Kisah Karomah Mbah Hamid Pasuruan: Uang Haram Direbus Baunya Telur Busuk
Ada sebuah kisah, Kiai Hamid Pasuruan pernah disedekahi seorang tamu sejumlah 100 ribu rupiah (mungkin sekarang bernilai 1 jutaan).
Lalu beliau bilang: “Alhamdulillah” dan diterima.
Tapi menjelang waktu dzuhur beliau masuk ke ndalem (kediaman) beliau langsung memanggil Suud seorang khodam abdi ndalem dan meminta diambilkan panci (periuk) dengan diisi sedikit air dan kain lap. Setelah itu beliau menyerahkan uang sedekah tadi kepada Suud, dan disuruh untuk dimasukkan ke dalam panci.
“Yai, lak teles mangke artone?” (yai nanti uangnya kan jadi basah?).
“Wis talah, diutus yai kok ngunu?” (Sudah lakukan saja, disuruh yai kok gitu). Jawab Yai Hamid.
Tampa pikir panjang Suud langsung memasukkan uang kertas 100 ribu rupiahan yang tebal itu ke dalam panci dan langsung basah.
“Wis saiki tutupen ambek dibuntel lap”. (sekarang tutuplah dengan kain).
“Sampun yai” (sudah yai).
“Nek wis selehno nduwur mejo pawon. Mengko ba’da sholat dzuhur buru bukaen, terus matur yai yo” (Kalo sudah, taruh di atas meja dapur, nanti selepas sholat dzuhur segera buka dan laporkan ke saya).
Setelah sholat dzuhur, Suud pun bergegas ke dapur lalu membuka bungkusan panci berisi uang tadi. Tapi alangkah terkejutnya Suud karena air berisi uang banyak tadi berbau sangat busuk seperti telur kuwok (busuk), dan uangnya sudah tidak bentuk uang.
Lalu bergegaslah Suud menemui Kyai Hamid: “Yai ..” Sambil terbata-bata dan belum selesai ngomong.
“Wis suud, buangen isine panci iku. Sing penting weruho, yo ngunu iku rupane duit harom yen dipangan menungso ndek njero awak, ndadekno penyakit lan mudhorot ndunyo akherat” (Sudah suud, kamu buang isi panci itu, yang penting supaya kamu tahu kalau seperti itulah rupanya uang haram jika dimakan dalam perut, menyebabkan penyakit dan bahaya dunia akhirat).
Wallahu a’lam…..
Demikian Kisah Karomah Mbah Hamid Pasuruan: Uang Haram Direbus Baunya Telur Busuk, semoga memberikan manfaat kepada kita semua dan selalu diberi kemudahan dan kesehatan dalam masa pandemi.
Penulis: ahmad Hasan Mashuri.