Mereka adalah hasil pengajaran ulama korban hasutan atau ghazwul fikri dari kaum Zionis Yahudi melalui pusat-pusat kajian Islam yang kaum Zionis dirikan atau melalui ulama-ulama yang “dibentuk” atau dipengaruhi oleh kaum Zionis.
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Kaum Zionis Yahudi menghasut kaum muslim untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan pemahaman secara ilmiah agar timbul perselisihan di antara kaum muslim karena perbedaan pendapat atau perbedaan pemahaman. Mereka dihasut untuk tidak lagi mengikuti pemahaman para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat
Mereka melarang kaum muslim untuk taqlid kepada Imam Mazhab yang empat bahkan dengan menyalahgunakan firman Allah Azza wa Jalla seperti firmanNya,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ ءَابَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ Mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS al Baqarah [2]: 170)
Mereka katakan bahwa kaum muslim pada umumnya yang mengikuti Imam Mazhab yang empat sebagai mengikuti nenek moyang terdahulu.
Yang dikatakan “nenek moyang kami” dalam firman Allah ta’ala tersebut adalah orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh a.s. Apakakah mereka menganggap nenek moyang kami adalah kaum hindu atau buddha ? Mereka terhasut pencitraan yang dilakukan imperialisme barat. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/19/sejak-abad-ke-1-h/
Firman Allah ta’ala dalam (QS Al Baqarah [2]:170) bukanlah larangan bagi kaum muslim untuk mengikuti para imam/pemimpin ijtihad. Para Imam Mazhab yang empat juga tidak pernah melarang kaum muslim untuk mengikuti mereka. Buat apa Imam Mazhab yang empat bersusah payah berijtihad dan beristinbat terhadap Al Qur’an dan As Sunnah
Para Imam Mazhab yang empat hanya mengingatkan kita, kaum muslim untuk mengikuti mereka sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah
Imam Bukhari dan Imam Muslim merekapun mengikuti Imam Mazhab walaupun mereka berkompetensi dalam berijtihad dan menganalisa sanad dan matan/redaksi hadits karena Imam Mazhab yang empat selain berkompetensi berijtihad , mereka berkompetensi dalam beristinbat, menetapkan hukum perkara kedalam 5 hukum perkara, yakni wajib (fardhu), sunnah (mandub), haram, makruh, mubah
Kompetensi beristinbat tidak dapat dicapai oleh kebanyakan kaum muslim. Jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang telah sepakat bahwa ulama yang berkompetensi berijtihad sekaligus beristinbat adalah Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensive atau tidak menyeluruhsehingga kaum muslim mencukupkannya pada Imam Mazhab yang empat
Berikut contoh pendapat mereka dengan menyalahgunakan perkataan Al Imam asy Syafi’i rahimahullah
Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah berkata juga, “Semua yang aku ucapkan namun menyelisihi ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih utama. Janganlah kalian taqlid kepadaku.”
Perkataan Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah hanya mengingatkan kaum muslim meninggalkan perkataan atau pendapat Beliau jika menyelisihi ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan larangan untuk mengikuti keseluruhan pendapat/pemahaman Beliau yang telah disepakati oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang sebagai imam/pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Contoh pendapat mereka yang lain,
Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah sangat mencerca taqlid, sedangkan shufiyah mendidik murid-murid mereka untuk taqlid. Al Imam asy Syafi’i Rahimahullahu berkata, “Kaum muslimin ijma’, barangsiapa yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya meninggalkannya karena ucapan seseorang.”
Perkataan Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah hanya mengingatkan kaum muslim meningalkan ucapan seseorang yang menyelisihi Sunnah Rasulullah.
Imam Al Baihaqi rahimahullah menyebutkan satu riwayat, bahwa Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah pernah mengatakan,”Aku telah bersahabat dengan para sufi selama sepuluh tahun, aku tidak memperolehdari mereka kecuali dua huruf ini, ”Waktu adalah pedang” dan “Termasuk kemaksuman, engkau tidak mampu” (maknanya, sesungguhnya manusia lebih cenderung berbuat dosa, namun Allah menghalangi, maka manusia tidak mampu melakukannya, hingga terhindar dari maksiat).
Mereka menyalahgunakan, memotong, mengalihkan makna perkataan Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah. Mereka katakan bahwa Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah mencela kaum Sufi. Padahal Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah hanya mencela mereka yang mengaku-aku seorang sufi atau mencela mereka yang telah menjalankan tasawuf namun meninggalkan perkara syariat. Pemutar balikkan perkataan Al Imam asy Syafi’i Rahimahullah selengkapnya telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/29/pemutarbalikan-perkataan-ulama/
Andaikata tasawuf adalah sesat, mustahil para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat menasehatkan agar kaum muslim menjalankan tasawuf
Imam Syafi’i ra menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i, hal. 47]
Begitupula dengan nasehat Imam Malik ra bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia berakhlak baik
Imam Malik ra menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fikih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia ., hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar”
Sejak dahulu kala di perguruan tinggi Islam, tasawuf adalah pendidikan akhlak.
Ahmad Shodiq, MA-Dosen Akhlak & Tasawuf, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menceritakan kisah sedih pendidikan akhlak dalam sistem pendidikan. Ia merupakan dilema, antara jauhnya standar akhlak menurut kualitas hidup sufi, dengan angkuhnya sistem pendidikan. Dilema sistemik ini dipersedih oleh fakta bahwa para gurupun ternyata jauh dari standar akhlak, dalam sebuah ruang kelas, dimana para murid hanya mencari coretan nilai, atau sebatas titik absensi. Selengkapnya dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/
Kesalapahaman ulama-ulama mereka hanya dikarenakan tidak tahu dengan apa yang dinamakan tharikat sufi , jalan (tharikat) untuk menjadi muslim yang ihsan. Jalan menelusuri jalan (tharikat) yang telah dilalui oleh Rasulullah, dimulai dengan beliau berkhalwat (mengasingkan diri dari keramaian) dan bertahanuts (perenungan/kontemplas dirii) di gua hira. Kemudian Beliau menerima wahyuNya tentang perkara syariat , syarat untuk menjadi hamba Allah yang berisikan perintahNya dan laranganNya. Kemudian setelah syarat dipenuhi/dijalankan maka dilakukanlah perjalanan diri melalui maqom-maqom hakikat hingga sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla. menjadi muslim yang Ihsan atau muslim yang berma’rifat, muslim yang menyaksikan Allah Azza wa Jalla.
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah berma’rifat.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Apakah Ihsan ?
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=2&ayatno=3&action=display&option=com_muslim
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Muslim yang telah mencapai Ihsan atau muslim yang telah berma’rifat, minimal mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau yang terbaik mereka yang dapat melihat Allah dengan hati maka mereka mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Tasawuf adalah tentang akhlak atau tentang Ihsan. Kaum Zionis Yahudi mencitrakan hal yang buruk terhadap tasawuf dalam Islam adalah dalam rangka mereka merusak akhlak kaum muslim sebagaimana mereka menyebarluaskan pornografi, liberalisme, hedonisme dll sebagaiman yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/31/beragama-dengan-benar/
Kaum Sufi adalah mereka yang mengikuti Imam Mazhab yang empat dalam hal menjalankan perkara syari’at. Perkara syariat adalah syarat sebagai hamba Allah yakni menjalankan segala apa yang telah ditetapkanNya atau diwajibkanNya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi, meliputi perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa, menjauhi segala yang telah dilarangNya yang jika dilanggar berdosa dan menjauhi segala yang telah diharamkanNya yang jika dilanggar berdosa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikanbeberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkanbeberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Para Imam Mazhab yang empat telah menguraikan tentang fiqih , tentang agama, tentang perintahNya dan laranganNya
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Kaum Sufi adalah mereka yang mengikuti Imam Mazhab yang empat contohnya, Syaikh Abdul Qadir Jaelani bermazhab Imam Hambali , Syaikh Ibnu Athoillah bermazhab Imam Maliki, Syaikh al-Junayd al-Baghdadi bermazhab Imam Syafi’i , dll
Oleh karenanya kita sebaiknya mentaati atau mengikuti nasehat para pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat, bahwa setelah kita menjalankan perkara syariat, syarat sebagai hamba Allah maka selanjutnya adalah menjalankan tasawuf atau memperjalankan diri agar sampai (wushul) kepada Allah Azza wa Jalla , bertemu dengan Allah ketika kita masih di alam dunia, sehingga mendapatkan nikmat lebih awal dari kaum muslim kebanyakan yang menikmatinya ketika telah menjadi penduduk surga. Sehingga mereka yang menjalankan tasawuf maka perkara syariat bukanlah sebagai beban namun sebuah kenikmatan, kelezatan atau kesenangan sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam “….kesenanganku dijadikan dalam sholat” (diriwayatkan oleh Anas ra) atau sebagaimana yang diriwayatkan bahwa Imam Sayyidina Ali ra minta dicabut anak panah ketika Beliau sedang sholat.
Dengan menjalankan tasawuf kita dapat memahami atau mengalami apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i ra dalam nasehat beliau di atas, “nikmatnya atau kelezatan taqwa“
Dengan menjalankan tasawuf adalah memenuhi anjuran para ulama pengikut Imam Mazhab yang empat seperti
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
أصول طريق التصوف خمسة: تقوى الله في السر والعلانية. اتباع السنة في الأقوال والأفعال. الإِعراض عن الخلق في الإِقبال والإِدبار. الرضى عن الله في القليل والكثير.الرجوع إِلى الله في السراء والضراء.
“ Pokok-pokok metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi)
Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani berkata :
وروى الخطيب بسند صحيح أن الإمام أحمد سمع كلام المحاسبي فقال لبعض أصحابه ما سمعت في الحقائق مثل كلام هذا الرجل ولا أرى لك صحبتهم . قلت – أي الإمام ابن حجر – إنما نهاه عن صحبتهم لعلمه بقصوره عن مقامهم فإنه في مقام ضيق لا يسلكه كل واحد ويخاف على من يسلكه أن لا يوفيه حقه. وقال الأستاذ أبو منصور البغدادي – عن الحارث المحاسبي – في الطبقة الأولى من أصحاب الشافعي كان إماما في الفقه والتصوف والحديث والكلام وكتبه في هذه العلوم أصول من يصنف فيها
“ Al-Khatib meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa imam Ahmad mendengar ucapan Al-Muhasibi, maka beliau berkata pada sahabat-sahabatnya “ Aku belum pernah mendengar ucapan tentang hakikat-hakikat seperti ucapan al-Muhasibi ini dan aku berpendapat jangan engkau berteman dengan semisal al-Muhasibi. Aku (Ibnu Hajar) katakana : “ Sesungguhnya imam Ahmad melarang untuk berteman dengan orang semisal al-Muhasibi , karena beliau mengetahui pendeknya maqam (kedudukannya) dibandingkan kedudukan mereka. Karena al-Muhasibi berada di dalam maqam dhiq (sempit) yang tidak mampu ditapaki oleh setiap orang dan dikhawatirkan bagi orang yang menapaki tidak bisa memenuhi haqnya. Ustadz Abul Manshur al-Baghdadi berkata “ Dari al-Harits al-Muhasibi di dalam bab Tingkatan pertama dari pengikut Imam Syafi’i “ Beliau al-Muhasibi adalah seorang imam di bidang ilmu fiqih, tasawwuf, hadits dan kalam. Dan kitab beliau di dalam ilmu ini merupakan ushul / sandaran bagi ulama yang mengarang kitab ilmu “. (Tahdzib at-Tahdzib juz 2 halaman : 117, karya imam Ibnu Hajar al-Asqalani)
Al-Allamah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن تنتقد على السادة الصوفية : وينبغي للإنسان حيثُ أمكنه عدم الانتقاد على السادة الصوفية نفعنا الله بمعارفهم، وأفاض علينا بواسطة مَحبتَّنا لهم ما أفاض على خواصِّهم، ونظمنا في سلك أتباعهم، ومَنَّ علينا بسوابغ عوارفهم، أنْ يُسَلِّم لهم أحوالهم ما وجد لهم محملاً صحيحاً يُخْرِجهم عن ارتكاب المحرم، وقد شاهدنا من بالغ في الانتقاد عليهم، مع نوع تصعب فابتلاه الله بالانحطاط عن مرتبته وأزال عنه عوائد لطفه وأسرار حضرته، ثم أذاقه الهوان والذلِّة وردَّه إلى أسفل سافلين وابتلاه بكل علَّة ومحنة، فنعوذ بك اللهم من هذه القواصم المُرْهِقات والبواتر المهلكات، ونسألك أن تنظمنا في سلكهم القوي المتين، وأن تَمنَّ علينا بما مَننتَ عليهم حتى نكون من العارفين والأئمة المجتهدين إنك على كل شيء قدير وبالإجابة جدير.
“ Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah member manfaat kpeada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan kami pada mereka, menetapkan kita pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka. Hendaknya manusia menyerahkan apa yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram.
Kami sungguh telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya. Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan semua penyakit dan cobaan . Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “. (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Al-Imam Al-Allamah Syaikhul Islam Tajuddin As-Subuki berkata :
حَيَّاهمُ الله وبيَّاهم وجمعنا في الجنة نحن وإِياهم. وقد تشعبت الأقوال فيهم تشعباً ناشئاً عن الجهل بحقيقتهم لكثرة المُتلبِّسين بها، بحيث قال الشيخ أبو محمد الجويني لا يصح الوقف عليهم لأنه لا حدَّ لهم. والصحيح صحته، وأنهم المعرضون عن الدنيا المشتغلون في أغلب الأوقات بالعبادة.. ثم تحدث عن تعاريف التصوف إِلى أن قال: والحاصل أنهم أهل الله وخاصته الذين ترتجى الرحمة بذكرهم، ويُستنزل الغيث بدعائهم، فرضي الله عنهم وعنَّا بهم
“ Semoga Allah memanjangkan hidup para penganut tasawwuf dan mengangkat derajat mereka serta mengumpulkan kita dan mereka di surga. Sungguh telah banyak pendapat miring tentang mereka yang bersumber dari kejahilan akan hakekat mereka disebabkan oknum-oknum yang membuat samar ajaran tasawwuf. Oleh karenanya syaikh Abu Muhammad Al-Juwaini berkata “ Tidak boleh berhenti dalam mendefiniskan mereka, sebab mereka tak memiliki batasan istilah. Yang benar adalah keabsahannya dan definisi shufiyyah adalah orang-orang yang berpaling dari dunia yang menyibukkan diri disebagianbesar waktunya dengan beribadah. Kemudian bermunculanlah ta’rif-ta’rif baru tentang tasawwuf..(sampai ucapan beliau) : “..Kesimpulannya ulama tasawwuf adalah keluarga dan orang-orang khusus Allah yang diharapan turunnya rahmat dengan menyebut nama mereka dan turunnya hujan dengan perantara doa mereka. Maka semoga Allah meridhoi mereka dan kita semua dengan sebab mereka “. (Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqam halaman : 140, karya imam Subuki)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :
اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّون مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.
“ Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhnya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya, meninggikan martabatnya dan mengangungkan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-orang khusus-Nya dari makhluk-Nya setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelincir, sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang mencukupkan saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya, sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkanbahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut “. (Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyyah Wa Tasyiduth Thariqah asy-Syadziliyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Mufassir Fakhruddin Ar-Razi berkata :
الباب الثامن في أحوال الصوفية:اعلم أن أكثر مَنْ حَصَرَ فرق الأمة، لم يذكر الصوفية وذلك خطأ، لأن حاصل قول الصوفية أن الطريق إِلى معرفة الله تعالى هو التصفية والتجرد من العلائق البدنية، وهذا طريق حسن.. وقال أيضاً: والمتصوفة قوم يشتغلون بالفكر وتجرد النفس عن العلائق الجسمانية، ويجتهدون ألاَّ يخلو سرَّهم وبالَهم عن ذكر الله تعالى في سائر تصرفاتهم وأعمالهم، منطبعون على كمال الأدب مع الله عز وجل، وهؤلاء هم خير فرق الآدميين
“ Bab kedelapan : Tentang keadaan-keadaan ahli tasawwuf. Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan orang yang menghitung pembagian golongan umat tidak menyebut golongan ahli tasawwuf dan hal itu salah, karena keseluruhan ucapan ahli tasawwuf adalah sesungguhnya jalan menuju pengenalan kepada Allah Ta’ala adalah Tashfiyyah (penyucian) dan membersihkan diri dari ketergantungan badan, dan jalan ini merupakan jalan yang baik. Beliau juga berkata “ Kaum shufi adalah orang-orang yang menyibukkan diri dengan tafakkur dan membersihkan jiwa dari ketergantungan jasmaniyah, berusaha keras agar hati mereka tidak kosong dari mengingat Allah Ta’ala di dalam gerak-gerik mereka, selalu berpegang dengan kesempurnaan adab bersama Allah, dan merekalah paling baiknya golongan anak manusia “. (I’tiqadaat firaqil Muslimin wal musyrikin halaman : 72-73, Karya imam Fakhruddin Ar-Razi)
Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Abdu Rauf al-Manawi berkata :
وإني كنت قبل أن يكتب الشباب خط العذار , أردد ناظري في أخبار الأولياء الأخيار , وأتتبع مواقع إشارات حكم الصوفية الأبرار , وأترقب أحوالهم وأسبر أقوالهم … حتى حصلت من ذلك على فوائد عاليات , وحكم شامخات ساميات فألهمت أن أقيد ما وقفت عليه في ورقات , وأن أجعله في ضمن التراجم , كما فعله بعض الأعاظم الأثبات , فأنزلت الصوفية في طبقات , وضربت لهم في هذا المجموع سرادقات , ورتبتهم على حروف المعجم عشر طبقات , كل مائة سنة طبقة , وجمعتهم كواكب كلها معالم للهدي , ومصابيح للدجى , ورجوم للمسترقة
“ Sesungguhnya aku sebelum seorang pemuda dicatat akan catatan alasannya, ingin mencermati kisah-kisah para wali Allah yang terpilih, aku telusuri isyarat-isyarat hokum ahli shufi yang baik dan aku selidiki keadaan-keadaan mereka dan aku kuak ucapan-ucapan mereka hingga aku mendapatkan beberapa faedah yang tinggi sebab itu dan hikmah-hikmah berbobot nan luhur. Lalu aku mendapatkan ilham agar mencatat apa yang aku dalami itu pada sebuah buku, dan agar aku buat isi biografi perjalanan mereka sebagaimana telah dilakukan sebagian besar ulama. Maka aku posisikan ulama shufi dalam beberapa tingkatan dan ku beberkan beberapa tenda dalam kumpulan ini. Aku tertibkan nama mereka menjadi sepuluh tingkatan. Setiap seratus tahun satu tingkatan dan aku kumpulkan bintang-bintang seluruhnya bagaikan petunjuk bagi kebenaran dan penerang bagi kegelapan serta panah api bagi si pencuri “. (Al-Kawaiku Ad-Durriyyah fii Tarajimi ash-Shufiyyah halaman : 3-4, karya imam Abdur Raouf al-Manawi)
Al-Imam Al-Kabir Abdul Qahir Al-Baghdadi berkata :
الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس… والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ
“ Fasal pertama dari fasal-fasal bab ini, tentang penjelasan kelompok-kelompok Ahlus sunnah waljama’ah. Ketahuilah, semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhnya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..(hingga ucapan beliau)..” Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-orang yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarannya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan. Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarkan karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalkan kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupaan) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahkan makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung “. (Al-Farq bainal Firaq halaman : 236)
Al-Imam Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashfihani berkata :
أما بعد أحسن الله توفيقك فقد استعنت بالله عز وجل وأجبتك الى ما ابتغيت من جمع كتاب يتضمن أسامي جماعة وبعض أحاديثهم وكلامهم من أعلام المتحققين من المتصوفة وأئمتهم وترتيب طبقاتهم من النساك من قرن الصحابة والتابعين وتابعيهم ومن بعدهم ممن عرف الأدلة والحقائق وباشر الأحوال والطرائق وساكن الرياض والحدائق وفارق العوارض والعلائق وتبرأ من المتنطعين والمتعمقين ومن أهل الدعاوى من المتسوفين ومن الكسالى والمتثبطين المتشبهين بهم في اللباس والمقال والمخالفين لهم في العقيدة والفعال وذلك لما بلغك من بسط لساننا ولسان أهل الفقه والآثار في كل القطر والأمصار في المنتسبين إليهم من الفسقة الفجار والمباحية والحلولية الكفار وليس ما حل بالكذبة من الوقيعة والإنكار بقادح في منقبة البررة الأخيار وواضع من درجة الصفوة الأبرار بل في إظهار البراءة من الكذابين , والنكير على الخونة الباطلين نزاهة للصادقين ورفعة للمتحققين ولو لم نكشف عن مخازي المبطلين ومساويهم ديانة , للزمنا إبانتها وإشاعتها حمية وصيانة , إذ لأسلافنا في التصوف العلم المنشور والصيت والذكر المشهور
“ Selanjutnya, semoga Allah memperbagus taufiqmu, maka sungguh aku telah memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala dan menjawabmu atas apa yang engkau mau dari pengumpulan kitab yang mengandung nama-nama kelompok dan sebagian hadits dan ucapan mereka dari ulama hakikat dari orang-orang ahli tasawwuf, para imam dari mereka, penertiban tingkatan mereka dari orang-orang ahli ibadah sejak zaman sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in dan setelahnya dari orang yang memahami dalil dan hakikat. Menjalankan hal ihwal serta thariqah, bertempat di taman (ketenangan) dan meninggalkan ketergantungan. Berlepas dari orang-orang yang berlebihan dan orang-orang yang mengaku-ngaku, orang-orang yang berandai-andai dan dari orang-orang yang malas yang menyerupai mereka di dalam pakaian dan ucapan dan bertentangan pada mereka di dalam aqidah dan perbuatan. Demikian itu ketika sampai padamu dari pemaparan lisan kami dan lisan ulama fiqih dan hadits di setiap daerah dan masa tentang orang-orang yang menisabatkan diri pada mereka adalah orang-orang fasiq, fajir, suka mudah berkata mubah dan halal lagi kufur. Bukanlah menghalalkan dengan kedustaan, umpatan dan pengingkaran dengan celaan di dalam manaqib orang-orang baik pilihan dan perendahan dari derajat orang-orang suci lagi baik, akan tetapi di dalam menampakkan pelepasan diri dari orang-orang pendusta dan pengingkaran atas orang-orang pengkhianat, bathil sebagai penyucian bagi orang-orang jujur dan keluhuran bagi orang-orang ahli hakikat. Seandainya kami tidak menyingkap kehinaan dan keburukan orang-orang yang mengingkari tasawwuf itu sebagai bagian dari agama, maka kami pasti akan menjelaskan dan mengupasnya sebagai penjagaan, karena salaf kami di dalam ilmu tasawwuf memiliki ilmu yang sudah tersebar dan nama yang masyhur “. (Muqoddimah Hilyah Al-Awliya, karya imam Al-Ashfihani)
Al-Imam Al-Kabir Al-Mufassir An-Nadzdzar Abi Al- muzdhaffar Al-Isfirayaini berkata :
في الباب الخامس عشر : في بيان اعتقاد أهل السنة والجماعة وبيان مفاخرهم ومحاسن أحوالهم وسادسها : علم التصوف والإشارات , وما لهم فيها من الدقائق والحقائق , لم يكن قط لأحد من أهل البدعة فيه حظ بل كانوا محرومين مما فيه من الراحة والحلاوة , والسكينة والطمأنينة وقد ذكر أبو عبد الرحمن السلمي من مشايخهم قريبا من ألف ، وجمع إشاراتهم وأحاديثهم ولم يوجد في جملتهم قط من ينسب إلى شيء من بدع القدرية والروافض ، والخوارج ، وكيف يتصور فيهم من هؤلاء وكلامهم يدور على التسليم ، والتفويض والتبري من النفس ، والتوحيد بالخلق والمشيئة ، وأهل البدع ينسبون الفعل ، والمشيئة ، والخلق ، والتقدير إلى أنفسهم ، وذلك بمعزل عما عليه أهل الحقائق من التسليم والتوحيد
Di bab ke-15 : Tentang penjelasan aqidah Ahlus sunnah waljama’ah dan penjelasan kebanggaan serta kebaikan hal ihwal mereka. Fasal yang ke- 6 adalah : Ilmu Tasawwuf dan isyarat dan apa yang mereka miliki dari ilmu-ilmu yang lembut dan ilmu hakikat. Yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun dari ilmu ini orang-orang ahli bid’ah bahkan mereka terhalang mendapatkan apa yang ada pada ulama tasawwuf dari ketenangan, manisnya ibadah, sakinah dan tuma’ninah. Abu Abdirrahman As-Salmi telah menyebutkan guru-guru mereka hampir mendekati seribu, mengumpulkan isyarat dan hadits mereka namun tak ditemukan satu pun dari mereka orang-orang ahli bid’ah seperti qodariyyah, rowafidh dan khowarij. Bagaimana bisa tergambar pada mereka padahal ucapan ahli tasawwuf berputar pada taslim, tawakkal dan berlepas dari diri. Dan bertauhid dengan akhlak dan keinginan. Sedangkan ahlul bid’ah menisbatkan perbuatan dan keinginan, akhlak dan pennetuan pada diri mereka. Hal ini bertentangan dengan ahli hakikat dari sifat taslim dan tauhid “. (At-Tabshir fiddin halaman : 164, karya imam al-Isfirayaini)
Akhir tulisan kali ini kami menyampaikan bahwa pada hakikatnya kita diperintahkan untuk mengikuti orang yang mengetahui Al Qur’an dan As Sunnah
Firman Allah ta’ala :
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” [QS. an-Nahl : 43]
Cobalah kita sadari mana yang lebih baik pengetahuannya antara
ulama yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataannya tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh
atau
para Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh
Hal yang tidak diperbolehkan bagi yang berkemampuan berijtihad adalah taqlid buta, mengikuti tanpa merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah
Mudah-mudahan saudara-saudara muslim kami menyadari akan upaya ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi , agar kita umat muslim berselisih karena perbedaan pemahaman disebabkan tidak lagi mau mengikuti pendapat/pemahaman Imam / Pemimpin Ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat
Kaum Zionis Yahudi memang mereka terkenal pandai, mereka serang terlebih dahulu adalah para ulama-ulama di wilayah kerajaan Dinasti Saudi. Kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ditimbulkan oleh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) kaum Zionis Yahudi tersebar ke seluruh negara berpenduduk muslim, salah satunya melalui beasiswa pendidikan yang diberikan oleh Kerajaan Dinasti Saudi.
Oleh karenanya dalam rangka menegakkan Ukhuwah Islamiyah, marilah kita mengikuti pendapat/pemahaman para Imam / Pemimpin Ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat serta penjelasan para ulama terdahulu yang bermazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830