PERTANYAAN :
Assalamu alaikum, Para ustzd/ah, saya mau tanya :
1. Ketika takbirotul ikhrom,sy niat dalam hati begini : ”SAYA NIAT SHOLAT ISYA 4 RAKA’AT KARENA ALLAH”. Apakah itu saja sudah cukup ?
2. Ketika buang hajat, makruh menghadap qiblat,dan ketika sholat, wajib menghadap qiblat. Pertanyaan saya, yang jadi pedoman menghadap qiblat itu, wajah atau dada ? Atas jawabannya saya haturkan trim’s. [Aldy Maula].
JAWABAN :
Wa alaikum salam,
1. Menurut qoul ashoh kebanyakan ulama, harus niat fardlu baik orang yang niat itu orang dewasa(baligh) ataupun anak kecil, shalat qodlo ataupun ada’. Jadi jika tidak niat fardlu maka niat dan shalatnya tidak sah [ Kifayatul akhyar 1/102 ].
2. Yang dianggap menghadap qiblat adalah dada bukan wajah, karena jika wajah berpaling dari arah qiblat tidak membatalkan shalat, berbeda jika sampai dada yang berpaling dari qiblat maka membatalkan [ Hasyiyah qulyubi 1/151 ].
Dalam buang hajat yang dianggap menghadap qiblat terletak hanya pada kemaluanya yaitu qubul dan dubur, bukan dadanya. Haram menghadap qiblat ketika buang air kecil dan haram membelakangi qiblat ketika buang air besar, bukan sebalikya. Anggota badan yang sedang buang hajat dikatakan menghadap atau membelakangi qiblat terletak hanya pada dua kemaluannya yaitu qubul dan dubur (‘ainil khorij) bukan dadaya.sehingga hukumya tidak apa-apa ketika sedang kencing dada dan wajahnya dihadapkan ke qiblat, sementara penisya dipalingkan ke arah selain qilat begitu juga ketika sedang buang air besar [ Hasyiyah bujairimi 1/55, Hasyiyah jamal 1/84, Hasyiyah bujairimi 1/189 ].
– Kifayatul Akhyar 1/102 :
ثم النية القصد فلا بد من قصد أمور أحدها قصد فعل الصلاة لتمتاز عن سائر الأفعال والثاني تعين الصلاة المأتي بها من كونها ظهرا أو عصرا أو جمعة وهذان لا بد منهما بلا خلاف فلو نوى فرض الوقت بدل الظهر أو العصر لم تصح على الأصح لأن الفائتة تشاركها في كونها فريضة الوقت الثالث أن ينوي الفريضة على الأصح عند الأكثرين سواء كان الناوي بالغا أو صبيا وسواء كانت الصلاة قضاء أو أداء وفي شرح
– Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amiroh 1/151 :
وَيُعْتَبَرُ الِاسْتِقْبَالُ بِالصَّدْرِ لَا بِالْوَجْهِ أَيْضًا لِأَنَّ الِالْتِفَاتَ بِهِ لَا يُبْطِلُ الصَّلَاةَ كَمَا يُؤْخَذُ مِمَّا سَيَأْتِي مِنْ كَرَاهَتِهِ
– Hasyiyah Bujairimi ala al Minhaj 1/55 :
وقال ق ل على الجلال هما على اللف والنشر المرتب أي لا تستقبلوها ببول ولا تستدبروها بغائط لأن الاستقبال جعل الشيء قبالة الوجه والاستدبار جعل الشيء جهة دبره فلو استقبل وتغوط أو استدبر وبال لم يحرم وكذا لو استقبل ولوى ذكره يمينا أو يسارا ا هـ
– Hasyiyah Jamal 1/84 :
( تَنْبِيهٌ ) لَا يَخْفَى أَنَّ الْمُرَادَ بِاسْتِدْبَارِهَا كَشْفُ دُبُرِهِ إلَى جِهَتِهَا حَالَ خُرُوجِ الْخَارِجِ مِنْهُ بِأَنْ يَجْعَلَ ظَهْرَهُ إلَيْهَا كَاشِفًا لِدُبُرِهِ حَالَ خُرُوجِ الْخَارِجِ
– Hasyiyah al Bujairimi 1/189 :
قَوْلُهُ : ( فَلَا تَسْتَقْبِلُوا ) الْمُرَادُ بِالِاسْتِقْبَالِ وَالِاسْتِدْبَارِ أَنْ يَسْتَقْبِلَ أَوْ يَسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةَ بِعَيْنِ الْخَارِجِ لَا بِالصَّدْرِ حَتَّى لَوْ اسْتَدْبَرَ الْقِبْلَةَ وَبَالَ أَوْ اسْتَقْبَلَهَا وَثَنَى ذَكَرَهُ لِغَيْرِ جِهَتِهَا وَبَالَ ، فَلَا حُرْمَةَ ا هـ .ق ل خِلَافًا لِلزِّيَادِيِّ .
Berarti kesimpulannya :
1. Tidak SAH karena dalam niat shalat yang dibutuhkan adalah :
a. Menyengaja melakukan shalat
b. Ta’yiin (menentukan jenis shalat seperti dhuhur dll.)
c. Niat FARDHIYAH
Tiga unsur di atas tidak harus diungkapkan dengan bahasa arab, boleh dengan bahasa apa saja, hanya saja karena dalam pertanyaan tidak terdapat penyebutan FARDHIYYAH / FARHU maka belum mencukupi.
2. Saat menjalankan shalat yang dimaksud dengan ‘menghadap kiblat’ adalah menghadapkan dadanya pada kiblat, sedang saat buang hajat yang dimaksud menghadap / membelakangi kiblat adalah menghadapkan/membelakangkan kotoran dan kemaluan atau duburnya pada arah kiblat.
Untuk masalah buang hajat, menghadap kiblat, bagaimana kalau ada hijab, apa tetap makruh ? Boleh, jika ada penghalang / penutup yang tinggiya kira 2/3 dziro’ (1 dziro’ = 48 cm) dan orang yang buang hajat dekat dengan penghalang (satir) itu maka boleh menghadap qiblat baik pada suatu bangunan atau tanah lapang, ini menurut qoul shohih, sedangkan menurut sebagian ulama hanya bagi orang yang berada di tanah lapang secara mutlaq, jadi tidak diharamkan menghadap qiblat atau membelakangi qiblat jika di dalam suatu bangunan / toilet [ Kifayatul akhyar 1/29 ].
3. Ketika salam pertama, muka ke kanan, suka dengan dada nya ikut agak ke kanan maka hal itu bisa batal shalatnya, jika sebagian anggota dada keluar dari tempatnya / dada berpaling sedikit dari arah qiblat maka shalatya tidak sah / batal. Lihat ta’bir di Hasyiyah Qulyubi 1/151 di atas. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Ilman Nafi’an, Masaji Antoro, Aibnu Sina, Aibnu Sina].
Link Diskusi :
www.fb.com/groups/piss.ktb/384020064954141/