanNya.
Hadits Qudsi adalah firmanNya yang disampaikan dengan redaksi/matan berasal dari Rasululah
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/19/ciri-ciri-mereka/   dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/18/ciri-ulama-berselisih/ tentang ciri-ciri mereka, salah satunya adalah ada diantara mereka mengada-ada atau membuat perkara baru (bid’ah) dalam perkara larangan maupun kewajiban berdasarkan akal pikiran mereka sendiri.
Mereka membuat-buat larangan yang tidak pernah dilarang oleh Allah Azza wa Jalla maupun oleh RasulNya. Mereka membuat larangan berdasarkan kaidah yang tidak berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya). Kesalahpahaman kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya” (Hadits riwayat Ath-Thabarani). Hadits selengkapnya merupakan kenyataan yang kita alami pada zaman kini sebagai berikut
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di masa kemudian akan ada peperangan di antara orang-orang yang beriman.” Seorang Sahabat bertanya: “Mengapa kita (orang-orang yang beriman) memerangi orang yang beriman, yang mereka itu sama berkata: ‘Kami telah beriman’.” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ya, karena mengada-adakan di dalam agama (mengada-ada dalam perkara yang merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya yakni perkara kewajiban, larangan dan pengharaman) , apabila mereka mengerjakan agama dengan pemahaman berdasarkan akal pikiran, padahal di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Mereka “memerangi” orang beriman sebagaimana yang dialami oleh mufti mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana  yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/
Selain perselisihan mereka dikarenakan pemahaman mereka berdasarkan akal pikiran mereka sendiri atau pemahaman mereka mengikuti para ulama-ulama yang bersandarkan pada belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri (pemahaman secara ilmiah) juga dikarenakan mereka tidak menjalankan tasawuf dalam Islam atau tidak memperjalankan diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla
Dalam suatu riwayat. ”Qoola a’liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi”. artinya; “Ali Bin Abi Thalib berkata; “aku bertanya kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah? “Rasullulah menjawab; “dzikrulah.”
Dzikrullah yang memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla atau jalan (tharikat) menedekatkan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla.   Jalan mengikuti jalan (tharikat) Rasulullah melalui maqam-maqam hakikat hingga sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla atau mencapai muslim yang berma’rifat, muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah sebagaimana tujuan Rasulullah diutus oleh Allah Azza wa Jalla 
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Indikator telah bertauhid, beri’tiqod, berakidah, beragama yang baik dan benar adalah berakhlakul karimah
Urutannya adalah  Ilmu -> Amal -> Akhlak
Amal berdasarkan ilmu berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah
Amal yang sering diperbuat akan membentuk akhlak yang baik, maka jadilah mereka ulama yang berakhlak baik, ulama sholeh atau alim ulama. Ulama sholeh semakin berilmu dan beramal maka mereka semakin merunduk (tawadu) bagaikan padi yang berisi.
Hal itu sesuai urutannya dengan
Muslim -> Mukmin -> Muhsin
Muslim adalah minimal manusia yang telah bersyahadat
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau perkara syariat (syarat hamba Allah) atau “bukti cinta” adalah disebut orang beriman (mukmin)
Firman Allah ta’ala yang artinya
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imron [3]:31 )
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS Ali Imron [3]:32 )
dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS Al Anfaal [8]:1 )
Muslim yang menjalankan amal ketaatan atau muslim yang beriman (mukmin) dan menjalankan amal kebaikan atau mereka yang mengungkapkan cintanya kepada Allah Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah disebut muhsin / muhsinin, muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau sholihin.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Inilah ayat-ayat Al Qura’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi muhsinin (orang-orang yang berbuat kebaikan), (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS Lukman [31]:2-5)
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifat.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=2&ayatno=3&action=display&option=com_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim yang telah mencapai Ihsan atau muslim yang telah berma’rifat, minimal mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Tentang Ihsan dikupas dan dijabarkan oleh tasawuf dalam Islam
Tasawuf dalam Islam adalah jalan (thariqat) untuk mencapai muslim yang Ihsan atau muslim yang berma’rifat
Tasawuf hanyalah sebuah istilah. Memang istilah ini ditemukan dalam keyakinan kaum non muslim dan semua sepakat bahwa tasawuf adalah istilah untuk cara/jalan mengenal atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Tasawuf dalam Islam adalah thariqat (jalan) untuk mencapai muslim yang Ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah. Sejak dahulu kala di perguruan tinggi Islam, tasawuf adalah pendidikan akhlak.
Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak & Tasawuf, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menceritakan kisah sedih pendidikan akhlak dalam sistem pendidikan. Ia merupakan dilema, antara jauhnya standar akhlak menurut kualitas hidup sufi, dengan angkuhnya sistem pendidikan. Dilema sistemik ini dipersedih oleh fakta bahwa para gurupun ternyata jauh dari standar akhlak, dalam sebuah ruang kelas, dimana para murid hanya mencari coretan nilai, atau sebatas titik absensi. Selengkapnya dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/
Rasulullah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra, “Ya Mu`adz bin Jabal ma min ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadanrasullullahi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “,
Ya Mu’adz bin Jabal, tak ada satu orang pun yang bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Allah yang ucapan itu betul-betul keluar dari kalbunya yang suci kecuali Allah mengharamkan orang tersebut masuk neraka.” (H.R. Bukhari dan Muslim
Jika seseorang bersyahadat sidqan min qalbihi, betul-betul keluar dari qalbunya atau merasuk kedalam qalbunya maka dia akan tidak masuk ke neraka karena “hati” nya akan menggerakkannya untuk mentaati Allah ta’ala dan RasulNya, melaksanakan perkara syariat (syarat sebagai hamba Allah) yakni menjalankan segala kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi segala laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi segala apa yang diharamkanNya (dikerjakan berdosa) serta mereka memperjalankan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala, sehingga sebenar-benarnya menyaksikan (melihat) Allah dengan hati dan mereka mencapai muslim yang Ihsan, muslim berma’rifat.
Imam Al Qusyairi mengatakan bahwa, “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan, “Sesungguhnya yang terhalang adalah anda, hai kawan. Karena anda sebagai manusia menyandang sifat jasad, sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila anda ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri anda, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaikinya, karena itu-lah sebagai penghalang anda. Mengobatinya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaikinya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan“.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya.
Semua banungan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.
Nasehat Syaikh Ibnu Athoillah, “Seandainya Anda tidak dapat sampai / berjumpa kehadhirat Allah, sebelum Anda menghapuskan dosa-dosa kejahatan dan noda-noda keangkuhan yang melekat pada diri anda, tentulah anda tidak mungkin sampai kepada-Nya selamanyaTetapi apabila Allah menghendaki agar anda dapat berjumpa denganNya , maka Allah akan menutupi sifat-sifatmu dengan sifat-sifat Kemahasucian-Nya , kekuranganmu dengan Kemahasempurnaan-Nya.
Allah Ta’ala menerima engkau dengan apa yang Dia (Allah) karuniakan kepadamu, bukan karena amal perbuatanmu sendiri yang engkau hadapkan kepada-Nya.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan
Mereka yang memperjalankan diri kepada Allah Azza wa Jlla  adalah mereka yang membersihkan hati (tazkiyatun nafs) yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang tercela (takhalli) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (tahalli) yang selanjutnya beroleh kenyataan Tuhan (tajjalli) atau mencapai muslim yang berma’rifat atau melihat Rabb dengan hatinya.
Manusia terhalang  atau menghijabi dirinya sehingga tidak dapat  melihat Rabb dengan hatinya adalah karena dosa mereka. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati (ketiadaan cahaya), sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari melihat Allah.  Inilah yang dinamakan buta mata hati.
Sebagaimana firman Allah ta’ala  yang artinya,
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Ingin bertasawuf silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/tips-bertasawuf/
Namun hal yang harus diingat, sebelum bertasawuf penuhi dahulu perkara syariat, syarat sebagai hamba Allah yakni menjalankan segala kewajibanNya (ditinggalkan berdosa), menjauhi laranganNya (dikerjakan berdosa) dan menjauhi apa yang telah diharamkanNya (dikerjakan berdosa)
Apakah amalan atau praktek dasar tasawuf dalam Islam ?
Untuk mencapai kondisi minimal muslim yang Ihsan , yakni selalu merasa diawasi/dilihat oleh Allah Azza wa Jalla. Dia yang tidak tidur , tiga diantara amal-amal yang harus dilaksanakan adalah
1. Setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan, yakinlah bahwa Allah ta’ala melihat kita dan Dia tidak tidur maka kita akan bersikap dan melakukan perbuatan yang dicintaiNya
2. Setiap kita mendapatkan permasalahan/cobaan , segera ingat bahwa permasalahan/cobaan tersebut dalam pengaturan Allah Azza wa Jalla maka kita menghadapi permasalahan/cobaan tersebut dengan sikap dan perbuatan yang dicintaiNya
3. Setiap kita mendapatkan kenikmatan, segera ingat bahwa kenikmatan tersebut berasal dariNya sehingga kita melakukan perbuatan yang dicintaiNya yakni segera bersyukur kepadaNya
Sikap dan perbuatan yang dicintaiNya adalah yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Cara mudah untuk mengetahui sikap dan perbuatan yang dicintaiNya dengan mempergunakan akal qalbu (hati) karena hati tidak pernah berdusta.
Firman Allah ta’ala yang artinya, ‘Fu’aad (hati) tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya’ (QS An Najm [53]:11).
Wabishah bin Ma’bad r.a. berkata: Saya datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Saya menjawab, “Benar.”Beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa-apa yang menenteramkan jiwa dan hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberi fatwa yang membenarkanmu.”   hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ad-Darami dengan sanad hasan
Nawas bin Sam’an r.a. meriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang lain melihatnya. “(Diriwayatkan oleh Imam Muslim).
Setiap jiwa atau akal qalbu (hati) manusia telah diilhamkan pilihan baik dan buruk, haq dan bathil.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10 )
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. (QS As Syams [91]:8 )
Ketidakmampuan manusia menggunakan akal qalbu (hati) atau ketidakmampuan manusia menggunakan ilham yang telah dihujamkan kedalam hati mereka dikarenakan keadaan hati mereka. Semakin mereka berlumur dosa maka ketiadaan cahayaNya pada hati mereka , menuju kegelapan , kehinaan sehingga mereka buta hatinya
Firman Allah ta’ala yang artinya,
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur [24]:35)
Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS An Nuur [24]:40 )
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az Zumar [39]:22)
Manusia sebagai makhluk yang mulia dengan dikaruniakan akal (qalbu) dan akan mendapatkan kemuliaan (An Nuur) atau “naik” jika manusia mempergunakan akal (qalbu) di jalan Allah ta’ala dan RasulNya atau mempergunakan akal (qalbu) untuk mengikuti cahayaNya atau petunjukNya dan sebaliknya akan mendapatkan kehinaan (An Naar) atau “jatuh” jika manusia tidak mempergunakan akalnya atau memperturutkan hawa nafsu.
Firman Allah ta’ala yang artinya
…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Mengikuti atau memperturutkan hawa nafsu = tidak mengikuti petunjukNya atau tersesat dari jalan Allah, menuju kegelapan atau ketiadaan cahayaNya
Manusia yang mendapat kemuliaan atau yang kembali ke sisi Allah yang Maha Mulia adalah Mereka yang mengikuti cahayaNya atau petunjukNya  yakni mereka yang mempergunakan akal (qalbu) di jalan Allah dan RasulNya atau dengan kata lain adalah manusia yang bertaqwa.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (Al-Hujuraat [49]: 13 )
Indikator manusia bertaqwa adalah berakhlakul karimah
Mereka yang mulia dan di sisi Allah Azza wa Jalla, mereka yang istiqomah di jalan yang lurus, mereka yang telah diberi ni’mat , mereka hanyalah terdiri dari 4 golongan manusia yakni para Nabi (yang utama adalah Rasulullah), para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya
Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Ketiga contoh amalan dasar tasawuf dalam Islam di atas termasuk dzikrullah sebagaimana Ulil Albab sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran [3] : 191)
Ulil Albab adalah yang dapat membaca ayat-ayatNya sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya pada  http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/20/bacalah-ayat-ayatnya/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Pos terkait