1.Secara umum, mendirikan sholat jum’at lebih dari satu dalam satu desa diperbolehkan jika ada kesulitan yang tidak bisa ditolerir pada umumnya ( adat ). Adapun kesulitan tersebut bisa timbul sebab:
1.Jauhnya tempat, hal ini bisa dibatasi jikalau seseorang tidak mendengar suara adzan dan berada di suatu tempat jika ia berangkat ketempat jum’at setelah fajar ia tidak dapat menemukan jum’atan tersebut.
2.Tidak memadainya masjid untuk menampung anggota jum’at. Sedang dalam mengkategorikan anggota jum’at terjadi khilaf diantara para ‘Ulama, ada yang berpendapat anggota jum’at adalah mereka yang wajib jum’atan, ada pula yang berpendapat anggota jum’at adalah mereka yang biasa hadir sholat jum’at.
2.Boleh kalau memang ada تخاصم , عداوة, تنازع diantara dua aliran tersebut. Dan ketika tidak ada تخاصم , عداوة, تنازع maka hukumnya tafshil:
1.Kalau berjama’ah ( berma’mum ) pada Imam yang I’tiqodnya sampai mengkafirkan maka tidak boleh berjamaah dengannya. Berarti تعدد الجمعة diperbolehkan.
2.Kalau berjama’ah pada Imam yang I’tidqodnya tidak sampai mengkafirkan ( hanya menganggap batal ) dalam konteks lintas mazdhab maka hukumnya khilaf:
·Menurut بعض أصحابنا tidak boleh berjama’ah dengannya ( kita boleh mendirikan jum’atan sendiri / تعدد الجمعة )
·Menurut أكثر العلماء diperbolehkan berjama’ah denganya ( تعدد الجمعة tidak diperbolehkan ). Wallohu a’lam. [Mbah Jenggot ].
REFERENSI KITAB :
– Bughyatul Mustasyidin Hal 79
– At Turmusyi Juz III Hal 212- 213
– Tuhfatul Muhtaj Juz II Hal 425
– Al Jamal Juz II Hal 15-16
– Fiqh Islami Wa Adillatih Juz II Hal 280
– Fawaidul Janiyyah Juz I Hal 251
– Nihayatul Muhtaj Juz II Hal 301