PERTANYAAN :
Assalaamu’alaykum. Tanya : Lebih utama mana antara mendahulukan adzan tepat waktu tapi tidak ada jama’ahnya atau adzan molor tapi ada yang jama’ah. Contoh kasus : Disini ashar jam 02.55, ketika saya mengumandangkan adzan tepat waktu di Musholla. Maka saya dapat teguran dari Pengurus Masjid Besar agar adzannya mengikuti Masjid Besar yaitu jam 03.30. Karena pada jam 02.55 masih banyak warga yang bekerja jadi tidak bisa ikut jama’ah. Sedangkan jam 03.30 warga sudah banyak yang rehat dari kerja sehingga bisa ikut jama’ah.
Mohon bantuannya, adakah pendapat yang kuat tentang keutamaan sholat / mengumandangkan adzan tepat waktu? Saya tidak terbiasa sholat molor. Seberapa sibuknya, saya pasti mati matian untuk sholat tepat waktu. Dalam kasus di atas saya cukup heran, masak waktu sholatnya kok yang harus ngikuti jam kerja warga, bukannya warga yang harus ngikuti waktu sholat. Sekali lagi, apakah saya harus mengikuti Masjid Besar yaitu adzan molor alias sholat pun juga molor ? Mohon pencerahannya. Semoga Alloh memberikan ilmu kebaikan yang baru bagi anda yang sudi menjawab. Jazakumullah. Wassalam. [Chabib Musthofa El Qudsy].
JAWABAN :
Wa’alaikumussalaam, di antara disunnahkan adzan dan iqomah kan jika mau sholat maktubah..anda mau sholat terus adzan berarti anda melakukan kesunahan. Lihat Tuhfatul muhtaj fi syarhil minhaj juz 5 hal 51 :
( وَإِنَّمَا يُشْرَعَانِ لِلْمَكْتُوبَةِ ) دُونَ الْمَنْذُورَةِ وَصَلَاةِ الْجِنَازَةِ ، وَالنَّفَلِ وَإِنْ شُرِعَتْ لَهُ الْجَمَاعَةُ فَلَا يُنْدَبَانِ ، بَلْ يُكْرَهَانِ لِعَدَمِ وُرُودِهِمَا فِيهَا نَعَمْ قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ
Bila memungkinkan shalat dua kali maka lakukanlah, yang pertama demi meraih keutamaan shalat diawal waktu meskipun shalat sendirian, yang kedua demi meraih keutamaan berjamaah meskipun harus mengakhirkannya. Bila hanya berkeinginan shalat sekali, maka ambillah jalan tengah dari beberapa pendapat yang berkembang dikalangan pengikut as-Syafi’i : “Bila memang mengakhirkannya dirasa berat maka lebih baik didahulukan, bila tidak berat (ringan) maka menunggu jamaah lebih utama”.
(فرع) اختلف كلام الاصحاب في تأخير الصلاة عن أول الوقت الي أثنائه لانتظار الجماعة فقطع أبو القاسم الداركي وابو علي الطبري وصاحب الحاوى وآخرون من كبار العراقيين باستحباب التأخير وتفضيله على فضيلة أول الوقت وقطع أكثر الخراسانيين بان تقديم الصلاة منفردا أفضل ونقل امام الحرمين والغزالي في البسيط انه لا خلاف فيه ونقل جماعات من الاصحاب انه ان رجا الجماعة في آخر الوقت ولم يتحققها ففى استحباب التأخير وجهان بناء على القولين في التيمم وحكي صاحبا الشامل والبيان هذا عن الاصحاب مطلقا ونقل الروياني عن القاضي أبى علي البندنيجى انه قال قال الشافعي في الام التقديم أول الوقت منفردا أفضل وقال في الاملاء التأخير للجماعة أفضل وقال القاضي أبو الطيب حكم الجماعة حكم التيمم إن تيقن الجماعة آخر الوقت فالتأخير أفضل وان تيقن عدمها فالتقديم أفضل وان رجا الامرين فعلي القولين وهذا الذى حكاه عن القاضي أبي الطيب هو الذى ذكره أبو على البندنيجى في جامعه كذا رأيته في نسخة معتمدة منه فهذا كلام الاصحاب في المسألة وقد ثبت في صحيح مسلم ان النبي
صلى الله عليه وسلم اخبر انه سيجئ أئمة يؤخرون الصلاة عن أول وقتها قال فصلوا الصلاة لوقتها واجعلوا صلاتكم معهم نافلة فالذي نختاره أنه يفعل ما أمره به النبي صلى الله عليه وسلم فيصلى مرتين مرة في أول الوقت منفردا لتحصيل فضيلة أول الوقت ومرة في آخره مع الجماعة لتحصيل فضيلتها وقد صرح أصحابنا باستحباب الصلاة مرتين على ما ذكرناه في باب صلاة الجماعة وسنبسطه هناك ان شاء الله تعالي فان اراد الاقتصار علي صلاة واحدة فان تيقن حصول الجماعة آخر الوقت فالتأخير أفضل لتحصيل شعارها الظاهر ولانها فرض كفاية على الصحيح في مذهبنا وفرض عين على وجه لنا وهو قول ابن خزيمة من أصحابنا وهو مذهب احمد ابن حنبل وطائفة ففى تحصيلها خروج من الخلاف ولم يقل أحد يأثم بتأخيرها ويحتمل أن يقال ان فحش التأخير فالتقديم افضل وان خف فالانتظار أفضل والله أعلم
[ SUB BAHASAN ] Ulama-ulama pengikut Madzhab Syafi’i berbeda pendapat dalam hal “mengakhirkan shalat dari awal waktunya hingga ditengah waktu” guna menunggu jamaah,
Imam Abu Qasim, Ad-Daraky, Abu Ali at-Thobry, pengarang kitab al-Haawy dan ulama-ulama pembesar irak menyatakan kesunahan dan mengutamakan mengakhirkan shalat ketimbang shalat diawal waktu demi tujuan diatas sedang kebanyakan ulama-ulama Khurasaan justru memilih sebaliknya.
Imam al-Haramain dan al-Ghozali menukil dalam kitab al-Basiith bahwa dalam hal tersebut sebenarnya tidak terdapat perbedaan.
Sebagian kalangan pengikut madzhab syafi’i menilai sesungguhnya bila ia mengharapkan keberadaan shalat jamaah diakhir waktu dan ternyata tidak terealita maka dalam mengakhirkan shalatnya terdapat dua pendapat berdasarkan dua pendapat yang berkembang dalam bab TAYAMMUM….
Imam ar-Rauyaani menyadur pernyataan al-Qadhi Abu Ali al-Bandanijy, ia berkata : “Imam as-Syafi’i dalam kitab al-Umm menyatakan mengerjakannya diawal waktu meskipun dengan shalat sendirian lebih utama, sedang dalam kitab al-Imlaa menyatakan mengakhirkan demi jamaah lebih utama”.
al-Qadhi Abu Thayyib berkata : “Hukum berjamaah sama halnya dengan hukum bertayammum, bila ia yakin berjamaah diakhir waktu maka mengakhirkan shalat lebih utama, bila tidak, maka mendahulukan diawal waktu lebih utama, bila ia berharap keduanya maka terdapat dua pendapat”.
Pernyataan al-Qadhi Abu Thayyib tersebut juga disebutkan oleh al-Bandanijy dalam kitab Jami’nya dalam sebuah teks yang autentik.
Demikianlah pendapat yang berkembang dikalangan para pengikut as-Syafi’i, dalam kitab shahih Muslim terdapat sabda Nabi Muhammad SAW : “Akan datang segolongan umat yang gemar mengakhirkan shalat dari awal waktunya, maka shalatlah kalian tepat waktunya dan jadikan shalat kalian bersama mereka sebagai shalat sunah”.
Bila menilik hadits diatas, maka kami memilih melakukan shalat dalam kondisi yang demikian dengan dua kali, sekali diawal waktu dengan sendiri demi mendapatkan keutamaan shalat diawal waktu dan sekali lagi diakhir waktu demi mendapatkan keutamaan berjamaah.
Para ulama pengikut as-Syafi’i telah menjelaskan tentang kesunahan shalat dua kali seperti keterangan yang telah kami tuturkan dalam BAB SHALAT JAMAAH dan Insya Allah juga akan kami panjang lebarkan keterangannya.
Bila hanya berkeinginan shalat satu kali maka bila ia yakin mengakhirkannya dapat mengerjakannya secara berjamaah maka mengakhirkannya lebih utama dengan berbagai pertimbangan :
§Demi menjaga syiar Islam
§Hukum shalat berjamaah menurut pendapat yang shahih dikalangan kami (syafi’iyyah) adalah fardhu kifayah, dan bahkan sebagian kami yakni Ibn Khuzaimah menyatakan Fardhu ainnya seperti pendapat dikalangan madzhab Ibn Hanbal dan sebagian golongan lainnya maka mengerjakannya dengan berjamaah (meskipun diakhir waktu) berarti keluar dari perbedaan pendapat dikalangan ulama
§Tidak terdapati seorangpun yang menyatakan berdosa mengakhirkan shalat
Dan pendapat ini dapat disimpulkan “Bila memang mengakhirkannya dirasa berat maka lebih baik didahulukan, bila tidak berat (ringan) maka menunggu jamaah lebih utama”. Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [ Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab II/262-263 ].
أما تعجيل المتوضىء وغيره الصلاة في أول الوقت منفردا وتأخيرها لانتظار الجماعة ففيه ثلاثة طرق قيل التقديم أفضل وقيل التأخير وقيل وجهان قلت قطع معظم العراقيين بأن التأخير للجماعة أفضل ومعظم الخراسانيين بأن التقديم منفردا أفضل وقال جماعة هو كالتيمم فإن تيقن الجماعة آخر الوقت فالتأخير أفضل وإن ظن عدمها فالتقديم أفضل وإن رجاها فقولان وينبغي أن يتوسط فيقال إن فحش التأخير فالتقديم أفضل وإن خف فالتأخير أفضل
Sedang menyegerakannya orang yang wudhu dan selainnya dalam mengerjakan shalat diawal waktu dengan sendirian dan mengakhirkannya tapi dilakukan secara berjamaah maka terdapat tiga jalur pendapat, ada yang berpendapat lebih baik mendahulukan, ada yang berpendapat lebih baik mengakhirkan dan ada yang mengatakan dua wajah.
Aku berkata “Sebagian besar Ulama Iraq memilih mengakhirkannya demi berjamaah lebih utama sedang para ulama khurrasaan memilih keutamaan mendahulukannya meskipun dengan shalat sendiri, sebagian golongan menyatakan, hukumnya seperti tayammum bila yakin yakin mengerjakannya secara berjamaah diakhir waktu maka lebih baik mengakhirkan bila tidak lebih baik mendahulukan sedang bila ia berharap maka terdapat dua pendapat”.
Dan sebaiknya dalam hal ini dapat diambil jalan tengah “Bila memang mengakhirkannya dirasa berat maka lebih baik didahulukan, bila tidak berat (ringan) maka menunggu jamaah lebih utama”. [ Raudhah at-Thoolibiin I/95 ].
Tinggal kita mau menggunakan QAUL QADIM atau QAUL JADID. Menurut QAUL JADID adzan adalah HAQQUN LIL WAQTI, Sementara menurut QAUL QADIM adzan adalah HAQQUN LIL FARIIDHAH. Syeikh Sulaiman al Jamal dalam hasyiyah Manhaj juz I halaman 167 (maktabah syamilah) menerangkan :
لِأَنَّ الْأَذَانَ حَقٌّ لِلْوَقْتِ عَلَى هَذَا الْقَوْلِ وَعَلَى الْقَوْلِ الْقَدِيمِ الْأَصَحِّ هُوَ حَقٌّ لِلْفَرِيضَةِ كَمَا فِي شَرْحِ م ر
Imam Nawawi dalam kitab Majmu 3/84 (maktabah syamilah) menerangkan :
قال اصحابنا الاذان في الجديد حق الوقت وفى القديم حق الفريضة وفى الاملاء حق الجماعة
QAALA ASH_HAABUNAA : AL ADZAAN FIL JADIID HAQQUL WAQTI WA FIL QADIIM HAQQUL FARIIDHAH WA FII AL IMLAA` HAQQUL JAMAA’AH.
Imam Ramli dalam kitab Nihayah 1/405 :
والأذان حق للفريضة على القديم الأصح وعلى الجديد للوقت
WA AL ADZAANU HAQQUN LIL FARIIDHAH ‘ALAL QADIIM AL ASHAHHI WA ‘ALAL JADIID LIL WAQTI
Wallaahu A’lamu Bis Showaab. [Sunde Pati, Masaji Antoro, Abdullah Afif].
Link Asal :
www.fb.com/groups/piss.ktb/469776333045180/