2712. Tuntunan Shalat : Bab VI Shalat (Bag 2)

Bab VI Shalat (Bagian 2) : Sunnat-sunnat Shalat
Sunnat-sunnat shalat ada dua macam: ada yang dilakukan sebelum shalat, adapula yang dilakukan ketika shalat. Sunnat shalat yang dilakukan sebelum shalat adalah adzân dan iqâmah. Sedangkan sunnat shalat yang dikerjakan saat shalat ada dua macam, yaitu sunnat Ab‘âd dan sunnat Hay’ât.
Sunnat-sunnat Ab‘âd
1.Tasyahhud awal.
2.Duduk untuk membaca tasyahhud awal.
3.Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud awal.
4.Duduk untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw.
5.Membaca shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw setelah tasyahhud akhir.
6.Duduk untuk membaca shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw.
7.Membaca doa qunût di rakaat kedua shalat subuh dan di rakaat terakhir shalat witir yang dilaksanakan pada paruh kedua di bulan Ramadhan.
8.Berdiri untuk membaca doa qunut.
9.Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw setelah bacaan qunut
10.Berdiri untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw
11.Membaca shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw (setelah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw dalam qunut).
12.Berdiri untuk membaca shalawat kepada keluarga Nabi Muhammad saw tersebut.
13.Membaca shalawat kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw
14.Berdiri untuk membaca shalawat kepada sahabat Nabi Muhammad saw
15.Mendoakan selamat terhadap Nabi Muhammad saw
16.Berdiri untuk mendoakan selamat terhadap Nabi Muhammad saw
17.Mendoakan selamat kepada keluarga Nabi Muhammad saw
18.Berdiri untuk mendoakan selamat terhadap keluarga Nabi Muhammad saw.
19.Mendoakan selamat terhadap sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.
20.Berdiri untuk mendoakan selamat terhadap sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw.
Qunût dilakukan setelah selesai membaca doa i’tidâl. Bacaan qunût bisa menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung doa dan tsanâ’ (pujian) kepada Allah SWT. Namun yang lebih utama membaca bacaan qunût yang sudah masyhur, yaitu:
اَللَّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِىْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِىْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تّقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَِانَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ ْرَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّىِّ وَعَلَى أَ ِلهِ وَصَحْبِهِ وَبَارَكَ وَسَلَّمَ.
Artinya: “Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan. Berilah aku kekuasaan sebagaiamana orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Berilah aku keberkahan pada segala apa yang telah Engkau berikan. Lindungilah aku dari keburukan sesuatu yang telah Engkau tetapkan. Karena, sesungguhnya Engkaulah yang memberi ketetapan dan tak dapat diberi ketetapan. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Kebajikan Engkau selalu bertambah Ya Tuhan kami, dan Engkau Maha Luhur. Maka segala puji bagi-Mu atas sesuatu yang telah Engkau tetapkan. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada Engkau. Semoga Allah melimpahkan rahmat, barakah dan salam kepada junjungan kami Nabi yang ummi dan segenap keluarga serta para sahabatnya.”
Di saat membaca qunût, sunnat mengangkat kedua tangan. Posisi telapak tangan lurus bahu, dengan jari-jari lebih tinggi dari telapak tangan. Kedua tangan bisa dipisah atau dikumpulkan, namun yang lebih utama adalah dikumpulkan[1].
Dalam shalat jamaah, seorang imam hendaknya mengganti dhamir mutakallim atau kata “aku” (اهدني dan bacaan lainnya) dalam bacaan doa qunut dengan dhamîr mutakallim ma’a al-ghair atau kata “kita” (اهدنا dan bacaan lainnya). Sedangkan makmum tidak usah membaca qunût, melainkan mengamini qunût-nya imam. Baru ketika imam membaca :
 فَإِنَّكَ تَقْضِى
sampai pada kalimat:
اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ
makmum juga sunnat membacanya dengan suara pelan. Setelah membaca doa qunut tidak disunnahkan mengusapkan tangan ke wajah.
Sunnat-sunnat ab’ad yang disebutkan di atas, apabila tidak dikerjakan maka sunnat diganti dengan sujud sahwi. Yaitu sujud dua kali yang dilakukan setelah membaca doa taysahhud akhir dan sebelum salam. Cara sujud sahwi sama dengan sujudnya shalat. Sementara duduk di antara dua sujud sahwi sama dengan duduk di antara dua sujudnya shalat dalam kewajiban dan kesunnatannya. Menurut sebagian pendapat, bacaan sujudnya yaitu:
سُبْحَانَ مَنْ لاَيَنَامُ وَلاَ يَسْهُو ×3
Artinya: Mahasuci Dzat yang tidak pernah tidur dan lupa.
Bacaan tersebut dibaca jika meninggalkan sunnat ab’ad dikarenakan lupa. Bedahalnya jika memang sengaja meninggalkan, maka sunnat membaca istighfâr.
Sunnat Hay’ât
Sunnat Hay’ât adalah sunnat-sunnat shalat yang jika ditinggalkan tidak sunnat diganti dengan sujud sahwi. Adapun sunnat-sunnat tersebut selain yang telah disebutkan dalam pembahasan rukun-rukun shalat di atas adalah sebagai berikut:
1.Mengangkat kedua tangan. Kesunnatan mengangkat kedua tangan adalah pada saat:
a.Takbîratul ihrâm. Caranya: Mengangkat kedua tangan bersama dengan awal takbir (hamzahnya Allah), dan meletakkan kedua tangan (bersedekap) dibersamakan dengan ra’nya kata akbar.
b.Ketika akan rukû’. Caranya: tangan diangkat bersamaan dengan awal takbir ketika mushalli masih berdiri dan memanjangkan bacaan takbirnya hingga berakhir pada saat mulai rukû’.
c.Ketika akan i’tidâl bersamaan dengan membaca :
 سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
d.Ketika bangun dari tasyahhud awal. Yaitu mengangkat tangan ketika berada di paling sedikitnya rukû’.
2.Bersedekap. Yaitu dengan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan menggenggam pergelangan dan sebagian lengan tangan kiri dengan telapak tangan kanan. Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihyâ’-nya, adalah memegang pergelangan tangan kiri, tepat di persendian, dengan mempertemukan ibu jari dengan jari manis. Sedangkan jari telunjuk dan jari tengah dibiarkan terlepas.[2] Posisi tangan saat bersedekap berada di atas pusar dan di bawah dada, agak condong ke kiri, tepat di bagian anggota tubuh yang paling sempurna, yaitu hati.[3]
3.Membaca doa iftitâh setelah takbîratul ihrâm baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnat (selain shalat jenazah). Kesunnatan membaca doa iftitâh bisa gugur apabila setelah takbir langsung memulai bacaan fâtihah atau membaca ta’awudh. Salah satu bacaan doa iftitâh yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut:
اللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. إِنِّيْ وَجََّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Artinya: Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi, (aku hadapkan) dalam keadaan lurus dan pasrah. Dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan dengan itulah aku diperintahkan dan aku dari golongan orang muslimin
Atau dengan membaca bacaan berikut:
أَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ الْمَشْرِقِ وَاْلَمغْرِبِ اَللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. أَللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالْثَلْجِ وَاْلبَرَدِ.
Artinya: Ya Allah jauhkanlah antara diriku dan kesalahanku, sebagaimana Engkau jauhkan antara arah barat dan timur. Ya Allah bersihkanlah diriku dari kesalahanku sebagaimana baju dibersihkan dari kotoran. Ya Allah sucikanlah kesalahanku dengan air, embun dan air yang sejuk.
4.Membaca ta’awwudz (meminta perlindungan kepada Allah) sebelum membaca Fâtihah. Di antara bacaan ta’awwudz adalah:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan Syetan yang terkutuk”.
5.Membaca “amîn” setelah Fâtihah. Sebelum membaca “amîn” bagi orang yang membaca surat Fâtihah sunnat membaca doa[4]:
رَبِّ اغْفِرْلِى وَلِوَالِدَيَّ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
Menurut Imam Ibn Hajar, kesunnatan membaca “âmîn”  bisa gugur disebabkan diam yang cukup lama setelah membaca Fâtihah. Dalam shalat jahriyah (shalat berjamaah yang imamnya disunnatkan untuk mengeraskan suara seperti shalat maghrib dan isya), bacaan âmîn-nya makmum sunnat bersamaan dengan bacaan âmîn-nya Imam, sebab âmîn-nya imam bersamaan dengan âmîn para malaikat. Hal ini, jika makmum mendengar bacaan Fâtihah imamnya. Seumpama bacaan Fâtihah makmum usai bersamaan dengan bacaan imamnya, maka dia cukup membaca âmîn satu kali saja.
6.Mengeraskan bacaan Fâtihah dan surat di rakaat pertama dan kedua dalam shalat jahriyah, yaitu Magrib, Isya’, Subuh, Jumat, shalat Id, Tarawih, Witir di bulan Ramadhan, Gerhana Bulan, Istisqa’ (baik malam atau siang) dan dua rakaat thawaf. Dan memelankan bacaan Fâtihah dan surat di selain rakaat dan shalat-shalat tersebut.
7.Membaca satu surat al-Qur’an setelah Fâtihah pada rakaat pertama dan kedua. Kesunnatan membaca surat ini bisa dihasilkan dengan hanya membaca satu ayat asalkan satu ayat tersebut sudah membentuk satu pengertian yang sempurna. Akan tetapi lebih baik membaca satu surat al-Qur’an dengan sempurna, walaupun surat itu pendek seperti surat al-Kautsar. Dan juga disunnatkan surat yang dibaca di rakaat pertama lebih panjang daripada surat yang dibaca di rakaat yang kedua kecuali dalam shalat-shalat tertentu yang terdapat anjuran (masyru’) memanjangkan rakaat yang kedua seperti shalat Jum’at.
Makmum tidak disunnatkan membaca surat dalam shalat jahriyah. Pada saat imam membaca surat, makmum sunnat mendengarkannya. Makruh bagi makmum membaca surat pada saat imam membaca surat dalam shalat jahriyah, bahkan ada pendapat yang menyatakan haram. Namun hal itu, bila makmum mendengar bacaan imam. Jika tidak mendengar seperti tuli atau jaraknya jauh, maka menurut pendapat yang ashah (lebih benar) tetap disunnatkan membaca surat.[5]
8.Takbir intiqâl (takbir perpindahan dari satu rukun kepada rukun yang lain). Yaitu: 1) ketika turun untuk rukû‘; 2) turun untuk sujud; 3) bangun dari sujud untuk duduk di antara dua sujud atau untuk duduk tahiyat awal dan tahiyat akhîr.
Bagi imam, sunnat mengeraskan takbirnya. Permulaan takbir disunnatkan bersamaan dengan awal turun dan naiknya tubuh, dan sunnat memanjangkan takbir sampai sempurnanya rukun yang akan dikerjakan setelahnya. Pemanjangan takbir dilakukan dengan memanjangkan lâm-nya lafal Allâh asal tidak melebihi tujuh alif. Satu alif atau dua harakat.
Takbir juga disunnatkan pada saat akan duduk istirahat. Saat duduk istirahat takbir bisa dipanjangkan lebih dari tujuh alif. Namun Imam al-Ghazali menjelaskan, hendaknya takbirnya dituntaskan sebelum tubuh tegak berdiri (di tengah-tengah berdirinya)[6]. Untuk gerakan selebihnya diisi dengan bacaan dzikir sampai berdiri tegak dan bersedekap kembali. Hal itu, agar di dalam shalatnya tidak terjadi kekosongan dari dzikir.[7]
9.Membaca tasbîh tiga kali ketika sujud dan rukû’.
10. Setelah membaca tasbîh saat ruku’ dilanjutkan dengan membaca doa:
اَللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ أَمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعِظَمِي وَعَصَبِيْ وَشَعْرِيْ وَبَشَرِيْ وَمَا اسْتََقَلَتْ بِهِ قَدَمِي   ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
Artinya: Maha Suci Engkau Ya Allah Tuhan kami. Dengan memujimu Ya Allah ampunilah aku. Ya Allah kepada-Mu aku rukû‘, kepada-Mu aku percaya, dan kepada-Mu aku pasrah. Tunduk pada-Mu pendengaranku, penglihatanku, sumsumku, tulangku, urat sarafku, rambutku, kulitku. Juga sesuatu yang  menjadi beban semua jasadku. Kepada Allah Tuhan alam semesta.
11. Ketika sujud setelah membaca tasbîh tiga kali, membaca doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى كُلَّهُ دِقَّهُ وَجُلَّهُ وَأَوَّلَهُ وَأَخِرَهُ وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ الَلَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكُ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ. لاَ أَحْصَى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
Artinya: Ya Allah ampunilah dosaku seluruhnya, yang kecil dan yang besar, yang pertama dan yang terakhir, yang tampak dan yang tersembunyi. Ya Allah, dengan ridha-Mu aku berlindung dari murka-Mu; dengan ampunan-Mu aku berlindung dari siksa-Mu; dengan-Mu aku berlindung dari-Mu. Puji untuk-Mu tak berbatas. Engkau adalah sebagaimana yang Engkau pujikan terhadap Engkau Sendiri.
12. Meletakkan kedua telapak tangan pada lutut saat rukû’.
13. Mengangkat jari telunjuk tangan kanan saat membaca lafal Illâllâh dalam syahadat ketika membaca doa tasyahhud dan membiarkan terangkat hingga tuntas bacaan tasyahhud awal-nya dan hingga salam dalam tasyahhud akhir. Posisi jari telunjuk terangkat tidak terlalu lurus dan dihadapkan ke arah kiblat dan sejak awal duduk tasyahhud, tangan kanannya sudah menggenggam seluruh jari-jari selain telunjuk.
14. Mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud, kecuali ketika mengangkat jari telunjuk dalam tasyahhud, maka pandangan dialihkan ke jari telunjuk.
15. Menfokuskan pandangan mata pada jari telunjuk yang sedang terangkat hingga akhir bacaan tasyahhud awalnya atau hingga salam dalam tasyahud akhir.
16. Duduk iftirâsy dalam setiap duduk selain tahiyat akhîr. Yaitu: 1) duduk di antara dua sujud; 2) tahiyat awal; 3) duduk istirahat; 4) duduk tahiyat akhir yang diiringi sujud sahwi. Duduk iftirâsy adalah duduk di atas mata kaki kiri, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan, dan sebagaian ujung jari-jari kaki ditekuk dihadapkan ke arah kiblat.
17. Duduk tawarruk ketika duduk tasyahhud akhîr.
18. Mengucapkan salam yang kedua dan memisah (memberi jarak waktu) antara salam kedua dengan salam pertama. Lamanya kira-kira kadar waktu bacaan subhânallâh.
19. Duduk istirahat setelah sujud kedua di rakaat pertama dan ketiga (ketika akan berdiri untuk rakaat ketiga dan keempat). Duduk istirahat tidak disunnatkan: 1) ketika bangun dari sujud tilâwah; 2) bagi orang yang shalat duduk; 3) di rakaat ke empat dan di rakaat yang kedua jika ingin mengerjakan tasyahhud awal. Tapi kalau tidak mengerjakan tasyahud awal, maka  tetap sunnat duduk istirahat. Duduk istirahat lebih utama dilakukan dalam waktu sebentar, menurut Imam Ibn Hajar, lamanya tidak melebihi duduk di antara dua sujud. Lebih baik lagi, lamanya tidak melebihi  thuma’nînah.
20. Menyangga tubuh dengan kedua tangan ketika akan berdiri, baik dari tahiyat awal atau duduk istirahat.
21. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat salam. Menoleh ke arah kanan bersamaan dengan kalimat warahmatullâh. Ukurannya, sekiranya pipi kanannya terlihat oleh orang yang ada di belakangnya. Lalu, wajah menghadap kiblat kembali dan membaca salam kedua. Kemudian menoleh ke kiri bersamaan dengan kalimat warahmatullâh yang sekiranya pipi kirinya terlihat oleh orang yang ada dibelakangnya.
=========
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
=========
FOOTNOTE
[1] Lihat Fath al-Allâm juz.2 hlm. 317, Tarsyîh al-Mustafidîn, al-Busyrâ al-Karîm, al-Hawâsyi Al-Madaniyah dll.
[2] Lihat Ihyâ’ Ulûm ad-Dîn juz.1 hlm.153.
[3] Lihat Hasyiyah Al-Syarqawi  juz.1 hlm.194.
[4] Lihat Fath al-‘Allâm juz. 2 hlm.368.
[5] Lihat Tuhfat ath-Thullâb hlm.23.
[6] Lihat Ihya’ Ulumiddin juz. 1 hlm. 155
[7] Lihat Fath al-‘Allâm juz 2 hlm.388.

Pos terkait