PERTANYAAN :
Pak, assalamu’alaikum, ada titipan pertanyaan : bagaimana hukumnya shalat dengan merem alias memejamkan mata, boleh kah ? terus kalau tidak boleh, adakah dalil yang melarang hal itu ?
JAWABAN :
Wa’alaikumsalam. Hukumnya MAKRUH, terkecuali ada kepentingan dalam memejamkan matanya seperti agar dapat lebih khusyu’, tidak terganggu dengan pandangan matanya, khawatir melihat hal-hal yang haram maka tidak lagi makruh bahkan lebih baik ketimbang matanya terbuka.
89 – ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَبَعْضُ الشَّافِعِيَّةِ – إِلَى كَرَاهَةِ تَغْمِيضِ الْعَيْنَيْنِ فِي الصَّلاَةِ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاَةِ فَلاَ يُغْمِضُ عَيْنَيْهِ (4) .
وَاحْتَجَّ لَهُ – أَيْضًا – بِأَنَّهُ فِعْل الْيَهُودِ ، وَمَظِنَّةُ النَّوْمِ . وَعَلَّل فِي الْبَدَائِعِ : بِأَنَّ السُّنَّةَ أَنْ يَرْمِيَ بِبَصَرِهِ إِلَى مَوْضِعِ سُجُودِهِ وَفِي التَّغْمِيضِ تَرْكُهَا . وَالْكَرَاهَةُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ تَنْزِيهِيَّةٌ .
وَاسْتَثْنَوْا مِنْ ذَلِكَ التَّغْمِيضَ لِكَمَال الْخُشُوعِ ، بِأَنْ خَافَ فَوْتَ الْخُشُوعِ بِسَبَبِ رُؤْيَةِ مَا يُفَرِّقُ الْخَاطِرَ فَلاَ يُكْرَهُ حِينَئِذٍ ، بَل قَال بَعْضُهُمْ : إِنَّهُ الأَْوْلَى . قَال ابْنُ عَابِدِينَ : وَلَيْسَ بِبَعِيدٍ .
قَال الْمَالِكِيَّةُ : وَمَحَل كَرَاهَةِ التَّغْمِيضِ مَا لَمْ يَخَفِ النَّظَرَ لِمُحَرَّمٍ ، أَوْ يَكُونُ فَتْحُ بَصَرِهِ يُشَوِّشُهُ ، وَإِلاَّ فَلاَ يُكْرَهُ التَّغْمِيضُ حِينَئِذٍ .
وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ : أَنَّهُ لاَ يُكْرَهُ – أَيْ تَغْمِيضُ الْعَيْنَيْنِ – إِنْ لَمْ يَخَفْ مِنْهُ ضَرَرًا عَلَى نَفْسِهِ ، أَوْ غَيْرِهِ فَإِنْ خَافَ مِنْهُ ضَرَرًا كُرِهَ (1)
__________
(1) حاشية ابن عابدين 1 / 434 ، حاشية الدسوقي 1 / 254 ، مغني المحتاج 1 / 181 ، شرح روض الطالب 1 / 169 ، كشاف القناع 1 / 370 .
(4) حديث : ” إذا قام أحدكم في الصلاة فلا يغمض عينيه ” . أخرجه الطبراني في المعجم الكبير ( 11 / 34 – ط وزارة الأوقاف العراقية ) من حديث ابن عباس ، وأورده الهيثمي في ( مجمع الزوائد 2 / 83 – ط . اقدسي ) وقال : فيه ليث بن أبي سليم وهو مدلس وقد عنعنه .
Mayoritas Ulama Fiqh (Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan sebagian Syafi’iiyyah) menilai makruhnya shalat dengan memejamkan kedua mata berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam “Bila salah seorang diantara kalian berdiri menjalankan shalat, maka janganlah memejamkan kedua matanya”. (HR. at-Thabrany dalam Mu’jam al-Kabiir XI/34).
Alasan kemakruhan diatas karena disinyalir memejamkan mata saat ibadah merupakan perbuatan orang-orang Yahudi, dapat kebablasan ketiduran dan disebutkan dalam al-Badaa-I’ (juga kebanyakan kitab fiqih lainnya) bahwa yang sunah adalah mengarahkan pandangan pada tempat sujudnya dan dengan terpejam berarti meninggalkannya.
Kemakruhannya menurut kalangan Hanafiyyah tergolong MAKRUH TANZIIH
Dikecualikan dari ketentuan diatas memejamkan mata untuk menggapai sempurnanya kekhusyuan, dalam arti mengkhawatirkan hilangnya kekhusyuan saat matanya terbuka sebab melihat hal-hal yang dapat mencerai beraikan konsentrasi maka yang demikian tidak lagi makruh hukumnya bahkan sebagian ulama fiqh mengisyaratkan memejamkan mata dalam kondisi semacam ini justru lebih baik, Ibn ‘Abidiin berkata “Hal demikian tidaklah jauh (dari kebenaran)”
Kalangan Malikiyyah berpendapat : Kemakruhan memejamkan mata tersebut bila tidak dikhawatirkan saat matanya terbuka akan melihat hal-hal yang haram atau mengacaukan kekhusyuannya bila demikian maka memejamkan mata baginya tidak lagi dimakruhkan.
Imam an-Nawaawy cenderung memilih “Memejamkan mata saat shalat tidaklah makruh bila tidak dikhawatirkan berdampak dharar (bahaya0 dalam dirinya atau orang lainnya, bila dikhawatirkan maka makruh. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 27/105 ].
11ً – تغميض العينين إلا لخوف وقوع بصره على ما يشغله عن صلاته، روى ابن عدي في حديث بسند ضعيف: «إذا قام أحدكم في الصلاة فلا يغمض عينيه» لأن السنة النظر إلى موضع سجوده وفي التغميض تركها، والكراهة تنزيهية بالاتفاق.
No. 11. Dari kemakruhan-kemakruhan saat shalat. Memejamkan mata kecuali saat dikhawatirkan mengarahnya pandangan pada hal yang dapat membuatnya terlena dari shalatnya. Diriwayatkan dari Ibn ‘Ady dalam hadits dengan sanad dho’if “Bila salah seorang diantara kalian berdiri menjalankan shalat, maka janganlah memejamkan kedua matanya” karena sunahnya memandang tempat sujud dan memejamkan mata berarti meninggalkan kesunahannya, kemakruhannya tergolong makruh tanzih dengan kesepakatan ulama. [ Al-Fiqh al-Islaam II/135 ].
وَيُكْرَهُ أَيْضًا فِي الصَّلاَةِ تَغْمِيضُ الْعَيْنَيْنِ إِلاَّ لِحَاجَةٍ ، وَلاَ يُعْلَمُ فِي ذَلِكَ خِلاَفٌ
Kalangan Malikiyyah berpendapat “Dimakruhkan juga memejamkan kedua mata saat shalat kecuali ada kepentingan, dan tidak diketahui dalam hal tersebut terjadi perbedaan pendapat”. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah VIII/99 ]. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Masaji Antoro].