Kisah Kewalian Tuan Guru Tretetet Jasadnya Hilang Saat Akan Dimakamkan
Hari itu, Kamis, 19 Desember 1985, kuburan Karang Kelok, Monjok, Mataram, tumpah ruah oleh para pelayat. Inilah suasana paling ramai dipadati pengunjung sejak tempat itu diwakafkan untuk pemakaman umum di jantung Mataram.
Para pelayat tak hanya membanjiri pemakaman. Tapi mulai dari mulut jalan utama perkampungan itu orang-orang berjejalan. Sementara pengunjung terus berdatangan seolah tak henti-hentinya, menuju rumah duka dan pekuburan.
Tuan Guru Tretetet dikabarkan meninggal dunia. Kabar yang menyentak itu begitu cepat menyebar. Mataram gempar. Tak hanya para warga kota yang tak ingin ketinggalan mengantar ulama legendaris itu ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Bahkan hampir seluruh pegawai pemerintahan di Kantor Gubernur NTB yang tak jauh dari lokasi makam berduyun-duyun melayat di pagi itu.
“Waktu itu saya sudah SMP. Jadi sudah cukup mengerti,” tutur Abah Saleh kepada Al-Iqro.
Lelaki yang memelihara kumis dan berewok panjang itu adalah cucu semata wayang Tuan Guru Tretetet. Ia dihubungi Al-Iqro pada suatu malam, di pemakaman Mapak, Lombok Barat.
Saleh menceritakan, di rumah duka milik seorang familinya di Karang Kelok penuh sesak. Keranda yang semestinya dipikul sejumlah orang, terpaksa diangkat di atas kepala orang-orang yang memadati rumah dan pekarangan. Saking ramainya pelayat sampai tak ada celah sedikit pun untuk membawa jenazah ke pekuburan. Terjadilah sesuatu yang jarang pernah terlihat dalam suasana berkabung di mana pun. Mulai dari dalam rumah, keranda jenazah Ahmad Tretetet dioper dari tangan ke tangan di atas kepala para pelayat sampai makam.
Saleh yang duduk tak jauh dari lubang kubur yang telah digali, melihat sesuatu yang tak dapat ia cerna dengan benak seorang lelaki yang baru memasuki usia remaja. Apakah ini tanda-tanda kewalian Datoq, demikian ia memanggil kakeknya, yang selama ini ia hanya dengar dari penuturan orang banyak. Bahkan di saat ruh sudah tak bersama jasadnya, Ahmad Tretetet masih menunjukkan sesuatu yang tak bisa diterima nalar.
“Sampai di liang lahat, jasad Datoq menghilang dari keranda,” kenang Saleh.
Melihat keranda yang kosong itu, orang-orang yang berada di sekeliling lubang pusara yang telah disiapkan untuk jenazah sang waliyullah saling berpandangan. Mereka tak mengucap sepatah kata pun. Akhirnya liang kubur itu pun ditimbun.
“Jadi, di kuburan Karang Kelok itu, tidak ada jasad Datoq. Jasad beliau hilang sebelum sampai makam,” tegas Saleh.
Penjelasan Saleh terkait erat dengan anggapan sebagian khalayak bahwa Ahmad Tretetet masih hidup. “Silakan datang berkunjung ke tempat saya. Saya akan tunjukkan bukti bahwa beliau masih hidup,” demikian sebuah pesan dari seorang netizen yang diterima Al-Iqro.
Tuan Guru Ahmad Tretetet benar-benar menjadi sebuah misteri. Setelah kabar tentang wafatnya sang legenda tersebar, orang-orang terus berziarah ke pemakaman Karang Kelok, dengan berbagai niat dan tujuan, hingga sekarang. Sementara banyak pula kesaksian orang-orang yang pernah didatangi sang wali di sejumlah tempat, jauh setelah ia diberitakan meninggal dunia. Orang suci, sang ulama karomah di tanah Lombok itu, tak pernah berhenti menjadi buah bibir. Ia sudah kembali kepada Sang Khalik, atau masih hidup, wallahuallam bissawab. Setidaknya, ia tak pernah mati di hati orang-orang yang mengenalnya, bahkan mereka yang sama sekali tak pernah berjumpa dengannya. Ia tetap dikenang dengan berbagai kisah tentangnya yang mengundang decak kagum.
Demikian Kisah Kewalian Tuan Guru Tretetet Jasadnya Hilang Saat Akan Dimakamkan. Semoga bermanfaat.
Sumber ada di sini
Penulis: Buyung Sutan Muhlis
Editor: Mas Ahmad