0167. Hukum Menambahkan Lafadz Sayyidina Dalam Syahadat Shalat

PERTANYAAN :
Ana mau tanya, seperti kita ketahui kita disunnahkan menambah kata “sayyidina” pada shalawat ibrahimiyyah. apakah kita juga disunnahkan menambahkan kata “sayyidana” pada syahadat rasul sebelum kata muhammadar rasulullah ketika tahiyat. mohon pencerahan dan penjelasannya. [Ulian Febriansyah].
JAWABAN :
Menurut Imam Kurdi, Ibnu Hajar, AzZiyaadi Imam Halaby (dari kalangan Syafiiyah) lebih utama menambahkan lafadz “SAYYIDINAA” sebelum lafadz MUHAMMAD
وقوله وأن محمدا رسول الله الأولى ذكر السيادة لأن الأفضل سلوك الأدب وحديث لا تسودوني في صلاتكم… باطل
Yang lebih utama menambahkan lafadz sayyidinaa saat kalimat “Wa Anna Muhammadar Rosuulullah” karena yang lebih utama menjaga etika pada Rosulullah shallallaahu ‘Alaihi wa sallam, sedang hadits yang berbunyi “Janganlah kalian menyebut kata sayyid untukku saat sholat” adalah hadits batal. [ I’aanah at-Thoolibiin I/169 ].
وعبارة البرماوي ولا يجوز إبدال كلمة منه كالنبي والله ومحمد والرسول والرحمة والبركة بغيرها ولا أشهد بأعلم ولا ضمير علينا بظاهر ولا إبدال حرف منه ككاف عليك باسم ظاهر ولا ألف أشهد بنون ولا هاء بركاته بظاهر وجوزه بعضهم في الثاني ويجوز إبدال ياء النبي بالهمز ويضر إسقاطهما معا إلا في الوقف كما قاله العلامة الزيادي ويضر إسقاط تنوين سلام المنكر خلافا للعلامة ابن حجر ولا يضر تنوين المعرف ولا زيادة بسم الله قبل التشهد بل تكره فقط ولا يضر زيادة ميم في عليك ولا يا النداء قبل أيها ولا وحده لا شريك له بعد أشهد أن لا إله إلا الله لورود ذلك في خبر ولا زيادة سيدنا قبل محمد هنا وفي الصلاة عليه الآتية بل هو أفضل لأن فيه مع سلوك الأدب امتثال الأمر وزيادة وأما حديث لا تسيدوني في الصلاة فباطل باتفاق الحفاظ
Redaksi kitab alBarmawy “Tidak boleh mengganti kalimat-kalimat yang terdapat pada bacaan tasyahhud seperti mengganti lafadz annabiy, Allah, Muhammad, Arrosuul, arrohmat, albarokah, lafadz asyhadu diganti a’lamu, dhomir yang terdapat pada ‘alainaa diganti isim dhohir dll.
Juga tidak boleh mengganti huruf-huruf yang terdapat pada bacaan tasyahhud seperti huruf kaafnya alaika diganti isim dhohir, alifnya asyhadu diganti dengan nun, huruf ha’ nya wabarokaatuh diganti isim dhohir (namun sebagian ulama memperbolehkannya dalam hal ini).
Boleh mengganti huruf ya’nya lafadz annabiy dengan hamzah namun bahaya menghilangkankan keduanya (ya’ dan hamzah) kecuali bila waqof seperti yang diterangkan oleh az-Ziyaady, bahaya juga menggugurkan tanwin nakirohnya lafadz salaamun berbeda dengan Imam Ibnu Hajar.
Tidak bahaya mendatangkan tanwin muarrof, menambahi BASMALAH sebelum tasyahhud (hanya saja makruh), tidak bahaya menambahkan huruf mim pada lafadz ‘alaika, huruf ya nidaa’ sebelum lafadz ayyuhaa dan menambahkan WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU setelah kalimat an laa ilaaha illlallaah karena semuanya ada dalam keterangan hadits.
Tidak bahaya juga menambahkan lafadz sayyidinaa sebelum lafadz Muhammad, juga saat membaca sholawat bahkan hukumnya lebih utama karena yang lebih utama menjaga etika pada Rosulullah shallallaahu ‘Alaihi wa sallam, sedang hadits yang berbunyi “Janganlah kalian menyebut kata sayyid untukku saat sholat” adalah hadits batal. [ Hasyiyah aljamal ‘Ala alminhaj II/335 ]. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro].

Pos terkait