Kisah Seorang Profesor Lulusan Barat Terkena Santet
Mumpung hangat masalah festival santet oleh PERDUNU, maka saya angkat kisah yang terjadi sebelum korona. Kisah ini dialami oleh kenalan saya.
Kenalan saya banyak, ada dari elit, lebih banyak lagi dari kalangan kaum alit. Termasuk beberapa profesor dari kampus di Indonesia. Diantaranya adalah seorang profesor lulusan kampus Barat yang punya pengalaman dengan tenung atau teluh. Oh ya, kalau kisah yang saya tulis sebelumnya (Mbah Wahab dan Dukun) sebagian isinya mengutip seorang doktor (lulusan Timur Tengah saat S-1nya). Kalau yang saya ulas ini seorang profesor yang lulusan Barat (saat S-3).
Di bawah ini akan saya sebutkan poinnya saja karena tidak etis bila diungkap secara jelas dan detail. Untuk itu, saya tidak mengungkap identitasnya, juga tidak mengungkap kasusnya terjadi di mana, kenapa sampai terjadi serta apa saja yang dialami. Hal yang jelas, pengalaman ini terjadi saat beliau sedang berkompetisi.
Suatu saat, beliau mengalami hal aneh di luar nalar, maka sebagai seorang lulusan Barat yang umumnya “rasional”nya pada tataran positivistik-empirik, beliau berkata bahwa itu mungkin karena dia belum tahu apa penyebab munculnya hal yang nampak aneh itu.
Peristiwa aneh yang lain terjadi lagi. Sekali lagi sang profesor masih tetap kukuh bahwa hal itu bisa jadi kebetulan. Walaupun bila dinalar juga memang aneh.
Tidak berhenti di situ, terjadi ketiga kali keanehan, dan itu membahayakan keluarganya. Setelah peristiwa ketiga ini sang profesor mulai berfikir bahwa sulit kalau dianggap kebetulan apalagi kejadiannya memang di luar nalarnya. Sekalipun begitu sang profesor belum melakukan evaluasi apa yang sedang dilakukan yang menyebabkan ada peristiwa seperti itu.
Lalu terjadi peristiwa lagi yang aneh lagi yang juga mengancam keluarganya Hal ini membuat sang profesor mempercayai adanya tenung di era kontemporer. Saya pribadi yang juga tidak mudah percaya kepada hal yang aneh mengakui bahwa yang dialami sang profesor itu sulit dinalar. Karena kejadiannya yang berdekatan waktunya. Maka sulit kalau sekedar disebut kebetulan atau ketidaklaziman. Tapi setelah mengingat bahwa yang kita injak adalah bumi Indonesia yang mempunyai sejarah panjang ilmu-ilmu canggih yang di luar nalar, maka saya bisa memahaminya.
Dia mengakhiri kisahnya sambil menitikkan air mata dan merasa kapok dalam suatu kompetisi. Saya dalam hati heran, dia seorang tangguh dan kuat, ternyata bisa menitikkan air mata di depan saya. Karena saya tidak bisa memberi solusi, akhirnya saya hanya berpartisipasi dengan berkaca-kaca. Sambil berkata bahwa yang melakukan hal itu tidak harus lawan kompetisi, tapi sangat mungkin para pendukungnya. Tujuan saya agar tidak langsung curiga terhadap lawan kompetisi.
Demikian Kisah Seorang Profesor Lulusan Barat Terkena Santet. Semoga bermanfaat.