Kewalian Syekh Siti Jenar di Mata Gus Baha.
Syekh Siti Jenar adalah sosok fenomenal dalam sejrah Islam di Indonesia. Namanya dikenang penuh kontroversi, ada yang begitu kagum dengan ajarannya, ada yang tidak sepakat. Suatu perkara yang lazim dalam sejarah pemikiran, karenanya tidak perlu kaget dan curiga. Tetaplah memandangnya dengan pemikiran yang kritis, agar tidak mudah terjebak saling mengadu-domba.
Gus Baha punya pandangan khusus terkait ajaran Syekh Siti Jenar. Menurut Gus Baha, perdebatan terkait teologi itu memang tidak mudah dan resikonya juga besar, karena sekali salah itu taruhannya bisa surga atau neraka.
“Kalau teologi, sekali salah itu (taruhannya) surga atau neraka. Jadi sampai ada aliran Wahdatil Wujud (Manunggaling Kawulo Gusti). Mereka terlalu lama Ge’er, besar kepala terlalu dekat dengan Tuhan. Kemudian Tuhan dianggap bersamayan di dirinya masing-masing. Akhirnya punya keyakinan menungaling kawulo Gusti yang disebut dengan Wahdatil Wujud,” tegas Gus Baha.
Bagi Gus Baha, kisah tentang sosok Syekh Siti Jenar itu menjadi kacau pemahamannya. Kisahnya menjadi penuh perdebatan.
“Saat itu, Siti Jenar dipanggil Walisongo hendak diadili karena punya aliran Wahdatil Wujud.”
Saat itu, Siti Jenar sedang berada di rumah.
“Siti Jenar, Anda dipanggil Walisongo,” kata utusan wali songo.
“Di sini tidak ada Siti Jenar, yang ada cuma Allah,” jawab Siti Jenar.
Akhirnya utusan Walisongo ini pulang, lapor kepada wali songo.
“Kata Siti Jenar, di sana tidak ada makhluk dan yang ada hanyalah Allah.”
Lalu Walisongo saat itu memerintahkan utusannya untuk datang lagi kepada Siti Jenar.
“Yaudah, Allah panggil ke sini,” Gus Baha menjelaskan dengan tawa. Akhirnya Walisongo tidak punya
solusi, malah memanggil Allah. Masak Allah kok dipanggil.
“Pak Siti Jennar, kata para wali, “Allah dipanggil!”
“Wali goblok, Allah kok disuruh? Dasar tidak sopan.” Siti Jenar marah-marah.
“Goblok banget Walisongo ini. Allah kok dipanggil menghadap? tidak sopan!!!
Bagi Gus Baha, akhirnya terkenal sekali Walisongo jengkel dan mengutus Sunan Kalijaga untuk menghadapi Siti Jenar.
“Perang dengan Allah, dong- Hehehe,” kata Gus Baha.
“Kesalahan Siti Jenar itu, setelah diperangi, kok, malah kalah. Allah, kok, bisa kalah.”
“Akhirnya kita secara sederhana, kan, menyimpulkan. Bukan Allah, dong. Masak Allah
kalah sama Sunan Kalijaga?”
“Lantas cerita ini dibolak-balik Penggemar Wahdatil Wujud bilang: “Tidak! Hakikatnya, Siti Jenar itu menang.”
“Jenazahnya wangi, dan untuk mengalabui dipakailah anjing untuk disembelih”
“Nah, malah bikin asumsi Walisongo berlaku curang, kan? sama-sama Mbulet. Apapun itu, aliran wahdatil Wujud
tidak akan mungkin benar, ya. Karena bagaimanapun, kita pernah tidak ada dari “tidak ada” menjadi “ada”,
ialah bukti bahwa kita ini makhluk (diciptakan). Bukti kalau kita Makhluk!”
“Namanya Makhluk, kalau butuh nikah, ya, nikah saja. Butuh makan, ya, makan saja.”
“Semua niat dengan ibadah. Siapa tau itu menjadi ciri utama dirimu sebagai makhluk.”
“Kalau kamu makan, Niatilah: “Tuhan, inilah ciri khas saya yang makhluk: butuh makan.”
“Nanti, Insyaallah, semua nafas anda, makan anda, hingga tidur anda menjadi ibadah, karena syetan itu berharap
manusia mendiskusikan tentang Tuhan.”
Makanya, lanjut Gus Baha, Islam sudah mengajarkan umatnya untuk bisa selalu selamat hidupnya.
“Jika anda ingin selamat, ikutilah riwayat ini: “Pikirlah tentang apa yang diciptakan Allah dan jangan berpikir tentang pencipta: nanti kamu akan hancur!”
“Pikirlah apa yang jadi kejadian (yang diciptakan) Allah, tapi jangan berpikir tentang Allah. Jika engkau memikirkan Allah, niscaya akan binasa! Makanya jika anda ingat Allah, beri dia Sifat. Alhamdulillah saya diberi makan,
diberi minum, dan diberi hidup.”
Gus Baha kemudian memberikan pelajaran terkait kisah Abu Nawas dan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
“Harun Al-Rasyid itu kadang janggal, Allah lagi dimana, dan sedang apa. Lama-lama bertanya ke Abu Nawas. Siapa bisa menjawab ini, bakal diberi hadiah. Semua ulama tidak berani menjawab. Akhirnya cuma Abu Nawas yang berani jawab setelah didatangkan.”
“Saya bisa jawab, tapi ada Syaratnya.” kata Abu Nawas.
“Apa?”
“Saya duduk di kursi singgasana anda, dan anda duduk di bawahnya.”
Akhirnya, Harun Al-Rasyid manut, karena tersiksa pertanyaan: sedang apa Allah sekarang? Setelah duduk di Singgasana, dan Harun A-Rasyid di bawahnya:
“Allah sedang mengangkat Abu Nawas menjadi Raja, dan Harun Al-Rasyid jadi rakyat biasa.” kata Abu Nawas.
Harung Al-Rasyid jengkel, namun dia sendiri tidak bisa membantah.
“Nomor dua, Di mana tengahnya bumi?
Abu Nawas mengambil tombak dari pengawal, dan ditancapkan.
“Tengahnya disini. kalau tidak percaya ukur saja sendiri!”
Gus Baha menegaskan bahwa pokoknya saksikan bahwa Allah Maha besar, Maha Suci Allah.
“Ingatlah nikmat yang diberikan kepada anda. Diberi nikmat: laku nikah, bisa makan, punya teman. Kalau lagi bertengkar sama istri, ya, itu nikmat pertengkaran.”
Gus Baha menilai sosok Abu Nawas unik, menjawab persoalan teologi dengan jawaban cerdas penuh humor. Kalau jawabannya serius, malah seringkali tidak berujung. (Abu Umar)
*Selengkapnya saksikan video sumbernya berikut ini.