Gus Dur dan Keajaiban Pusaka Sunan Ampel Jelang Muktamar Cipasung 1994

Gus Dur dan Keajaiban Pusaka Sunan Ampel Jelang Muktamar Cipasung 1994

Gus Dur dan Keajaiban Pusaka Sunan Ampel Jelang Muktamar Cipasung 1994.

Ini kisah keunikan-keajaiban terkait Muktamar Cipasung 1994. Muktamar NU di Cipasung 1994 dihelat penuh “pertempuran” dengan rezim Pak Harto dengan Orbanya (kata Gus Dur dalam suatu acara, bila dibilang musuh, maka di Indonesia ini musuh Gus Dur yang sepadan bukan yang melengserkan Gus Dur, tapi Pak Harto. Sekalipun demikian, Gus Dur tetap bersikap baik dengan Pak Harto).

Bacaan Lainnya

Muktamar ini banyak keunikan atau keajaiban. Sebelumnya didahului dengan para kiai saat wukuf di Arofah yang ditengarai membukanya langit dalam penglihatan Abah Haji Masnuh. Masih ada lagi keunikan bagaimana mereka semua bisa melaksanakan haji dalam waktu relatif mepet, ini keunikan terakhir yang sebenarnya bertempat di awal, tapi saya tulis baru saat ini, di bawah ini.

Kisah di bawah ini adalah sambungan atau lebih tepatnya mukaddimah sebelum terjadi kisah di Arofah. Jadi, Haji Masnuh menceritakannya karena ada keterkaitannya.

Pada suatu hari di malam-Jumat sebelum tahun 1994, Gus Dur, Kiai Amanullah, Gus Nu’man dan Haji Masnuh berkunjung ke Kiai Nawawi Muhammad (Imam Masjid Ampel). Selesai diskusi, Kiai Nawawi berkata kepada Haji Masnuh, “Ji, Sampean Jumat malam Sabtu depan diutus Mbah Sunan membaca Fatehah jangan dihitung sampai subuh di makamnya.”

Haji Masnuh bertanya, “Kenapa tidak malam Jumat kayak pada umumnya orang ziarah Yi?”

Kiai Nawawi menjawab, “Malam Jumat tamunya Mbah Ampel banyak, mengko Sampean gak keplaor.”

Namun sebelumnya Kiai Nawawi berpesan agar pada malam Kamis depan datang ke Ampel.”

Lalu seminggu kemudian, tepat pada malam-Kamis, Haji Masnuh dan Gus Nu’man serta Haji Anwar dimasukkan masjid pada jam 12 malam sampai subuh dan dikunci serta disuruh membaca sholawat sebanyak 6600 lalu dilanjut membaca Fatihah sampai subuh. Saat itulah terlihat kerajaan besar yang timbul tenggelam dengan orangnya besar-besar sehingga menjadikan Haji Masnuh merinding. Namun Haji Masnuh masih bertekad untuk datang lagi ke makam pada malam-Sabtunya sebagaimana perintah Kiai Nawawi.

Lalu pada malam Sabtu, Haji Masnuh sendirian dimasukkan oleh Kiai Nawawi ke dalam makam hingga jelang subuh dengan diminta agar membaca fatihah.

Saat wiridan Fatihah setengah sadar (karena ngantuk), datanglah kucing kecil menuju pangkuannya. Lama-lama kucing menjadi besar dan berubah menjadi singa putih. Haji Masnuh tetap diam dan wiridan. Ternyata singa putih hilang berubah menjadi suatu pusaka.

Lalu H. Masnuh berkata dalam bahasa Jawa ke Sunan Ampel, “Mbah, kulo mboten nyuwun niki, kulo pengen Panjenengan dongakne supoyo angsal ridlonya Gusti Allah (Mbah, saya tidak minta pusaka ini, saya ingin Anda doakan supaya dapat ridlanya Allah).” Lalu pusaka itu hilang.

Tiba waktu subuh, Kiai Nawawi ngimami sholat, dan Haji Masnuh berwudlu tapi karena ngantuk sekali, beliau berposisi di belakang sendiri bersandar pada tiang. Kiai Nawawi selesai sholat tanpa wiridan dengan langsung berdoa, beliau berjalan sambil ngempit sajadah di tangan kanan sehingga jamaah tidak bisa salaman lalu bergegas mendatangi H. Masnuh dengan berkata, “Ji ngantuk gih? monggo ke musholla”.

Saat di musholla, Kiai Nawawi berkata, “Ji, saya tadi tidak wiridan karena didawuhi Mbah Ampel dengan berkata, “Putuku siji iki sombong, dititipi pusoko ae gak gelem (cucuku satu ini sombong, dititipi pusaka saja tidak mau).”

Lalu Haji Masnuh menyahuti, “Betul Kiai, tadi malam ada pusaka.”

Selanjutnya Kiai Nawawi mengeluarkan sesuatu dari bajunya dan berkata, “Begini ini pusakanya?’

Ternyata persis dengan yang diketahui Haji Masnuh tadi malam. Kiai Nawawi berkata, “Pusaka ini Sampean simpan dan tidak boleh ditambahi apa-apa. Untuk bungkusnya silahkan meminta kafan ke Mbah Mutamakkin Kajen. Tapi sebelumnya ,Sampean harus sowan ke Mbah Abdulloh Salam Kajen .”

Pada Sabtu siang bakda duhur itu juga Haji Masnuh sambil bawa pusaka bersama beberapa orang termasuk Kiai Amanullah pergi ke Kajen. Jelang maghrib, sampai di Kajen dan mampir dulu ke rumah Gus Muadz sambil mandi dan sholat maghrib.

Lalu mereka berlima mendatangi Mbah Abdullah Salam setelah sholat Isya karena memang kebiasaannya tetap di masjid sampai isya. Saat masih di masjid selesai sholat isya dan Haji Masnuh belum sempat bicara, Mbah Salam berkata, “Ad (Gus Muadz), Masnuh ajak sowan ke Mbah Mutamakkin, sudah disiapkan untuk bungkusnya pusaka Mbah Sunan Ampel.”

Haji Masnuh kagum kepada para kekasih Allah yang bisa berkomunikasi walau tanpa HP dengan bukti tahu maksud tujuan kedatangannya.

Mbah Salam juga dawuh agar nanti kalau mau masuk makam Mbah Mutamakkin di pintu luar supaya baca yasin. Setelah itu masuk ke makam baca yasin lagi dan “Otak-otaken sukune Mbah Mutamakkin lan ngomongo, Mbah, kulo Sampean lungoaken kaji mboten atik mbayar (Gerakkan kakinya Mbah Mutamakkin lalu kamu bicara, Mbah, saya berangkatkan haji tanpa membayar).”

Bayangannya Haji Masnuh yang belum pernah ke makam Mbah Mutamakkin, apa kira-kira Mbah Mutamakkin tidak dimakamkan sehingga kakinya bisa dipegang. Belum sempat bertanya, Mbah Salam menjelaskan bahwa maksudnya agar nanti memegang nisan yang ada di kaki Mbah Mutamakkin. Haji Masnuh juga tidak tahu kenapa diperintah agar dihajikan (ini nanti terjawab dengan kejadian adanya undangan haji dari Arab Saudi ke PBNU untuk orang 10 seperti yang saya tulis sebelumnya).

Lalu mereka berlima dimulai dari Gus Muadz memegang maesan atau nisan dan menyampaikan punya hajat untuk haji (jangan dianggap syirik ya, banyak perspektif bisa dipakai untuk menilai apa yang dilakukan mereka).

Selanjutnya Gus Aman dengan berucap yang sama, lalu Gus Nu’man dan Haji Anwar juga demikian. Haji Masnuh yang paling muda bagian terakhir dengan memegang maesan dan berkata, “Mbah, kulo Sampean lungoaken kaji, mboten atik mbayar. Tanpa diduga, tiba-tiba di tangan Haji Masnuh yang masih pegang nisan itu ada kain putih. Selesai keluar makam sekitar jam 12 malam, kisah itu disampaikan ke teman mereka berlima. Lalu paginya sowan ke Mbah Salam dan ditanya tentang apa sudah mendapatkan kafan sebagai bungkus pusaka, setelah dijawab telah mendapatkan kafan, mereka disuruh sowan lagi ke Kiai Nawawi.

Lalu H. Masnuh langsung pergi lagi ke Ampel dengan bawa pusaka dan kain kafan yang tetap belum dibungkus. Haji Masnuh diperintah Kiai Nawawi agar membungkus pusaka itu dengan diberi minyak wangi tanpa alkohol.

Haji Masnuh penasaran dan bertanya, “Ngapunten Yai, nopo khasiate pusoko niki, kulo niki mboten ngertos babakan pusoko.” Jawab Kiai Nawawi, “Gak usah takon, dititipi disimpen wae.”

Pusaka itu pernah hilang beberapa hari padahal yang bawa kunci adalah Haji Masnuh dan istrinya saja. Lalu Haji Masnuh lapor ke Kiai Nawawi, kata beliau agar ditunggu saja. Benar, selang beberapa hari pada malam Sabtu ada suara pada malam hari ada suara. Saat sholat subuh dibuka ada pusakanya.

Demikian kisah Gus Dur dan Keajaiban Pusaka Sunan Ampel Jelang Muktamar Cipasung 1994, semoga manfaat.

***

Catatan:
1. Untuk si Jun, jangan gampang mencap syirik, kecuali kalau Anda memang satu garis dengan tukang menyirikkan..
2. Untuk si Jin, jangan tanya apa bentuk pusakanya ya?
2. Untuk si Jon, hal yang “di luar nalar empiris” memang ada dan bisa terjadi. Tapi juga jangan gampang percaya kepada setiap yang bercerita karena semua itu gampang dimanipulasi dan bisa dibisniskan, bahkan agama pun juga bisa dibisniskan. Anda tidak percaya dengan yang saya tulis juga tidak apa apa lho….

****

Foto dengan Haji Masnuh dan pusaka yang telah saya lihat isinya. Sebelumnya Haji Masnuh bilang saat mau saya lihat, semoga tidak menghilang pusakanya.

Kisah ini ada yang tidak saya sampaikan semisal terkait siapa saja yang pernah “berurusan” dengan pusaka itu karena tidak boleh oleh H. Masnuh.

Penulis: Dr KH Ainur Rofiq Al Amin, Pesantren Tambakberas Jombang.

*Melengkapi tulisan Gus Dur dan Keajaiban Pusaka Sunan Ampel Jelang Muktamar Cipasung 1994, silahkan saksikan ceramah Gus Dur berikut ini.

Pos terkait