0559. BAGAIMANA HUKUMNYA JIKA KHOTIB DAN IMAM BEDA ORANG ?

PERTANYAAN :
Assalamu’alaikum. Bagaimana hukumnya sholat jum’at yang imam sholat dan khotibnya sendiri-sendiri (bukan seorang) ? [Mbah Maimun Al-cetoqi].
JAWABAN :
Wa’alaikumsalam. Menurut Syafiiyyah : Boleh sholat jum’at yang imam sholat dan khotibnya tapi makruh. Menurut Malikiyyah : Tidak BOLEH dan batal shalat jumahnya. ANJURAN KHOTIB DAN IMAM SATU ORANG. Hukumnya makruh sholat jum’at yang imam sholat dan khotibnya, menurut syekh nahrir muhammad shalih bin ibrohim. Cek di kitab bajuri, ibarahnya : apabila khotib berhadats di tengah-tengah khutbah maka wajib mengulang dari awal khutbah. dan tidak boleh bagi khotib melanjutkan khutbahnya, walaupun dia bersuci dengan cepat, karena khutbah adalah satu kesatuan ibadah oleh karena itu tidak boleh dilakukan dengan 2 kali bersuci. Berbeda hal nya apabila hadastnya terjadi di antara khutbah dan sholat, lalu khotib bersuci dengan cepat maka ini tidak apa-apa. DAN APABILA DIGANTIKAN SECARA LANGSUNG OLEH ORANG yang MENERUSKAN PEKERJAANNYA MAKA HUKUMNYA SAH… ”KARNA ISTIKHLAF HUKUMNYA JAIZ SEBAGAIMANA YANG DHOHIR” tolong dicek dong.
Wal hasil annal istikhlaf fil jumuati, imma an yakuna atsnaa’al khutbati…………. ila akhirihi, yang artinya : kesimpulannya bahwa pergantiaan posisi menjadi imam adakalanya terjadi 1). di pertengahan khutbah, 2). di antara khutbah dan sholat jum’at, 3). di saat melaksanakan sholat jum’at.
Jika kejadiannya berupa kasus yang pertama, maka disyaratkan pengganti imam telah menyimak perkara yang lewat (yang diuraikan oleh khatib), dari berbagai rukun khutbah.
Jika kejadiannya berupa kasus yang kedua, maka disyaratkan pengganti imam telah menyimak seluruh rukun khutbah (jum’at), sebab orang yang tidak mendengarkan khutba bukan tergolong ahlil jum’at, dan sesungguhnya ia baru bisa tergolong ahli jum’at apabila ia telah masuk (melaksanakan) solat jum’at.
Dan jika kejadiannya berupa kasus yang ketiga, maka terbagi atas 3 bagian :
‎1. penggantian itu terjadi sebelum pengganti imam itu berma’mum kepada imam, maka hal ini terlarang secara mutlaq
‎2. pengganti imam mendapati imam dalam posisi berdiri yang pertama atau saat posisi ruku’, maka sholat jum’at nya sah baginya dan bagi para jama’ah., dan jika imam meminta digantikan kepada orang yang berma’mum dengannya, sebelum imam keluar dari jama’ah, atau ma’mum melangka maju dengan sendirinya, maka hal itu merupakan hal yang jelas (sah solat jum’atnya)
Dan jika tidak (imam tidak minta digantikan/ga ada yang maju) maka wajib bagi para ma’mum mengedepankan 1 orang di antara mereka, dan wajib bagi orang itu melangka maju jika ia menyangka kuat mendapat penyerahan (para ma’mum untuk mengganti imam itu)
‎3. pengganti imam tidak mendapati imam sebelum imam berhadats, kecuali setelah ruku’ roka’at pertama, dan kejadian seperti ini, tidak diperbolehkan bagi orang itu untuk melakukan pergantian (posisi imam), menurut pendapat imam ibnu hajar……. ila akhirihi, wallahu a’lam.
اسْتِحْبَابُ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا :
32 – يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَؤُمَّ الْقَوْمَ إِلاَّ مَنْ خَطَبَ فِيهِمْ ؛ لأَِنَّ الصَّلاَةَ وَالْخُطْبَةَ كَشَيْءٍ وَاحِدٍ (2) ، قَال فِي تَنْوِيرِ الأَْبْصَارِ : فَإِنْ فَعَل بِأَنْ خَطَبَ صَبِيٌّ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ وَصَلَّى بَالِغٌ جَازَ (3) ، غَيْرَ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِي الإِْمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ قَدْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ . قَال فِي الْبَدَائِعِ : وَلَوْ أَحْدَثَ الإِْمَامُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ قَبْل الشُّرُوعِ فِي الصَّلاَةِ فَقَدَّمَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ : إِنْ كَانَ مِمَّنْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ أَوْ شَيْئًا مِنْهَا جَازَ ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ شَيْئًا مِنَ الْخُطْبَةِ لَمْ يَجُزْ ، وَيُصَلِّي بِهِمُ الظُّهْرَ ، وَهُوَ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (4) .
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ ، فَذَهَبُوا إِلَى وُجُوبِ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا إِلاَّ لِعُذْرٍ كَمَرَضٍ ، وَكَأَنْ لاَ يَقْدِرَ الإِْمَامُ عَلَى الْخُطْبَةِ ، أَوْ لاَ يُحْسِنَهَا (5) .
__________
(2) منية المصلي ص 246 ، والدر المختار 1 / 576 .
(3) الدر المختار على هامش ابن عابدين 1 / 576 .
(4) البدائع 1 / 265 ، المغني 2 / 307 ، حاشية الجمل 2 / 58 ، كشاف القناع 2 / 34 .
(5) راجع شرح الجواهر الزكية 123 .
Disunahkan shalat jumah tidak diimami oleh selain orang yang ditunjuk menjadi khotib, karena shalat jumah dan khutbah seperti sesuatu yang satu (Minyah al-Mushalli hal. 246, ad-Durr al-Mukhtaar I/576).
Dalam Kitab Tanwiir al-Abshaar diterangkan “Bila terjadi seorang bocah berkhutbah atas rekomendasi seorang penguasa dan yang menjadi imam orang lain yang baligh maka boleh hanya saja disyaratkan imam shalat tersebut hadir saat khutbah berlangsung ad-Durr al-Mukhtaar I/576)
Dalam Kitab al-Badaa-i’ dituturkan “Bila imam hadats seusai khutbah sebelum menjalankan shalat jumat, kemudian menjadikan orang lain sebagai imam bila ia hadir saat khutbah berlangsung atau ia mendapati sebagian isi khutbah maka boleh bila tidak maka tidak boleh dan harus mengerjakan shalat dhuhur, pernyataan ini yang dipilih oleh mayoritas ulama Fiqh (al-Badaa-i’ I/263, Hasyiyah al-Jamal II/58, al-Mughni II/307, Kisyaaf al-Qinaa II/34)
Kalangan Malikiyyah berbeda pendapat mengenai ketentuan diatas, menurut mereka keberadaan Khotib dan Imam shalat jumah harus satu orang kecuali bila terdapat udzur (halangan) seperti sakit dan imam tidak mampu atau layak menjalankan fungsinya sebagai khotib. (Syarh al-Jawaahir hal 123). [ Al-Mausuuah al-Fiqhiyyah XXVII/206 ].
اَلْمَالِكِيَّةُ قَالُوْا تَنْقَسِمُ شُرُوْطُ الْجُمُعَةِ إِلِى قِسْمَيْنِ شُرُوْطِ وُجُوْبٍ وَشرُوْطِ صِحَّةٍ – إلى أن قال – وَأَمَّا شُرُوْطُ صِحَّةِ الْجُمُعَةِ فَهِيَ خَمْسَةٌ – إلى أن قال – اَلثَّالِثُ اْلإِمَامُ وَيُشْتَرَطُ فِيْهِ أَمْرَانِ أَحَدُهُمَا أَنْ يَكُوْنَ مُقِيْمًا أَوْ مُسَافِرًا نَوَى إِقَامَةَ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ وَقَدْ تَقَدَّمَ ثَانِيْهِمَا أَنْ يَكُوْنَ هُوَ اَلْخَطِيْبُ فَلَوْ صَلَّى بِهِمْ غَيْرُ مَنْ خَطَبَ فَالصَّلاَةُ بَاطِلَةٌ إِلاَّ إِذَا مَنَعَ اَلْخَطِيْبُ مِنَ الصَّلاَةِ مَانِعٌ يُبِيْحُ لَهُ اْلاسْتِخْلاَفَ اهـ
Kalangan Malikiyyah : Syarat-syarat Jumah terbagi atas dua, syarat wajib dan syarat SAH….Sedang syarat sahnya shalat jumah…. Disyaratkan Imamnya harus orang yang berdomisili atau orang yang bepergian yang niat menetap selama 4 hari, Imamnya harus orang yang menjadi khotib dengan demikian bila imam jamaah shalat jumah bukan petugas khotib shalat jumahnya batal kecuali bila ia terhalang menjadi imam akibat hal yang memperkenankan terjadi pengganti imam shalat. [ Al-Fiqh alaa madzaahib al-Arba’ah I/595 ].
وَيُكْرَهُ ذَلِكَ أَعْنِيْ أَنْ يَكُوْنَ اَلْخَطِيْبُ غَيْرَ اْلإِمَامِ أَفْتَى بِذَلِكَ اَلشَّيْخُ التَّحْرِيْرِ اللَّوْذَعِيُّ مُحَمَّدُ صَالِحِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ اهـ

Kalangan Syafi’iyyah : “Makruh hukumnya khotib tidak menjadi imam shalat jumah” (fatwa at-tahriir al-laudzaa’i Muhammad Sholih Bin Ibrahim. [ Sulam at-Taufiiq Hal 34 ]. Wallaahu A’lamu bisa Showaab. [Mbah Jenggot II, Aan Farhan, Mumu Bsa, Masaji Antoro].

Pos terkait