963. Makalah: Seharusnya mereka menjadi kiblat ilmu

Malapetaka telah terjadi, para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi yang seharusnya menjadi kiblat ilmu kaum muslim namun mereka boleh jadi terkena hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) oleh kaum Zionis Yahudi melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan atau melalui ulama yang “dibentuk” atau dipengaruhi oleh mereka.
Kaum Yahudi , pada masa kini lebih dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman
Telah dijelaskan tentang adanya kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Pada hakikatnya kaum Zionis Yahudi adalah pengikut syaitan yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla. Kaum Zionis Yahudi  berupaya menjerumuskan manusia kedalam kekufuran.
Kaum Zionis Yahudi telah berhasil mensesatkan kaum nasrani.
Salah satunya adalah Paulus (Yahudi dari Tarsus), pengikut Rasul setelah “bertobat” , yang mengubah esensi dasar kekristenan. Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang menghargai santo, termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak Paulin (bercorak Paulus). Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru. Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam menjadikan Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri alias “agama turunan”, dan bukan sebagai sekte dari Yudaisme.
Kaum Yahudi, pada zaman Rasulullah berusaha untuk mengadu domba manusia yang telah bersyahadat sehingga timbul perselisihan sebagaimana kisah suku Aus dan Khajraj.
Pada masa Jahiliyah kedua suku tersebut saling bermusuhan dan berperang selama 120 tahun. Setelah mereka memeluk Islam Allah menyatukan hati mereka sehingga mereka menjadi bersaudara dan saling menyayangi.
Ketika orang-orang Aus dan Khajraj sedang berkumpul dalam satu majlis, kemudian ada seorang Yahudi yang melalui mereka, lalu ia mengungkit-ungkit permusuhan dan peperangan mereka pada bani Bu’ats.  Maka permusuhan diantara kedua suku tersebut mulai memanas kembali, kemarahan mulai timbul, sebagian mencerca sebagian lain dan keduanya saling mengangkat senjata, lalu ketegangan tersebut disampaikan kepada Nabi shallallahu alaihi wa salam.
Kemudian Beliau mendatangi mereka untuk menenangkan dan melunakkan hati mereka, seraya bersabda: “Apakah dengan panggilan-panggilan jahiliyah, sedang aku masih berada di tengah-tengah kalian?.” Lalu beliau membacakan Ali Imron ayat 103 yang artinya, ‘Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai , dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu  maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya  agar kamu mendapat petunjuk”.  Setelah itu mereka menyesal atas apa yang telah terjadi dan berdamai kembali seraya berpeluk-pelukan dan meletakan senjata masing-masing.
Kaum Zionis Yahudi menjerumuskan kaum muslim kedalam kekufuran melalui cara mendalami Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman secara ilmiah atau pemahaman secara dzahir (pemahaman apa yang tersurat) karena mereka tidak mungkin mendapatkan pemahaman secara hikmah (pemahaman apa yang tersirat).
Pemahaman secara hikmah hanya dikaruniakan Allah kepada manusia yang dikehendakiNya
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 ).
Sedangkan kaum Zionis Yahudi bukanlah kaum yang dikehendakiNya melainkan kaum yang dimurkaiNya
Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Tujuan kaum Zionis Yahudi adalah menjadikan mereka sebagai teman dan pemimpin dunia.
Firman Allah Azza wa Jalla
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Salah satu cara fitnah/hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi agar kaum muslim terjerumus kedalam kekufuran dan timbulnya perselisihan  di antara sesama muslim adalah dengan mengangkat kembali pemahaman ala pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah.
Timbul perselisihan di antara sesama muslim dengan cara mengangkat kembali pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dalam dua sisi yang berlawanan. Sisi pertama adalah sebagaimana pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dengan ditandai mereka membenci berkelompok atau berorganisasi atau berjamaah minal muslim. Sisi kedua adalah sebagaimana pemahaman ulama Jamaludin Al-Afghany bersama muridnya ulama Muhammad Abduh dan dilanjutkan oleh ulama seperti ulama Rasjid Ridha ditandai mereka tidak membenci berkelompok atau berorganisasi atau berjama’ah minal muslimin dan dikenal dengan upaya pergerakan (harakah) atau perpolitikan (siyasi).
Contoh perselisihan diantara dua sisi pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dengan adanya fatwa ketua Lajnah Daimah, Ulama Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Salafi Wahabi) tentang Ikhwanul Muslimin, sebagaimana yang dapat kita ketahui dalam tulisan pada
Namun kedua-dua jalur pemahaman tersebut telah dihasut untuk tidak lagi metaati atau mengikuti pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat.  Mereka dihasut untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri. 
Hal serupa, kaum Zionis Yahudi menghasut kaum liberalisme untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran sendiri, yang dikatakan oleh mereka sebagai pemahaman yang menyesuaikan dengan keadaan zaman (modernisasi/pembaharuan) atau pemahaman bersifat pragmatis (kepentingan). Sebagaimana contoh diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/28/mengangkat-taimiyah/ 
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Para penguasa dinasti Saudi dan para ulama menyusun kurikulum pendidikan agama bekerjasama dengan Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/25/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/ 
Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani dalam makalahnya dalam pertemuan nasional dan dialog pemikiran yang kedua, 5 s.d. 9 Dzulqo’dah 1424 H di Makkah al Mukarromah, menyampaikan bahwa dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiyah (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah di Arab Saudi berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Sufiyyah (aliran–aliran tasawuf) adalah syirik dan keluar dari agama. Kutipan makalah selengkapnya ada padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/18/ekstrem-dalam-pemikiran-agama/ 
Para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi tidak lagi mengikuti pemahaman para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang  empat yang bertalaqqi (mengaji) langsung kepada Salafush Sholeh. Mereka lebih menyandarkan kepada ulama-ulama yang memahami Al Qur’an dan As Sunnah  dengan belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri (pemahaman secara ilmiah).
Para ulama telah menyampaikan bahwa jika memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan belajar sendiri (secara otodidak)  melalui cara muthola’ah (menelaah kitab) dan memahaminya dengan akal pikiran sendiri, kemungkinan besar akan berakibat negative seperti,
1. Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) , ibadah yang kehilangan ruhnya atau aspek bathin
2. Tasybihillah Bikholqihi , penyerupaan Allah dengan makhluq Nya
Ibadah fasidah (ibadah yang rusak) ditimbulkan dari kesalahpahaman misalkan kesalapahaman tentang bid’ah yang dapat menjerumuskan kedalam kekufuran sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/06/2011/11/03/ahli-bidah-sebenarnya/  atau kesalahpahaman berakibat pengingkaran hadits Rasulullah sebagaimana contoh yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/22/tidak-cukup/ 
Tasybihillah Bikholqihi , penyerupaan Allah dengan makhluq Nya berakibat terjerumus kedalam kekufuran.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat), ia kafir secara pasti.”
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Begitupula peringatan yang disampaikan oleh khataman Khulafaur Rasyidin, Imam Sayyidina Ali ra dalam riwayat berikut,
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’allim Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi).
Ulama-ulama terdahulu juga telah memperingatkan agar menghindari kitab-kitab ulama Ibnu Taimiyyah karena pemahamannya telah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang Empat, sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf   maupun padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/07/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ 
Begitu juga ulama-ulama negeri kita telah memperingatkan kita untuk meninggalkan pemahaman Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya seperti contohnya Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.  Menurut Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim al Jauziah dan Muhammad bin Abdul Wahhab telah keluar daripada pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah dan dan menyalahi pemahaman para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab. Antara lain tulisannya ialah ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ dan lain-lain.
Kaum Zionis Yahudi menghasut (ghazwul fikri) kaum muslim agar  berijtihad masing-masing terhadap Al Qur’an dan Hadits tanpa memperdulikan kompetensi, dipergunakanlah semangat ” mendobrak” pintu ijtihad  ala ulama Ibnu Taimiyah walaupun beliau tidak dikenal sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Mereka merasa mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka tidak lebih dari mengikuti pemahaman ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah , ulama Ibnu Qoyyim Al Jauziah (pengikut Ibnu Taimiyyah), ulama Muhammad bin Abdul Wahhab (pengikut Ibnu Taimiyyah, pendiri sekte Wahabi) dan seperti ulama Al Albani (pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab) dan para pengikutnya.
Hal yang harus kita ingat bahwa mereka bukanlah pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) sehingga pemahaman mereka tidaklah patut diikuti
Bahkan ulama Al Albani (pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab)  ada mengingkari hadits sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/22/tidak-cukup/   dan pengingkarannya terhadap hadits-hadits lain diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/04/inilahahlussunnahwaljamaah.pdf 
Pada hakikatnya mereka mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah sebagaimana ulama Muhammad bin Abdul Wahhab sebagaimana yang diriwayatkan dalam tulisan pada http://arisandi.com/?p=964  berikut kutipannya
    ***awal kutipan****
     Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal.
    Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bagaikan duplikat(salinan) Ibnu Taimiyah. Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanya telah ditebus dengan kejayaan Ibnu `Abdul Wahab yang hidup pada abad ke 12 Hijriyah itu.
    Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadith danmusthalahnya, fiqh dan usul fiqhnya, gramatika (ilmu qawa’id) dan tidak ketinggalan pula lughatnya semua.
    Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan.
     ****akhir kutipan*****
Memang  ulama Ibnu Taimiyyah membaca Al Qur’an , Tafsir bil Matsur, Hadits Shohih, Sunan, Musnad, lalu ulama Ibnu Taimiyyah pun berjtihad dengan pendapat beliau.
Apa yang ulama Ibnu Taimiyyah katakan tentang kitab-kitab tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu beliau sendiri.
Sumbernya memang Al Quran dan As Sunnah, tapi apa yang ulama Ibnu Taimiyyah sampaikan semata-mata lahir dari kepala beliau sendiri. Setiap upaya pemahaman bisa benar dan bisa pula salah. Kemungkinan salahnya semakin besar jika yang melakukan upaya pemahaman (ijtihad) tidak dikenal oleh jumhur ulama berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Kesalahpahaman besar telah terjadi ketika ulama Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa apa yang beliau pahami dan sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh. Jika apa yang ulama Ibnu Taimiyyah pahami dan sampaikan sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh tentu tidaklah masalah namun ketika apa yang ulama Ibnu Taimiyyah pahami dan sampaikan tidak sesuai dengan pemahaman sebenarnya Salafush Sholeh maka pada hakikatnya ini termasuk fitnah terhadap para Salafush Sholeh. Fitnah akhir zaman.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kaum muslim bila telah terjadi fitnah antara lain
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’. Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Para Habib dan para Sayyid , keturunan cucu Rasulullah, telah menyarankan merubah kiblat ilmu kepada para ulama Hadramaut, Yaman dan ulama-ulama yang istiqomah mengikuti apa yang telah disampaikan pemimpin ijtihad kaum muslim
(imam mujtahid mutlak) alias Imam Mazhab yang empat.
Kita telah mendapatkan perselisihan karena perbedaan pamahaman. Oleh karenanya marilah kita kembalikan kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59 )
Permasalahannya adalah mengembalikan berdasarkan pemahaman siapa ?
Kita ikuti Sunnah Rasulullah bahwa jika kita mendapatkan perselisihan karena perbedaan pemahaman / pendapat maka agar selamat dari kesesatan kita disuruh untuk mengikuti as-sawad al a’zham atau mengikuti kesepakatan jumhur ulama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah Sawadul A’dzam.
Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jamaah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.
Jangan sekali-kali mengikuti pemahaman sebuah sekte atau kelompok yang menyempal dari kaum muslimin walaupun mereka mengaku-aku sebagai yang dimaksud al ghuroba karena boleh jadi mereka adalah yang dimaksud oleh Rasulullah sebagai “orang muda” bagaikan  meluncurnya anak panah dari busurnya. Selengkapnya dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/15/orang-orang-muda/ 
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka”
Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok / sekte) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Ciri-ciri ulama yang pemahamannya menyebabkan perselisihan telah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/19/ciri-ciri-mereka/ 
Dari dahulu sampai sekarang , jumhur ulama telah sepakat bahwa ulama yang berkompetensi sebagai pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) adalah para Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensive atau tidak menyeluruh sehingga kaum muslim mencukupkannya pada Imam Mazhab yang empat.  Contoh ulama yang masih berpegang teguh kepada pemahaman/pendapat Imam Mazhab adalah Mufti Mesir Profesor Doktor Ali Jum`ah sebagaimana contoh yang terurai dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/30/hukum-penutup-muka/ 
Gigitlah As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah memahaminya dengan akal pikiran sendiri atau mengikut pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ;  “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”  Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits
Sanad hadits adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan matan/redaksi hadits dari lisan Rasulullah
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah.
Kita memahami Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan apa yang kita dengar dari apa yang disampaikan oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.  Inilah yang dinamakan bertalaqqi (mengaji) dengan ulama bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Hal yang harus kita ingat bahwa Al Qur’an pada awalnya tidaklah dibukukan. Ayat-ayat Al Qur’an hanya dibacakan dan dihafal (imla) kemudian dipahami bersama dengan yang menyampaikannya.
Hal yang akan ditanyakan seperti
Apakah yang kamu pahami telah disampaikan / dikatakan oleh ulama-ulama terdahulu yang tersambung lisannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ?
Siapakah ulama-ulama terdahulu yang mengatakan hal itu ?
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hakikat hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dari orang yang disampaikan secara turun temurun sampai kepada lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wasallam.
Kita tidak diperkenankan menyampaikan apa yang kita pahami dengan akal pikiran sendiri dengan cara membaca dan memahami namun kita sampaikan apa yang kita dengar dan pahami dari lisan mereka yang sanad ilmunya tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena hanya perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang merupakan kebenaran atau ilmuNya.
Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
Al Imam Syafi’i ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Al-Imam Malik bin Anas ra,
Al-Imam Malik bin Anas ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra,
Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra,
Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Salah satu cara mempertahankan sanad ilmu atau sanad guru adalah dengan mengikuti pendapat/pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Ulama yang tidak mau bermazhab , pada hakikatnya telah memutuskan rantai sanad ilmu atau sanad guru, berhenti pada akal pikirannya sendiri dimana didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentingan.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Pos terkait