Kisah Syekh Tarekat Menginsafkan Pemabuk Berat.
Bisa dibilang, syekh tarekat yang satu ini sangat mobile. Ia hanya berdiam di zawiyahnya maksimal satu bulan. Setelah itu pasti akan rihlah ke negeri-negeri lain selama beberapa bulan, mengunjungi para ulama dan sufi lain, baik yang masih hidup maupun sudah wafat. Demikian lelaku yang ia jalani hingga akhir hayat.
Suatu ketika, ia minta salah satu santrinya untuk mencarikan sopir baru. Yang mahir dan tangguh, terutama untuk perjalanan jauh.
“Ada, Sidi,” sahut santrinya, “Tapi dia tidak pantas jadi sopir Anda.”
“Kenapa?” tanya Syekh.
“Dia suka mabok, dan tinggalnya malah di lokalisasi.”
“Tidak apa-apa.”
Maka pria abangan itupun dihadapkan kepada sang mursyid tarekat. Kemudian didaulat jadi sopir dengan satu syarat; tidak boleh nenggak minuman keras selama berada di sekitar sang syekh. Alasannya sederhana:
“Saya tidak kuat baunya,” tutur ulama itu.
Demikianlah si sopir mengantar sang guru sufi kemanapun pergi. Otomatis ia pun ikut serta hadir majlis zikir, ziarah, pengajian, maulid, khataman Quran, dan lainnya. Meski demikian ia masih tinggal di lokalisasi. Selama itu sang guru sufi tak sekalipun pernah menceramahinya.
Hal ini berlangsung beberapa lama. Hingga suatu hari si sopir mengetuk pintu majikannya itu. Sowan.
“Ada apa?” tanya Syekh dengan nada heran. Sebab ia tak merasa minta diantar bepergian.
Entah bagaimana, pria itu kontan menangis sesenggukan. Sambil tersedu-sedu ia matur,
“Sejak ikut Anda, sudah lama saya tidak menyentuh minuman keras. Bahkan saya juga tidak lagi meninggalkan shalat lima waktu. Saya malu kepada Allah. Saya selalu shalat sembunyi-sembunyi di lokalisasi.”
Syekh menyimak dengan seksama. Pria itu melanjutkan,
“Saya rasa sudah cukup, Sidi. Saya ingin meninggalkan kehidupan masa lalu saya. Mohon ijinkan saya menemani Anda sampai akhir hayat saya, Sidi..” pinta sang sopir berlinang air mata. Sang guru sufi mengangguk sambil tersenyum.
Beliaulah Syekh Muhammad ibn al-Habib al-Hasani al-Maliki as-Syadzili, mursyid thariqah Darqawiyah-Syadziliyyah dari Meknes, Maroko. Santri-santri beliau lazim disebut ‘fuqara’.
Kalibening, 4 Februari 2021.
Ila ruhi Syekh Muhammad ibn al-Habib, al-Fatihah.
Penulis: Zia Ul Haq, alumni Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.
*Tambahan info tentang Kisah Syekh Tarekat Menginsafkan Pemabuk Berat:
Salah satu santri Syekh Muhammad ibn al-Habib bernama Ian Dallas, seorang muallaf asal Skotlandia yang berganti nama menjadi Abdalqadir as-Sufi. Di kemudian hari sang santri ini berinisiatif membuat gerakan bernama Murabitun World Movement, dan sangat gencar mempromosikan konsep Amal Ahli Madinah ala Mazhab Maliki dalam kemasan tarekat Darqawi.
Di antara agendanya adalah penggunaan kembali logam mulia (emas dan perak) sebagai alat pembayaran untuk menggantikan mata uang fiat. Anggota Murabitun yang sangat vokal mendakwahkan ide-ide ini adalah Dr. Umar Vadillo. Sedangkan di Indonesia, yang paling menonjol adalah Ir. Zaim Saidi, sosok yang sedang berurusan dengan aparat perihal Pasar Muamalat.
Sejak 2014, Syaikh Abdalqadir as-Sufi berlepas diri dari segala aktivitas dinar-dirham. (Zia Ul Haq)