Oleh Mbah Jenggot
بسم الله الرحمن الرحيم
A. PENGERTIAN THOHAROH
Thoharoh secara bahasa berarti bersuci sedangkan menurut syara’ adalah mengerjakan suatu perkara yang menyebabkan sahnya sholat.
Thoharoh ada dua macam, yaitu :
1. Bersuci dari najis
2. Bersuci dari hadas
B. ALAT-ALAT THOHAROH
Alat-alat yang digunakan untuk thoharoh, yaitu: air, batu, debu.
Air ada tiga macam, yaitu :
1. Air suci mensucikan, yaitu segala air yang bersumber dari bumi dan turun dari langit antara lain air sumur, air sungai, air hujan, air laut, air danau, air embun, air salju, dan lain-lain.
2. Air suci namun tidak mensucikan:
a. Yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci dan kurang dari dua qulah *
b. Air yang keluar dari tumbuh-tumbuhan seperti air kelapa, air tebu, santan, dll.
c. Air yang tercampur benda suci lainnya yang merubah sifat air seperti: air gula, air teh, air syrup, dll.
3. Air mutanajis, yaitu air yang telah terkena najis yang kurang dari dua qulah serta belum berubah sifatnya. Atau Airnya lebih dari dua kulah sifatnya telah berubah karena benda najis tersebut.
AIR DUA KULAH
Kadar air dua Qullah menurut beberapa versi Ulama :
§Imam Nawawi : -+ 55,9 CM = 174,58 Liter
§Imam Rofi’i : -+ 56,1 CM = 176,245 Liter
§Ulama Iraq : -+ 63,4 CM = 255,325 Liter
§Mayoritas Ulama : -+ 60 CM = 216 Liter
Air kurang dua Qullah yang kemasukan najis tersebut menjadi najis , baik mengalami perubahan atau tidak, dan tidak bisa lagi dipakai untuk :
§ROF’I ALHADTS : Menghilangkan hadats (besar atau kecil) seperti untuk mandi wajib wajib dan wudhu
§IZAALATIN NAJIS : Mengangkat barang yang terkena najis….
Air tersebut dapat digunakan lagi setelah ditambah dengan air suci lagi hingga menjadi lebih dari dua Qullah dan tidak ada perubahan padanya,…….
ADA SESUATU DI AIR
1. jika suci – berdampingan – tidak terurai yang mnjadikannya bercampur = SUCI MENSUCIKAN, seperti: kayu, minyak, dll
2. jika suci – berdampingan – terurai yang mnjadikannya bercampur = SUCI tidak MENSUCIKAN, seperti: buah-buahan yang dicelupin di air lalu merubah rasa air tersebut.
3. jika suci – bercampur – tak bisa dijauhi dari air = SUCI MENSUCIKAN, spt: tanah, lumut, dll
4. jika suci – bercampur – bisa dijaga dari jatuh ke air – berubahnya sedikit = SUCI MENSUCIKAN, seperti: sabun yang jatuh ke air sehingga membuat air sedikit berubah
5. jika suci – bercampur – bisa dijaga dari jatuh ke air – berubahnya mencolok = SUCI tidak MENSUCIKAN, seperti: air teh, kopi, dll
6. jika najis yang dima’afkan = SUCI MENSUCIKAN, seperti: bangke hewan yang darahnya ga mengalir yang jatuh ke air, sedikit bulu yang najis (yang bukan mugolazoh)
7. jika najis – pada air yang kurang dari 2 kulah = MUTANAJJIS, seperti: nyuci luka (darah) di ember
8. jika najis – pada air yang 2 kulah / lebih – tidak berubah= SUCI MENSUCIKAN, seperti: nyuci luka di empang
9. jika najis – pada air yang 2 kulah / lebih – berubah = MUTANAJJIS, seperti: bangke tikus yang jatuh di kolam yang 2 kulah/lebih
(dari kitab Syamsul muniroh, Taqrirotus sadidah, Mughnil muhtaj, dkk)
Fardhunya mandi :
1. Niat
2. Menghilangkan Najis. Fardlu menghilangkan najis hanya khusus dilakukan saat pada tubuh orang yang mandi ditemukan najis a’in atau najis hukmiyyah (najis yang hanya cukup sekali basuhan untuk menghilangkannya).
3. Menyiramkan Air
Pada saat melakukan mandi yang sangat perlu diperhatikan adalah menyiramkan air sampai rata ke seluruh tubuh termasuk rambut. Sebab Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جِنَابَةٍ لَمْ يَغْسُلْ يَفْعَلُ كَذَا وَكَذَا مِنَ الناَرِ. (رواه أبو داود)
“Barangsiapa meninggalkan tempat sehelai rambut dari mandi jinabah yang tidak membasuhnya, maka dengan begitu akan diberlakukan ini dan itu dari neraka”. (HR. Abu Dawud)
Hadist di atas menunjukkan wajibnya menyiramkan air keseluruh anggota tubuh yang dhahir (luar) termasuk membasahi semua rambut kepala atau rambut yang yang lain meskipun lebat. Termasuk anggauta bagian luar yang wajib dibasuh adalah;
– Lubang telinga yang kelihatan dari luar.
– Lubang farjinya perempuan yang terlihat saat duduk jongkok.
– Lipat-lipatan organ tubuh.
– Bagian dalam “kunclup” orang yang belum khitan.
– Dan bagian dalam dubur (anus) yang kelihatan saat duduk jongkok.
Syarat air sedikit bisa mensucikan najis bila airnya yang mendatangi najis (menurut pendapat yang paling shahih), dalam pertanyaan Mas Adang najisnya mendatangi air, namun dibilasan terakhir airnya yang mendatangi najis, berarti sudah cukup. Kalau menurut pendapat lain asal dalam mencelupkan najis pada air sedikit tersebut ada tujuan menghilangkan najis, meskipun airnya sedikit tetap suci.
( ويشترط ورود الماء ) على المحل إن كان قليلا في الأصح لئلا يتنجس الماء لو عكس لما علم مما سلف أنه ينجس بمجرد وقوع النجاسة فيه
والثاني وهو قول ابن سريج لا يشترط لأنه إذا قصد بالغمس في الماء القليل إزالة النجاسة طهر كما لو كان الماء واردا بخلاف ما إذا ألقته الريح
Menurut pendapat yang paling shahih (benar) saat air kurang dua Qullah disyaratkan air yang mendatangi najisnya, agar air tidak menjadi najis bila di balik (barang mendatangi najisnya) sebab hanya dengan kejatuhan najis air sedikit/kurang dua Qullah bisa langsung najis, menurut pendapat yang kedua, pendapatnya Imam Suraij “Hal tersebut tidak disyaratkan, karena bila tujuan saat mencelupkan najis pada air sedikit tersebut menghilangkan najis maka dihkumi suci sebagaimana bila air yang mendatangi najis berbeda bila masuknya najis pada air tanpa ada tujuan seperti saat dijatuhkan angin”. [ Mughni Al-Muhtaaj I/86 ].
والمستعمل الطاهر في إزالة النجاسة (وهو الغسالة) يشترط فيه شروط ثلاثة:
1 – أن يكون الماء وارداً على محل النجاسة إن كان قليلاً في الأصح لا كثيراً، لئلا يتنجس الماء، لو عكس الأمر، لأن الماء ينجس بمجرد وقوع النجاسة فيه.
2 – أن ينفصل طاهراً بحيث لم يتغير أحد أوصافه، وقد طهر المحل.
3 – ألا يزيد وزنه بعد اعتبار ما يأخذه الثوب من الماء ويعطيه من الوسخ الظاهر. فإذا تغير الماء أو زاد وزنه، أو لم يطهر المحل بأن بقي لون النجس وريحه معاً، أو طعمه وحده،ولم يعسر زواله، صار نجساً؛ لدلالة ذلك على بقاء عين النجاسة.
المبحث الرابع ـ حكم الغُسَالة:
الغُسَالة: هي الماء المستعمل في إزالة حدث أو خبث أي إزالة النجاسة الحكمية أو الحقيقية. وحكمها عند الجمهور غير الحنفية أنها طاهرة إذا طهر المحل المغسول. وللفقهاء تفصيلات في شأنها.
قال الحنفية (2) : غسالة النجاسة نوعان: غسالة النجاسة الحقيقية، وغسالة النجاسة الحكمية وهي الحَدَث.
أما غُسالة النجاسة الحكمية: وهي الماء المستعمل، فهو في ظاهر الرواية طاهر غير مطهر، أي لا يجوز التوضؤ به، لكن في الراجح يجوز إزالة النجاسة الحقيقية به.
(2) البدائع:66/1-69، رد المحتار:300/1.
GHUSAALAH (air bekas untuk membersihkan najis/menghilangkan hadats) :
Menurut Kalangan Madzhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali hukumnya suci bila memenuhi sarat :
1. Bila saat pemakaiannya air yang mendatangi barang (keterangannya sama dengan pertanyaan No. 1)
2. Bila saat berpisah dengan najis airnya tidak berubah dan barang yang disucikan juga sudah suci
3. Bila timbangannya tidak bertambah dengan mengukur kadar air yang terserap barang
Bila tidak memenuhi tiga syarat ini hukumnya NAJIS. Sedang menurut pendapat Kalangan Hanafiyah Ghusaalah terbagi menjadi dua macam bagian ; Yang dipakai membersihkan najis hakiki dan dipakai menghilangkan hadats, Ghusaalah yang dipakai untuk menghilangkan hadats (misalnya air bekas wudhu dan mandi wajib) menurut Hanafiyah hukumnya musta’mal tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi tetapi menurut pendapat yang kuat masih bisa digunakan untuk menghilangkan najis hakiki. Lihat al-badaai’ I/66 dan Rod alMukhtaar I/300. [ Fiqh al-Islaam wa Adillatuh I/236, 290 ].
Apakah dengan mensiram air kencing di kamar mandi tersebut sudah di yakini hilang najisnya ??
Kalau belum hilang salah satu sifat najisnya (bau, rasa dan warnanya) maka masih najis meskipun sudah kering dan akan berpengaruh saat terkena sesuatu yang basah (seperti percikan air bekas wudhu).
Tapi bila saat menyiram kencing mekipun tanpa disikat dalam kamar mandi tersebut sudah tidak ada sifat-sifatnya najis lagi, berarti sudah suci dan tidak berpengaruh lagi meski terkena hal yang basah.
– Matan Safiinah an-Najaah I/12 :
الأول) طهارة الثوب والبدن والمكان من النجاسات وهي:الخمر والبول والغائط والروث والدم والقيح والقيء والكلب والخنزير وفرع أحدهما والميتة وشعرها وظلفها وجلدها إلا ميتة الآدمي والسمك والجراد والمذكاة المباح أكلها. فمتى لاقت هذه النجاسات ثوب الانسان أو بدنه أو مصلاه أو غيرها من الجامدات مع رطوبة فيها أو في ملاقيها فإن كان لها طعم أو لون أو ريح وجب غسلها حتى يزول