Kisah Habib Umar Bin Hud Al Atthos, Wali Kutub Hingga Usia 100 Tahun
Al Allamah Al Arifbillah Al Quthub Al Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al Attas dilahirkan oleh seorang wanita shalihah bernama Syarifah Nur binti Hasan Al Attas di Huraidhah, Yaman Selatan pada tahun 1313 H (1892 M).
Suatu saat Al Allamah Arifbillah Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas, seorang Waliyullah besar di kota Huraidhah menyampaikan isyarah perihal kehamilan Syarifah Nur. Berkata Habib Ahmad
“Ia akan melahirkan seorang anak laki-laki yang panjang usianya, penuh dengan keberkahan serta akan banyak orang yang datang untuk bertawassul dan bertabarruk padanya, hendaklah ia diberi nama “Umar”, sebagai pengganti kakaknya yang juga bernama Umar, yang telah wafat ketika berada di Indonesia bersama ayahnya.”
Maka benarlah apa yang dikatakan Habib Ahmad, beliau diberi umur yang panjang, usia beliau mencapai 108 tahun dan seluruh usianya itu senantiasa berada dalam keberkahan. Habib Muhammad, ayah Habib Umar telah lebih dulu tinggal di Indonesia, setelah sebelumnya selama 20 tahun beliau mengabdikan dirinya menjadi imam di Masjid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang berada di kota Huraidhah.
Habib Umar mempunyai beberapa orang saudara, diantaranya Habib Umar (kakaknya yang telah meninggal sebelum beliau lahir) dan Habib Salim yang mengasuh beliau ketika kecil. Habib Umar masih berusia 15 tahun ketika ibundanya wafat, setelah itu beliau hijrah dan tinggal di Indonesia. Di Indonesia, beliau kemudian menimba ilmu kepada ulama-ulama Ahlubait di sana, diantara guru-guru beliau adalah:
Kisah Habib Umar Bin Hud Al Atthos, Wali Kutub Hingga Usia 100 Tahun
Al Habib Umar Bin Hud Al Athos adalah seorang ulama dan konon beliau juga seorang wali quthub usianya lebih dari 100 tahun dilahirkan di penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman Selatan.
Di sana Beliau tinggal bersama Ibunya, Sedangkan Ayahnya berada di Indonesia. Dengan sabar Beliau mengurus Ibundanya yang lumpuh dan sudah terbaring di Kasur selama bertahun tahun.Setelah Ibundanya meninggal dunia tepatnya ketika Beliau berumur 16 Tahun Beliau di Suruh datang ke Indonesia oleh Ayahandanya.
Akhirnya Beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar Tanah Abang. Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar tahun 1950-an, beliau ke Mekkah dan bermukim selama beberapa tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi, sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.
Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian negara itu. Al Habib Umar baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa Orde Baru.
Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat, termasuk Brunei Darussalam.
Karenanya tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang diselenggarakan Al Habib Umar di Cipayung sebagai maulid internasional. Maulid ini dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara. Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulud di majelis lain adalah, tidak ada ceramah-ceramah setelah baca maulud.
Acaranya langsung saja yakni baca maulud, dzikir dan ditutup dengan do’a. Tidak adanya ceramah-ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena Al Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.Setiap hari beliau memimpin shalat Shubuh di kediamannya, di Condet, pada hari biasa terdapat sekitar 300 orang, dan khusus pada hari Jum’at meningkat menjadi 1.000 orang.
Setiap Sabtu beliau mengajar Fiqih, dan setiap malam Jum’at mengadakan pembacaan Maulid Addiba’i di Cipayung, Bogor, dari sanalah beliau dikenal dengan nama Al Habib Umar Cipayung. Diantara ketekunan beliau dalam menimba ilmu, beliau senantiasa mendatangi majelis Al Habib Abdullah bin Muhsin Al Attas di Keramat Empang, Bogor dengan menggunakan sepeda, padahal beliau tinggal di Jakarta.
Kegiatan rutin Al Habib Umar yang lain yang memasyarakat adalah shalat subuh berjamaah di kediamannya di Condet. Setiap hari terdapat sekitar 300 jamaah subuh yang datang. Khusus pada hari Jumat, jamaahnya meningkat menjadi sekitar 1.000 orang. Tahun 1965 M, beliau mendapat isyarah untuk menetap di kota suci Makkah Al Mukarramah. Maka berangkatlah Al Habib Umar bersama 11 orang saudaranya dengan menggunakan kapal laut.
Ketika di tengah laut, datang badai yang menyebabkan kapal itu akan oleng. Melihat hal demikian, maka beliau memerintahkan semua yang ada di kapal itu untuk membaca Ratib Al Attas, hingga dengan izin Allah meredalah badai itu. Setelah beberapa tahun mukim di Makkah, beliau hijrah lagi ke Singapura, kemudian kembali lagi ke Indonesia dan tinggal di kawasan Pasar Minggu, Jakarta.
Di sana beliau membangun sebuah masjid dan madrasah yang diberi nama Assa’adah. Nama Assa’adah yang berarti kebahagiaan adalah pemberian dari Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul, Jember). Kepengurusan masjid dan madrasah tersebut kemudian dipegang oleh putranya, Al Habib Salim bin Umar Al Attas. Setelah sekian lama tinggal disana, beliau pindah lagi ke kawasan Condet, Jakarta Timur hingga akhir hayatnya.
Setiap tahun Al Habib Umar senantiasa melaksanakan acara Maulid Akbar di Cipayung, Bogor. Peringatan Maulid ini dihadiri oleh ribuan orang, dari dalam dan luar negeri. Untuk jamuannya, beliau menyembelih 1.600 kambing, dua unta dan memasak 25 ton beras. Jika ditanya darimana uang sebanyak itu, beliau hanya menjawab “Dari Allah.”
Pernah Waktu Semasa Hidupnya Waktu SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) sedang boomingnya karena SUDOMO (Sekarang Tenarnya TOGEL), ada seseorang minta Nomer sama Beliau, dan Beliau Memberikan Nomer Tersebut dengan syarat apabila Nanti Dapat Uangnya di bawa kesini tepatnya Cipayung tempat Pesantren Beliau Puncak.
Setelah beberapa hari akhirnya orang itu datang ke cipayung Puncak dengan membawa uang itu sebanyak 2 karung karena memang cukup besar hadiah SDSB itu, yaitu 1 Milyar. Lalu Beliau Mnyuruh Menaruh uang itu di dalam Bak Plastik lalu ditutupi Kasin.
Setelah di buka ternyata Uang itu Berubah Menjadi Darah….Lalu Beliau Berkata
“Inilah Bentuk Asli Uang Itu, Jika Kau Gunakan Uang Itu..sama saja Kau Menghisap Darah Saudaramu Sendiri” lalu Orang Itu Bertaubat
Setelah seumur hidupnya di abdikan di jalan Allah, akhirnya beliau berpulang ke hadirat Tuhan Yang Agung pada Rabu malam Kamis, tanggal 11 Agustus 1999 M (1420 H) pada usia 108 tahun.
Beliau dimakamkan di pemakaman Al Hawi, Cililitan, Jakarta sesuai dengan wasiat beliau. Diantara anak-anak beliau adalah Al Habib Husain, Al Habib Muhammad, Habib Salim dan Syarifah Raguan. Banyak Yang Mengatakan Beliau mendapat KeWaliannya Karena Baktinya Pada Orang Tua
Banyak Kejadian Aneh Ketika Beliau Meninggal Dunia Jalan Condet Tutup Karena banyaknya Para Jamaah….Dari Pasar Rebo Sampai Kompor Cawang Nuki Jalan Sepanjang Itu Dipenuhi lautan Jamaah Yang Berwarna Putih.
Demikian Kisah Habib Umar Bin Hud Al Atthos, Wali Kutub Hingga Usia 100 Tahun. Semoga bermanfaat.