1600. ALASAN KETIDAK-SAMAAN DALAM MENJAWAB ADZAN

PERTANYAAN :
Assalamu alaikum, alfakir numpang Nanya : kenapa saat menjawab,Hayya alassholaht, Hayya alalfalah, ketika ada orang adzan. kita menjawab : Lahaula Walaquowata illabillahil Aliyyil Adziim, sedangkan sebelum / sesudah lafald tersebut, jawaban kita sama dengan yang dikumandangkan muadzin ? Mohon pencerahannya. [Rhaden Guntur Bumi].
JAWABAN :
Wa’alaikum salam, ‎bagi orang yang mendengarkan adzan mengucapkan -walaupun tidak memiliki wudlu- seperti ucapan muadzdzin kecuali pada lafadh hay’alaat, pendengar mengucapkan hawqalah, yaitu menjawab sebagai ganti dari hay’alaat laa hawla wa laa quwwata illaa billaah empat kali, dan disunnahkannya menjawab dengan hawqalah karena hal itu merupakan bentuk kepasrahan yang murni kepada Allah dan hay’alaat adalah ajakan untuk shalat maka tidaklah pantas hal itu kecuali bagi muadzdzin. Lihat ‎Nihayatiz zayn, 97 :
و لسامعهما ان تقول و لو غير متوضئ مثل قولهما الا فى حيعلات فيحوقل…..اى يقول المجيب بدل كل منها : لا حول ولا قوة الا بالله يقولها اربع مرات، و انما يسن للمجيب ذلك لانه تفويض مخض الى الله تعالى، و الحيعلات دعاء الى الصلاة فلا يليق بغير المؤذن  نهاية الزين ٩٧
Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Umar ibnul Khaththab ra. Ia berkata: Rasulullah saw bersabda : Abu Sa’id Al-Khudri ra mengabarkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin”. (HR. Al-Bukhari no. 611 dan Muslim no. 846).
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka salah seorang dari kalian mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dikatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah. ” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka dikatakan, “La Haula wala Quwwata illa billah. ” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka dikatakan, “La Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka si pendengar pun mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar. ” Di akhirnya muadzin berkata, “La Ilaaha illallah”, ia pun mengatakan, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga”. (HR. Muslim no. 848).

ALASAN ketidaksamaan jawaban untuk “Hai’alah” Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Syarh Shahih Bukhari :
بِأَنَّ الْأَذْكَارَ الزَّائِدَةَ عَلَى الْحَيْعَلَةِ يَشْتَرِكُ السَّامِعُ وَالْمُؤَذِّنُ فِي ثَوَابِهَا وَأَمَّا الْحَيْعَلَةُ فَمَقْصُودُهَا الدُّعَاءُ إِلَى الصَّلَاةِ وَذَلِكَ يَحْصُلُ مِنَ الْمُؤَذِّنِ فَعُوِّضَ السَّامِعُ عَمَّا يَفُوتُهُ مِنْ ثَوَابِ الْحَيْعَلَةِ بِثَوَابِ الْحَوْقَلَةِ
Bahwa dzikir yang ditambah sebagai jawaban Hai’alah tersebut berguna untuk pemerataan pahala antara si pendengar dan si mu’adzdzin. Hai’alah tujuannya mengajak sholat, oleh karena itu pahalanya hanya untuk muadzdzin, dan untuk si pendengar sebagai ganti dari kekosongan pahala Hai’alah maka digantilah dengan pahala Hauqalah sebagai jawabannya. Wallaahu A’laamu Bis Showaab. [Abdurrahman As-syafi’i, Dzu Dzihni, Ibnu Toha].
Link Asal :

www.fb.com/groups/piss.ktb/427970673892413/

Pos terkait