Habib Hilal Mengenang Kiai Najib Krapyak.
Berikut ini adalah tulisan Habib Hilal Al-Aidid Krapyak dalam mengenang Pengasuh Pesantren Al-Munawwir Krapyak, KH R Muhammad Najib Abdul Qadir Munawwir.
Antara Dongkelan dan Krapyak.
Ku mengirimkan syair atau rintihan hati Mbah Nyai Musta’anah buatmu, Mbah.
Kita sudah lama bersama di dunia ini. Pergi bersama, melalui suka duka kehidupan rumah tangga. Merawat anak semata wayang kita. Dan mendidik ratusan santri berakhlak Qur’an. Sekarang ini engkau terlalu cepat memiringkan dirimu dari duniaku dalam ketetapan kubur. Seandainya bukan karena maut maka saya tidak akan pernah ridho berpisah denganmu. Maut begitu kejam.
Ooh… Tuhanku Pemilik dari penguasaan takdir. Lihatlah hambaMu ini, sekarang saya hanya bisa merintih dalam kekalutan sunyi dalam kesendirianku. Derasnya rintihan hujan turun dari langit. Ketahuilah rintihanku ini jauh lebih deras dan membuat sesak hati ini. Kenapa engkau meninggalkanku secepat ini!. Hati ini begitu tergelisahkan menghitung nasib perpisahan denganmu.
Sekiranya saya merindu hanya mampu menatap nisanmu yang terhadapkan kebarat. Hati ini terasa teriris dengan pisau kepedihan. Hati ini sudah terasa dingin, hanya nisanmu yg bisa saya peluk. Dan air mata ini begitu deras mengalir membasahi nisanmu. Sakit hati ini sebagai persaksian atas kesedihanku yang engkau tinggalkan. Ku akhiri rintihan hati ini dengan sebuah harapan, Semoga saya istrimu ini dan anakmu serta seluruh santri dan ahlen diperkenankan kumpul denganmu dengan Kuasa KekekalanNya.
**********
Untaian do’a manis dariku!!!.
Kini panjenengan sudah tujuh hari dalam kubur. Dan kami tiap malam mengirim doa tahlil, kumpul bersama ahlen, silih berganti keluarga memimpin tahlil, yang mana mereka tidak pernah merasa pantas mentahlilkan panjenengan. Sungguh berat hati mereka, ketika diamanahi tugas keluarga memimpin tahlil buatmu, semua merasa kurang dan tidak pantas. Semoga rasa tidak pantas ini selalu terjaga dalam benak para penerus panjenengan.
Mbah, kumenyaksikan pentakziyah datang silih berganti, menundukkan kepalanya sambil menyolati panjenengan. Ribuan orang berdesak desakan datang menyolati, dan saling membincang akhlakmu.
Malam ketiga Pak Ahsin Sakho menuturkan akhlak Qur’an yang panjenengan terapkan dalam dunia nyata. Saya menipiskan senyumku pada saat menyimak penuturannya, sedangkan orang lain terkesima dengan penuturannya. Kenapa saya menipiskan senyumku?, karena saya memahami betul Simbah adalah Hamilul Qur’an, orang langit yang dibumikan.
Mbah, keluarga sangat sedih dengan kepergianmu!. Sayapun demikian, akan tetapi saya tersenyum karena panjenengan dijelaskan terlebih dahulu tempat dan apa yang panjenengan akan peroleh sebelum ditempatkan.
Engkau cermin yang mampu menjelaskan keberkahan Qur’an tanpa suara. Mbah, sebenarnya saya kesusahan dalam memahamimu di dunia nalar. Panjenengan itu matahari apa bulan?
Kalau panjenengan matahari kenapa begitu teduh. Santri-santri ketika panjenengan tartilan Qur’an di siang hari, santri-santrimu duduk bersila ditengah terik matahari menyimak. Dan ini dilakukan di bulan romadlhon, mestinya para santri yang menyimak kepanasan dan kehausan. Ini yang saya tidak bisa nalar, hanya mampu bertanya panjenengan bulan atau matahari. Di malam ketika panjenengan memimpin sholat tarawih, seolah-olah panjenengan mengimami di waktu siang.
Kenapa demikian? Karena santri-santri Hufadz dan masyarakat tidak merasakan kantuk ketika engkau mengimami satu setengah juz. Apa kah ini karomah Qur’an atau memang ini keberkahan yang Allah berikan sebagai keberkahan, atas dipilihnya panjenengan sebagai Hamilul Qur’an?.
Mbah, mohon kiranya tawasul kami buat panjenengan diterima nggih. Mbah, apa simbah sudah bertemu Mbah Hafidz atau sudah kumpul dengan Mbah Munawwir?
Bunga taman dari kuburmu begitu harum. Kami bisa menciumnya lewat angin Fatihah, dan rumahmu disana begitu luas. Kami mengetahuinya lewat janji Qur’an. Engkau wujud Qur’an, yang disifati oleh sosok manusia agung. Engkau mutiara yang berkulit zamrud. Berbaju emas dengan semua keluwesan, serta keindahan dari kemewahan perhiasan, yang tidak akan pernah bisa digambarkan oleh orang bumi.
Engkau bagaikan langit yang kebiru-biruan, dan engkau bagaikan air dari dasar telaga nawang wulan, beberapa malaikat menjaga suhu airmu agar selalu segar dalam kedinginan orang yang meminumnya.
Engkau telah menghadap dengan ketetapan Tuhanmu. Engkau dimuliakan atas dasar malumu terhadap Sang Pencipta. Engkau terpelihara dalam kuasa Tuhanmu. Dan engkau dihidupkan dengan kelembutan sifat Qur’an. Tidak ada lagi pujian dari yang terungkap lewat kata yang terstruktur dari penuturan buatmu.
Saya mengakhiri dengan senyum kecemasan terhadap apa yang panjenengan tinggalkan dan dengan cara apa kami merawatnya!. Yaa Ilahi, peliharalah semua anak turun yang memiliki keterkaitan ikatan dengan Simbah Kyai Munawwir. Dan berilah seluruh keluarga Mbah Munawwir kekuatan dan ketegasan dari ketegarannya merawat tinggalan yang tertinggal dari Simbah Kyai Munawwir dan Mbah Najib Abdul Qodir.
Ya Ilahi, anugerahilah kebijaksanaan hati kepada para kasepuhan kami. Ya Allahu Ya Rohimu, janganlah Engkau mencabut keberkahan RohmatMu diatas langit Krapyak.
Krapyak, 10 Januari 2021
Dibalik Tembok.
*Demikian kisah Habib Hilal Mengenang Kiai Najib Krapyak, semoga manfaat.