Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

PERTANYAAN :

Bacaan Lainnya

Asalamualaikum. Ada yang mau saya tanya kan nich barang kali ada yang tahu jawaban nya dari pertanyaan saya ini : APA HUKUM NYA ZDIKIR DENGAN SUARA LANTANG ?? [Lutfiah Gumelar].

JAWABAN :

Wa’alaikumussalam. Yang haram karena mengganggu orang, jika tidak mengganggu maka berdzikir bersuara lantang juga tidak masalah.

بغية المشترشدين ص : 66 دار الفكر
(مسألة ك) لايكره فى المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ومنه قراءة القران إلا إن شوش على مصل أو آذى نائما بل إن كثر التأذى حرم فيمنع منه حينئذكما لو جلس بعد الأذان يذكر الله تعالى وكل من أتى للصلاة جلس معه وشوش على المصلين فإن لم يكن ثم تشويش أبيح بل ندب لنحو تعليم إن لم يخف رياء ويكره تعليق الأوراق المنقوش فيها صورة الحرمين وما فيها من المشاعر المسماة بالعمر فى المسجد للتشويش على المصلين وغيرهم ولكراهة الصلاة إلى ما يلهى لأنه يخل بالخشوع وقد صرحوا بكراهة نقش المسجد وهذا منه نعم إن كانت مرتفعة بحيث لا تشوش فلا بأس إلا إن تولد من إلصاقها تلويث المسجد أو فساد تجصيصه ولا يجوز الإنتفاع بها بغير رضا مالكها إلا إن بليت وسقطت ماليتها فلكل أخدها لقضاء العرف بذلك.

Diambil dari Buku : Dzikir Qurani, Mengingat Allah sesuai Fitrah Manusia, Yayasan Al-Idrisiyyah Indonesia, menurut Nash dan Qaul Ulama, berdzikir dengan metode jahar memiliki sandaran kuat dari Al Quran dan Hadits. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ

“Maka jika engkau telah menunaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah dengan keadaan berdiri, duduk dan berbaring”. (an-Nisaa’: 103)

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim:

َأَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

Dari Ibnu ’Abbas Ra. berkata: “bahwasanya dzikir dengan suara keras setelah selesai shalat wajib adalah biasa pada masa Rasulullah SAW”. Kata Ibnu ’Abbas, “Aku segera tahu bahwa mereka telah selesai shalat, kalau suara mereka membaca dzikir telah kedengaran”. [Lihat Shahih Muslim I, Bab Shalat. Hal senada juga diungkapkan oleh al Bukhari (lihat: Shahih al Bukhari hal: 109, Juz I)]

عَنْ أََبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٌ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا، وَإِذَا أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً. الْبُخَارِيُّ

“Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: ‘Aku bergantung kepada prasangka hambaKu kepada-Ku, dan Aku menyertainya ketika mereka berdzikir. Apabila mereka menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku sebut dirinya di dalam diri-Ku. Apabila mereka menyebut-Ku di tempat yang ramai, maka Aku sebut mereka di tempat yang lebih ramai dari itu……”.

As-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani Rhm. mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa menyebut di tempat keramaian itu (fil-Mala-i) tidak lain adalahberdzikir jahar (dengan suara keras), agar seluruh orang-orang yang ada di sekitarnyamendengar apa yang mereka sebutkan (dari dzikirnya itu). [Abwabul Faraj, Pen. AlHaramain, tth., hal. 366]

Habib Ali bin Hasan al Aththas dalam Kitabnya Al Qirthas juga mengungkapkan hadits diatas untuk mendukung dalil dzikir dengan jahar. Selanjutnya beliau mengatakan bahwatanda syukur adalah memperjelas sesuatu dan tanda kufur adalah menyembunyikannya.Dan itulah yang dimaksud dengan ‘dzikrullah’ dengan mengeraskan suaranya danmenyebarluaskannya. [Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 190]

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ ر.ض قَالَ: قَالَ ابْنُ اْلَدْرَعِ : اِنْطَلَقْتُ مَعَ النّبِيّ ص.م لَيْلَةً فَمَرّ بِرَجُلٍ فِى الْمَسْجِدِ يَرْفَعُ صَوْتَه, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الِ عَسى أَنْ يّكُوْنَ هذَا مُرَائِيّا؟ قَالَ: (لَ وَلكِنّه أَوَاهٌ {رواه البيهقي}

“Dari Zaid bin Aslam Ra. bahwasanya Ibnu Adra’ berkata: Saya telah berjalan bersama Nabi SAW di suatu malam, maka Beliau melewati seorang laki-laki yang sedang berdzikir dengan mengangkat suara (suara yang keras) di dalam masjid. Aku bertanya kepada beliau SAW: ‘Wahai Rasulullah, barangkali orang ini (yang sedang berdzikir dengan suara keras)itu sedang pamer?’ Beliau bersabda: ‘Tidak, akan tetapi ia sedang merintih (mengeluh)‘.

Para pendidik ruhani masa lalu menyatakan dengan berbagai landasan eksperimennya bahwa “Orang-orang yang mubtadi (pemula) dan bagi orang-orang yang menuntut terbukanya pintu hati adalah wajib berjahar dalam dzikirnya”. Syaikh Abdul Wahhab asySya’rani Rahimahullahu Ta’ala berkata: “Sesungguhnya sebagian besar Ulama Ahli Tasawuf telah mufakat bahwasanya wajib atas murid itu berdzikir dengan jahar, yakni dengan menyaringkan akan suaranya dan di dalamkannya. Dan berdzikir dengan sirri dan perlahan-lahan itu tidak akan memberi faidah kepadanya untuk menaikkan kepada martabat yang tinggi” [Lihat Siyarus Salikin, Abdush Shomad Palembani, III: 191]

Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

Abdullah bin Alwi al Haddad Rhm. mengungkapkan dalam dalam suatu kitabnya:

قَالَ عَلَيْهِ الصّلَةُ وَالسّلَمُ خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيّ وَخَيْرُ الرّزْقِ مَا يَكْفِيْ, وَإِنْ جَهَرْتَ بِالذّكْرِ مَعَ اْلِخْلَصِ لِ فِيْهِ وَلَمْ تُشَوّشْ بِسَبَبِ ذلِكَ عَلى مُصَلّ وَلَ قَارِئٍ بِحَيْثُ تُخَلّطْ عَلَيْهِ صَلَتُه وَقِرَآئَتُه فَلَ بَأْسَ بِالْجَهْرِ فَلَ مُنِعَ مِنْهُ بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌ وَمَحْبُوْبٌ وَإِنْ كَانَ ذلِكَ مَعَ جَمَاعَةٍ. اجْتَمَعُوا ذّكْرَ الِ تَعَال عَلى وِفْقِ مَا ذَكَرْنَاُه مِنَ اْلِخْلَصِ وَعَدَمِ التّسْوِيْشِ عَلىَ الْمُصَلّيْنَ وَالتّالِيْنَ وَنَحْوِهِمْ فَذلِكَ مَنْدُوْبٌ إِلَيْهِ وَمُرَغَبٌ فِيْهِ

“Telah bersabda Nabi SAW: “Sebaik-baik dzikir adalah dzikir khofi, dan sebaik-baik rizkiadalah yang cukup”. Andaikata kamu menjalankan dzikir dengan ikhlas karena Allah didalam dzikirnya dan tidak mewaswaskan (mengganggu) orang lain yang sedang shalat dantidak membuat orang yang sedang membaca Al-Quran menjadi kacau bacaannya karenadzikir itu, maka tidaklah apa-apa berdzikir jahar. Hal yang demikian itu tidak dilarangbahkan disunatkan, dan dicintai walaupun keadaan dzikir itu berjama’ah. Mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah sesuai dengan apa yang telah kami terangkandengan ikhlas dan tidak mewaswaskan orang-orang yang sedang shalat dan membaca Al-Quran, dan sebagainya, maka dzikir seperti itu disunatkan dan sangat dianjurkan. [An-Nasha-ihud Diniyyah, hal 50]

وَقَدِ اخْتَارَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ الطّرِيْقَةِ التّصَوّفِ الْجَهْرَ بِالذّكْرِ وَاْلِجْتِمَاعَ بِذَالِكَ وَلَهُمْ فِيْ ذلِكَ طَرَائِقُ مَعْرُوْفَةٌ

“Para jama’ah dari kalangan Thariqat Shufi mengangkat suara keras ketika berdzikir, danmereka berjama’ah ketika berdzikir, hal yang demikian itu merupakan metode thariqatyang sudah umum/dikenal”. [An-Nasha-ihud Diniyyah, hal 51]

Berdzikir jahar yang dimaksud adalah berdzikir dengan suara keras yang sempurna,sehingga bagian atas kepala hingga kaki mereka itu bergerak. Dan seutama-utama dzikirjahar adalah berdiri, dengan menghentak, bergerak teratur dari ujung rambut hingga ujung kaki, hingga seluruh jasadnya turut merasakan Keagungan dan Kebesaran Allah ‘Azza waJalla. (Al-Minahus Saniyyah, Abd. Wahab as Sya’rani).

Dalam kitab Taswiful Asma’, hal. 33 diterangkan:

وَأَمّا اْلِهْتِزَازُ فِيْ حَالَةِ الذّكْرِ فَمَنْدُوْبٌ إِلَيْهِ لِمَا رَوَى الْحَافِظُ أَبُوْ نُعَيْمِ بِسَنَدِه عَنْ عَلِيّ كَرّمَ الُ وَجْهَهُ أَنّه وَصَفَ الصّحَابَةَ يَوْمًا فَقَالَ كَانُوْا إِذَا ذَكَرُوْا الَ مَادّوْا كَمَا يَمُدّ الشّجَرُ فِيْ يَوْمِ الشّدِيْدِ الرّيحِ وَجَرَتْ دُمُوْعُهُمْ عَلى ثِيَابِهِمْ, قَالَ شَيْخُنَا الْعَارِفُ جَمَالُ الدّيْن الْبُسْطَامِيْ قَدّسَ الُ تَعَال رُوْحَه وَهذَا صَرِيْحٌ فِيْ أَنّ الصّحَابَةَ رَضِيَ الُ تَعَال عَنْهُمْ كَانُوْا يَتَحَرّكُوْنَ فِى الذّكْرِ حَرْكَةً شَدِيْدَةً يَمِيْنًا وَشِمَالً لَنه شُبّهَ حَرْكَتُهُمْ بِحَرْكَةِ الشّجَرِ يَوْمَ الشّدِيْدِ الرّيْحِ

“Adapun bergoyang-goyang di kala berdzikir itu dianjurkan, karena telah meriwayatkan AlHafizh Abu Nu’aim dengan sanadnya dari Sayidina Ali (semoga Allah memuliakanwajahnya) bahwa sesungguhnya beliau pada suatu hari telah mensifati keadaan sahabatdengan katanya: ‘Adalah mereka (para sahabat) apabila berdzikir kepada Allah bergoyang-goyang seperti bergoyangnya kayu ketika datangnya angin kencang, dan mengalir airmatanya pada pakaiannya’.
Telah berkata Syekh kita yang ‘Arif, Jamaluddin al Bushthami(semoga Allah Ta’ala menyucikan ruhnya): ‘Ini merupakan perkataan yang jelas,sesungguhnya sahabat-sahabat (semoga Allah meridhai mereka) bergoyang-goyang ketikaberdzikir dengan gerakan yang keras ke kanan dan ke kiri. Sesungguhnya berdzikir sepertiitu menyerupai bergeraknya kayu pada waktu datangnya angin kencang”.

Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

Keunggulan dzikir jahar itu adalah seperti yang dikatakan seorang Ulama Ahli Tasawuf : “Apabila seorang murid berdzikir kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla dengan sangat kuat dan semangat yang tinggi, niscaya dilipat baginya maqam-maqam thariqah dengan sangat cepat tanpa halangan. Maka dalam waktu sesaat (relatif singkat) ia dapat menempuh jalan(derajat) yang tidak bisa ditempuh oleh orang lain selama waktu sebulan atau lebih”.

Syekhul Hadits, Maulana Zakaria Khandalawi mengatakan, ‘Sebahagian orang mengatakan bahwa dzikir jahar (dzikir dengan mengeraskkan suara) adalah termasuk bid’ah dan perbuatan yang tiada dibolehkan). Pendapat ini adalah menunjukkan bahwapengetahuan mereka itu di dalam hadits adalah sangat tipis. Maulana Abdul Hayy Rahimahullahu Ta’ala mengarang sebuah risalah yang berjudul ‘Shabahatul Fikri’. Beliau menukil di dalam risalahnya itu sebanyak 50 hadits yang menjadi dasar bahwa dzikir jahar itu disunnahkan’. [Fadhilat zikir, Muh Zakariya Khandalawi. Terj. HM. Yaqoob Ansari, Penang Malaysia, hal 72]

Dan dzikir jahar itu dianjurkan dengan berjama’ah, dikarenakan dzikir dalam berjama’ahitu lebih banyak membekas di hati dan berpengaruh dalam mengangkat hijab. Rasulullah SAW bersabda: “Tiadalah duduk suatu kaum berdzikir (menyebut nama Allah‘Azza wa Jalla) melainkan mereka dinaungi oleh para malaikat, dipenuhi oleh rahmat Allah dan mereka diberikan ketenangan hati, juga Allah menyebut-nyebut nama mereka itu dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya”. [At Targhib wat Tarhib, II: 404].

Hukum Dzikir Dengan Suara Keras

Imam al Ghazali Rahimahullahu Ta’ala telah mengumpamakan dzikir seorang diri dengandzikir berjama’ah itu bagaikan adzan orang sendiri dengan adzan berjama’ah. Maka sebagaimana suara-suara muadzin secara kelompok lebih bergema di udara daripada suara seorang muadzin, begitu pula dzikir berjama’ah lebih berpengaruh pada hati seseorang dalam mengangkat hijab, karena Allah Ta’ala mengumpamakan hati dengan batu. Telah diketahui bahwa batu tidak bisa pecah kecuali dengan kekuatan sekelompok orang yang lebih hebat daripada kekuatan satu orang”. [Al-Minahus Saniyyah, Abd. Wahab as Sya’rani]

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar Rhm. mengatakan:

 

اَلذّكْرُ كَالْقِرَاءَةِ مَطْلُوْبٌ بِصَرِيْحِ اْلياتِ وَالرّوَايَاتِ وَالجَهْرُ بِه حَيْثُ لَمْ يَخَفْ رِيَاءً وَلَمْ يُشَوّشْ عَلى نَحْوِ مُصَلّ أَفْضَلُ لَنّ الْعَمَلَ فِيْهِ أَكْثَرُ وَتتَعَاوَنُ فَضِيْلَتُه لِلسّمَاعِ وَِلَنّه يُوْقِظُ قَلْبَ الْقَارِئِ وَ يَجْمَعُ هَمّه لِلْفِكْرِ وَيُصَرّفُ سَمْعَه إِلَيْهِ وَيطْرُدُ النّوْمَ وَيزِيدُ فِى ( النّشَاطِ (بغية الشترشدين: ٤٨

“Berdzikir itu laksana orang yang membaca Al-Quran, yang diperlukan kejelasan ayat danriwayatnya, dan juga diperlukan keras suaranya, apabila tidak khawatir riya’ dan tidak mengganggu kepada orang shalat. Berdzikir seperti itu lebih afdhal, karena sesungguhnya dzikir yang banyak itu akan melimpah ruah pahalanya kepada yang mendengarnya. Dan manfaat berdzikir jahar itu akan mengetuk hati penyebutnya, menciptakan konsentrasi (fokus) pikirannya terhadap dzikirnya, mengalihkan pendengarannya pada dzikir, menghilangkan rasa kantuk, serta menambah semangat (bersungguh-sungguh)”. [Bughyatul Mustarsyidin, hal. 48]

Dalam suatu hadits disebutkan:

لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ الْمَدْحُ مِنَ اللَّهِ وَالْمَدْحُ لا يَكُوْنَ إلا جَهْرًا

“Tidak ada suatu pujian seseorang yang dicintai Allah, kecuali pujian yang diucapkan dengan suara jelas”.

Seorang penyair mengatakan:

جَهَرْتُ بِمَدْحِي فِيهِ لاَ مُتَلَجْلِجاً * وَمَنْ يَمْدَحُ المَحْبُوبَ لاَ يَتَلَجْلَجُ

Dengan suara keras aku telah memujinya tanpa tergagap-gagap, Barang siapa yang memuji kekasihnya tentu tidak tergagap-gagap. [Terj. Al-Qirthas, Darul Ulum Press, 2003, hal. 191]

Jadi dzikir dengan suara keras atau suara pelan itu ada dasarnya semua, dan kita harus melihat keadaan dan tempat, sekiranya tidak mengganggu.

أخرج البزار، والحاكم في المستدرك وصححه، عن جابر رضي الله عنه قال : خرج علينا النبي صلى الله عليه وآله وسلم فقال : ” يا أيها النَّاس، إنَّ لله سرايا من الملائكة تحلّ وتقف على مجالس الذكر في الأرض، فارتعُوا في رياض الجنَّة، قالوا : وأين رياض الجنَّة ؟ قال : مجالس الذكر، فاغدوا ورُوحوا في ذكر ( ذكر الأحاديث الدالة على استحباب الجهر بالذكر تصريحاً أو التزاماً )

Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Sunde Pati, Toni Iman Tontowi, Ibnu Ma’mun].

 

Demikian artikel tentang Hukum Dzikir Dengan Suara Keras, semoga bermanfaat.

Sumber ada disini.

Pos terkait