Karomah Kiai Abdul Hamid Mu’in Bettet Pamekasan, Merubah Jalan Menjadi Lautan

Karomah Kiai Abdul Hamid Mu'in Bettet Pamekasan, Merubah Jalan Menjadi Lautan

Karomah Kiai Abdul Hamid Mu’in Bettet Pamekasan, Merubah Jalan Menjadi Lautan

Salah seorang santri kedapatan mencuri. Sebelum sempat diserahkan untuk menghadap Kiai Abdul Hamid Mu’in (selanjutnya Kiai Hamid), ia berusaha melarikan diri ke arah timur pondok. Para santri dan ustaz spontan ikut mengejar si pencuri yang melarikan diri ke area persawahan. Kiai Hamid yang mengetahui hal itu lantas berkata;

Bacaan Lainnya

“Sudah, sudah, jangan dikejar lagi!

Siapa menduga, tiba-tiba si pencuri merasakan tubuhnya sangat lemas. Ia duduk tersimpuh dan kepayahan dengan ekspresi bingung yang tak terkira. Para santri dan ustaz yang tadinya mengejar dengan sekuat tenaga heran bukan kepalang. Mereka pun dengan mudah menangkap si pencuri untuk kemudian diserahkan kepada Kiai Hamid.

Begitu keluar dari kediaman Kiai Hamid, para santri dan ustaz yang ikut mengejarnya sontak menyerbu dan menghujani si pencuri dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Saya tak bisa lari ke mana-mana lagi. Sawah dan jalan setapak yang tadinya hijau dengan rerumputan seketika berubah menjadi lautan samudera yang amat luas. Saya tak bisa melihat apapun selain lautan. Saya takut dan gusar, bagaimana mungkin saya bisa menyeberangi lautan samudera itu? Makanya saya terduduk di atas batu tadi, pasrah dan tak tahu mesti ke mana lagi.” Cerita si pencuri.

Kiai Hamid adalah jebolan tulen Pondok Pesantren Bettet Pamekasan. Beliau tak mengenyam pendidikan lain baik formal maupun non-formal hingga akhirnya beliau menggantikan mertuanya sebagai pengasuh di pondok pesantren tersebut.

Kini, Pondok Pesantren Bettet memiliki jenjang pendidikan formal hingga tingkat universitas. Meski demikian, beliau tetap disegani oleh kalangan akademisi dan para umara’ (pejabat). Banyak sekali tamu-tamu beliau yang betah berlama-lama mengajaknya menbincangkan isu-isu nasioanal.

Dalam suatu kunjungannya ke Pondok Pesantren Bettet, Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) menyempatkan diri bertukar pikiran bersama Kiai Hamid.

Konon, Gus Dur dan Kiai Hamid justru tak membicarakan soal-soal pesantren, melainkan isu-isu nasional seputar NU (Nahdlatul Ulama) dan dinamika politik nasional. Gus Dur betah berlama-lama dengan Kiai Hamid yang mampu mengimbanginya melihat dinamika isu-isu nasional.

Kiai Hamid adalah sosok yang sederhana sekaligus penuh kharisma. Jika beliau menghadiri suatu majelis yang ramai dan gaduh, maka seketika majelis tersebut akan hening dan khidmat karena kehadiran beliau.

Pesan-pesan beliau selalu sederhana, namun penuh lapisan makna sesuai kadar para pendengarnya. Beliau selalu berpesan dan menitiktekankan “tauhid dan akhlak” kepada para santri dan orang-orang terdekatnya.

Satu minggu sebelum kepergian Kiai Hamid ke hadirat Allah Swt., beliau berpesan kepada Ustaz Ahmad Sodiq (seorang tukang pijat beliau) perihal pentingnya menjaga aqidah dan akhlak. Bahkan, Kiai Hamid sampai mengulang tujuh kali permintaan beliau;

“Tolong ucapan saya ini sampaikan kepada para santri Bettet dan alumni ya, tolong!…

Demikian Karomah Kiai Abdul Hamid Mu’in Bettet Pamekasan, Merubah Jalan Menjadi Lautan. Semoga Bermanfaat

Penulis: M. Agung

Ediror: Mas Ahmad

Pos terkait