Kisah Wejangan Terakhir Nyai Suryani, Santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari

Kisah Wejangan Terakhir Nyai Suryani, Santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari

Kisah Wejangan Terakhir Nyai Suryani, Santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari

Salah seorang santri Mbah Hasyim Asyari yaitu Nyai Suryani meninggal dunia dalam usia 102 tahun di Rumbia Lampung Tengah pada Selasa 23 Maret 2021.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan penelusuran NU Online, Nyai Suryani berdomisili di Kampung Bina Karya Utama, Kecamatan Putra Rumbia, Kabupaten Lampung Tengah. Nyai Suryani dimakamkan di Komplek Pesantren Miftahussa’adah Kecamatan Putra Rumbia Kabupaten Lampung Tengah.

Pada Sabtu (27/3) malam Nahdliyyin menggelar tahlil tujuh hari wafatnya Nyai Suryani.

Wasekjen PBNU, H. Abdul Mun’im DZ mengatakan Nyai Suryani berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, menjadi santri Mbah Hasyim tahun 1940-1947, kemudian masuk ke Lampung pada kisaran 1960-an.

Menurut Mun’im, Nyai Suryani adalah sosok yang istimewa. “Saat nyantri di Tebuireng Jombang beliau yang mendapat tugas, mengasma’i bambu runcing yang hendak digunakan perang melawan Sekutu 10 November 1945 di Surabaya dan dalam menghadapi agresi Belanda 1947 dan 1948,” kata Abdul Mun’im DZ.

Tidak hanya itu, lanjutnya, Nyai Suryani yang kala itu masih muda belia turun di front selatan Jombang Kediri melawan Agresi Belanda.

“Setelah perjuangan melawan penjajah usai perempuan kelahiran Kebumen itu menghilang dari peredaran. Ternyata selama ini beliau menyamar sebagai dukun bayi di Lampung Tengah, juga banyak membantu pembangunan masjid dan langgar di daerahnya,” lanjut Mun’im.

Mun’im meneruskan, sekitar tahun 2015 identitas sang dukun bayi yang bernama Mbah Suryani itu adalah santri Mbah Hasyim Asy’ari yang bernama Djuwariyah atau Syuriyah. Tersingkapnya rahasia tersebut berkat kewaskitaan seorang kiai yang mendapatkan isyarat agar berguru pada dukun bayi itu.

“Setelah dikorek akhirnya Mbah Nyai Suryani membeber jatidirinya sebagai santri Mbah Hasyim Asy’ari, antara tahun 1940-1947. Para santri Mbah Hasyim yang lain seperti Mbah Sulhani Tlangbawang segera merapat, dan Mbah Muhilal Jambi segera kontak,” lanjut penulis buku Fragmen Sejarah NU.

Diceritakan Mbah Suryani pernah ditugasi Mbah Hasyim mengisi mantra bambu runcing dan penjalin sebanyak 250 buah. Beberapa di antaranya sangat ampuh, apa saja yang diterjang pasti berantakan. Bahkan ketika ditusukkan ke pohon langsung layu.

Di usianya yang senja beliau ngajar mengaji untuk jamaah di sekitarnya. Dan mengobati tetangga yang sakit tanpa meminta upah.

“Sebagai seorang pejuang, walaupun hidup di tengah perkebunan karet yang sepi terpencil, beliau selalu memikirkan keselamatan NU. Padahal tidak berhubungan dengan pengurus NU mana pun dan tahu kondisi NKRI, walau tidak pernah ketemu pejabat mana pun. Beliau selalu berdoa untuk kejayaan NU dan keutuhan NKRI,” kata Mun’im.

Selain itu, Mun’i menceritakan, Nyai Suryani sering menasihati agar bersabar di NU, karena NU sedang menghadapi tantangan keretakan. (red)

“Ikatan NU memang longgar, karena itu harus dijaga agar jangan sampai ambyar. Keikhlasan dan ketulusan serta kesungguhan yang bisa menyelamatkan NU. Kalau NU kuat insyaallah negara tenteram dan aman tidak ada yang berani mengganggu. ‘Doaku bersama kalian semua’. Demikian Mbah Juwariyah atau Nyai Suryani mengakhiri wejangannya,” pungkas Mun’im.

Demikian Kisah Wejangan Terakhir Nyai Suryani, Santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Semoga bermanfaat.

Teruntuk Nyai Suryani, Al Fatihah….

Artikel ini telah tebit sebelumnya di www.nu.or.id

Pos terkait